Just another Wadah Aspirasi dan Kreasi Mahasiswa UGM Sites site

Archive for the ‘Uncategorized’ Category

Piutang Murabahah

Posted Monday, June 22nd, 2015

Murabahah merupakan salah satu bentuk menghimpun dana yang dilakukan oleh perbankan syariah, baik untuk kegiatan usaha yang bersifat produktif maupun yang bersifat konsumtif. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati dan tidak terlalu memberatkan calon pembeli.
Sejak awal kemunculannya dalam fiqih, kontrak Murabahah tampaknya telah digunakan murni untuk tujuan dagang. Murabahah adalah suatu bentuk jual beli dengan komisi, di mana si pembeli biasanya tidak dapat memperoleh barang yang dia inginkan kecuali lewat seorang perantara, atau ketika si pembeli tidak mau susah-susah mendapatkannya sendiri, sehingga ia mencari jasa seorang perantara.
Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Jual beli ini berbeda dengan jual beli musawwamah (tawar menawar). Murabahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian penjual diketahui oleh pembeli dan keuntungan penjual pun diberitahukan kepda pembeli, sedangkan musawwamah adalah transaksi yang terlaksana antara penjual dengan pembeli dengan suatu harga tanpa melihat harga asli barang. Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi pendapatan Bank dari produk-produk yang ada di semua Bank Islam.
Pengertian Murabahah secara lafdzi berasal dari masdar ribh{un (keuntungan). Murabahah adalah masdar dari rabahayurabihumurabahatan (memberi keuntungan). Sedangkan pengertian Murabahah secara istilah adalah sebagai berikut:

  1. Murabahah adalah persetujuan jual beli suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama dengan pembayaran yang ditangguhkan 1 bulan sampai 1 tahun.
  2. Murabahah adalah jual beli barang dengan harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
  3. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak Bank dan nasabah.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak Bank dengan nasabah. Dalam Murabahah, penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu. Pada perjanjian Murabahah, bank syariah membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah dan menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga jual sebesar harga pokok dengan ditambah keuntungan yang disepakati antara bank dengan calon nasabah dan pembayaran dapat dilakukan dengan cara ditangguhkan. Atau dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang disepakati antara BPR Islam dengan nasabah, dimana BPR Islam menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan oleh nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual Bank (harga beli Bank plus margin keuntungan pada saat jatuh tempo).
Dengan kata lain yaitu Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, yang mana barang diserahkan segera dan pembayaran dilaksanakan secara tangguh. Sedangkan dalam pengadaan barang yang dibutuhkan nasabah yang tercantum dalam pengertian di atas, Bank dapat membelinya sendiri kemudian Bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga jual Bank yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak.
Sedangkan untuk pengertian pembiayaan Murabahah berdasarkan Pasal 1 Angka 12 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tabungan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Undang-undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008, pada Pasal 1 Angka 25 menyebutkan bahwa pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

  1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabahdan musyarakah,
  2. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik,
  3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, Salam, dan Isthisna’,
  4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh,
  5. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Pembiayaan Murabahah termasuk dalam penyaluran dana oleh bank syariah dengan sistem jual beli. Konsep ini telah banyak digunakan oleh bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan Islam untuk pembiayaan modal kerja, dan pembiayaan perdagangan para nasabahnya. Jadi pembiayaan Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah, di mana bank membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati di awal perjanjian antara bank syariah dan nasabah.
Selain itu pembiayaan Murabahah merupakan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan produksi (inventory). Pembiayaan Murabahah mirip dengan Kredit Modal Kerja yang biasa diberikan oleh bank-bank konvensional, dan karenanya pembiayaan Murabahah berjangka waktu 1 tahun (Short Run Financing).
Bank-bank Islam pada umumnya telah menggunakan Murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliputi kira-kira 75% dari total kekayaan mereka. Serta mengadopsi Murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada para nasabah guna pembelian barang meskipun mungkin si nasabah tidak memiliki uang untuk membayar. Murabahah, sebagaimana yang digunakan dalam perbankan Islam, prinsipnya didasarkan pada dua elemen pokok: harga beli serta biaya yang terkait, dan kesepakatan atas laba.
Jadi,ciri dasar kontrak Murabahah (sebagai jual beli dengan pembayaran tunda) adalah si pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya terkait dengan harga asli barang, dan batas laba harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari total harga plus biaya-biayanya, barang yang dijual adalah barang atau komoditas dan dibayar dengan uang, barang yang diperjualbelikan harus ada dan dimiliki oleh si penjual dan si penjual harus mampu menyerahkan barang itu kepada si pembeli, dan pembayarannya ditangguhkan.
Pembiayaan Murabahah merupakan salah satu bentuk pembiayaan berbasis Natural Certainty Contract karena dalam Murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh).

 

 

 
————————————————————-
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Jakarta, Paramadina, 1996
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Adrian Sukedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2009
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta, 2003
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta, Gema Insani, 2003
M.Yazid Efendi, Fiqih Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta, Logung Pustaka, 2009
MUI, DSN, BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: MUI, DSN, BI, 2003
Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta, UII Press, 2005

Warkum sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait BMUI dan Takaful dan Pasar Modal di Indonesia, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2004

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008.

Apa itu BSC ?

  • Pengukuran kinerja perusahaan yang modern dengan mempertimbangan empat perspektif (yang saling berhubungan) yang merupakan penerjemahan strategi dan tujuan yang diingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka panjang, yang kemudian diukur dan dimonitor secara berkelanjutan
  • Konsep ini dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton

 

Kapan Munculnya Balanced Scorecard ?

  • Adanya pergeseran tingkat persaingan bisnis dari industrial competition ke information competition, sehingga mengubah alat ukur atau acuan yang dipakai oleh perusahaan untuk mengukur kinerjanya.

Perubahan Teknologi à Persaingan ketat di dunia bisnis à Mendorong kebutuhan akan Informasi à Mengakibatkan persaingan Informasi à Untuk membantu ambil keputusan.

 

Mengapa kata “BALANCE”

  • Karena Balanced Scorecard menunjukkan adanya keseimbangan antara semua factor yaitu keseimbangan antara :

à Faktor keuangan dan non keuangan

à Pihak eksternal dan internal

à Jangka pendek dan jangka panjang

 

Empat Perspektif Apa Saja ?

  1. Perspektif Keuangan (K)
  2. Perspektif Pelanggan (NK)
  3. Perspektif Bisnis Internal (NK)
  4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran (NK)

 

Mengapa Harus 4 Perspektif ?

  • Perspektif Keuangan tidak cukup mencerminkan kinerja perusahaan dimana perspektif keuangan yang baik tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut akan bisa exiss dalam jangka panjang (yang merupakan tujuan utama suatu perusahaan didirikan)

 

Mengapa Perspektif Non Keuangan Penting ?

  • Perspektif Non Keuangan di anggap sebagai bagian yang bila ikut diperhatikan, pada akhirnya dapat mendongkrak kinerja keuangan yang merupakan keinginan utama dari pemegang saham.
  • Untuk dapat exiss, perusahaan harus mempunyai strategi yang dituangka dalam action-action, sehingga penilaian kinerja juga harus lebih dari sekedar penilaian financial.

 

Apa yang diutamakan dalam setiap perspektif ?

  1. Financial à Berorientasi pada para pemegang saham
  2. Customer à Bagaimana kita bisa menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi para customer
  3. Internal Bussiness Process à Proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan dalam jangka panjang untuk mencapai tujuan financial dan kepuasan konsumen
  4. Learning and Growth à Bagaimana kita bisa meningkatkan dan menciptakan value secara continue terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan

 

Apa Yang Dinilai dari Perspektif Pelanggan ?

Perspektif Pelanggan dapat diukur dengan lima aspek utama (Kaplan, 1996)

  1. Pengukuran Pangsa Pasar
  2. Pengukuran Customer Retention
  3. Pengukuran Customer Acquisition
  4. Pengukuran Customer Satisfaction
  5. Pengukuran Customer Profitability

 

Apa Yang Dinilai dari Perspektif Bisnis Internal ?

Perspektif Bisnis Internal dapat diukur dengan tiga aspek utama yaitu :

  1. Proses Inovasi (penelitian dasar dan trepan juga penelitian pengembangan produk)
  2. Proses Operasi (menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi dan ketepatan waktu dari barang/jasa yang diberikan kepada konsumen.
  • Pengukuran terhadap efisiensi waktu yang dibutuhkan (time measurements)

 

Processing Time

Manufacturing Cycle Efectiveness = ———————-

Throughput Time

 

  • Pengukuran terhadap kualitas proses produksi (quality process measurements)

Menditeksi adanya tingkat kerusakan produk dari proses produksi, perbandingan produk bagus yang dihasilkan dengan produk bagus yang masuk dalam proses, bahan buangan (waste), bahan sisa (scrap), besarnya angka pengerjaan kembali (rework), besarnya angka pengembalian bari dari konsumen dll.

 

  • Pengukuran terhadap efisiensi biaya proses produksi (process cost measurements)

Dalam manufaktur maju, pengukuran atas biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk digunakan ABC system.

 

Ketiga poin di atas secara bersama-sama (simultan) akan menghasilkan tiga parameter yang penting untuk mengkarakteristikkan pengukuran proses bisnis internal (perhitungan biaya yang tepat dimana tidak ada pemborosan biaya dari aktivitas yang tidak bernilai tambah dan kualitas produk yang dihasilkan baik akan menghasilkan proses bisnis internal yang baik).

 

  1. Pelayanan Purna Jual (akan mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen)

Aktivitas-aktivitas diantaranya : garansi, reparasi, perlakuan terhadap produk cacat atau rusak, pelayanan dalam komplain dll

 

Apa Yang Dinilai dari Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran ?

  • Betapa pentingnya untuk terus memperhatikan karyawan, memantau kesejahteraannya, meningkatkan pengetahuan karyawan yang pada gilirannya akan meningkatkan kemampuan untuk mencapai hasil ketiga perspektif diatasnya.

 

  1. Mengukur Kemampuan Karyawan dengan 3 aspek :
  • Pengukuran kepuasan karyawan
  • Tingkat keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan keputusan
  • Pengakuan terhadap hasil kerja karyawan
  • Kemudahan dalam mendapatkan informasi sehingga dapat bekerja sebaik mungkin
  • Keaktifan dan kreativitas dalam melakukan pekerjaan
  • Tingkat dukungan yang diberikan kepada karyawan
    • Pengukuran perputaran karyawan dalam perusahaan
    • Pengukuran produktivitas karyawan
  • Gaji yang diperoleh
  • Rasio perbandingan antara konpensasi yang diperoleh karyawan dengan jumlah karyawan yang ada di perusahaan.

 

  1. Kemampuan Sistem Informasi

Kualitas dan produktifitas karyawan dipengaruhi oleh akses terhadap system informasi yang dimiliki perusahaan (persentase ketersediaan informasi). Semakin mudah informasi diperoleh maka karyawan akan memiliki kenerja yang semakin baik

Informasi yang dibutuhkan karyawan seperti informasi pelanggannya, biaya produksi dll

 

  1. Motivasi, Pemberian Wewenang dan Pembatasan Wewenang Karyawan

Selain kemudahan akses informasi yang bergitu bagus tetapi juga harus diikuti dengan adanya motivasi karyawan untuk mau meningkatkan kinerjanya.

Pengukuran motivasi karyawan dapat dinilai melalui dimensi :

  • Pengukuran terhadap sarana yang diberikan kepada perusahaan dan diimplementasikan
  • Pengukuran atas perbaikan dan peningkatan kinerja karyawan
  • Pengukuran terhadap keterbatasan individu dalam organisasi

 

 

Referensi :

  1. Mulyadi (1999), Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen : Sistem Pelipatganda Kinerja Perusahaan, Edisi satu, Yogyakarta : Adiya Media
  2. http://puslit.perta.ac.id/journals/acounting

Mengenal Akuntansi Forensik

Posted Wednesday, May 27th, 2015

Jadi Apakah Akuntansi Forensik Itu?

Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (11th) menjelaskan pengertian Forensic adalah (a) Belonging to, used in, or suitable to court of judicature or to public discussion and debate (b) Argumentative; Rhetorical (c) Relating to or dealing with the application of scientific knowledge to legal problems.

Sementara Maurice E Peloubet, dalam Journal of Accountancy edisi Juni 1946 yang berjudul “Forensic Accounting: Its place in today’s economy”, menulis bahwa “Forensic Accounting is a discipline where auditing, accounting & investigative skills are used to assist in disputes involving financial issues and data, and where there is suspicion or allegation of fraud”.

Jadi jelas bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah/sengketa keuangan atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/ arbitrase/tempat penyelesaian perkara lainnya.

Kasus korupsi, sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara Negara melawan warganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk mengelola pemerintahan. Persengketaan itu harus diselidiki kebenarannya oleh Lembaga Negara (misalnya oleh KPK) dan diputuskan oleh hakim di pengadilan. Jadi investigasi yang dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK dan instansi penegak hukum lainnya pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas akuntan forensik.

Apa Bedanya Akuntansi dengan Akuntansi Forensik?

Akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik atau BPK yang bertugas melakukan general audit atas suatu instansi pemerintah atau BUMN secara umum bertujuan untuk memberikan opini atas laporan keuangan di institusi tersebut yang dilakukan secara regular karena tuntutan peraturan perundangan. Sedangkan akuntan forensik bekerja secara khusus atas suatu kasus spesifik untuk menentukan apakah fraud/ penyimpangan/ masalah lain benar terjadi, siapa saja pihak yang terlibat dalam kasus tersebut, jumlah kerugian/ keuntungan yang terjadi atas kasus tersebut, dan menjadi expert witness/ pemberi keterangan ahli di Pengadilan.

Golden, Skalak, Clayton (2006) menyimpulkan bahwa “Accountants look at the numbers, Forensic accountants look behind the numbers”.

Apa Ruang Lingkup Pekerjaan Akuntan Forensik?

Di sejumlah Negara seperti Australia, Canada dan Amerika Serikat, kantor akuntan forensik memberikan jasa dukungan atas proses litigasi (misalnya di pengadilan) dan jasa investigasi. Sementara ruang lingkupnya meliputi di antaranya penilaian bisnis dalam suatu sengketa antar perusahaan, penghitungan klaim kecelakaan terkait asuransi, penghitungan kekayaan dalam kasus perceraian, serta pendeteksian dan investigasi atas kasus fraud. Jadi fraud hanyalah salah satu ruang lingkup pekerjaan yang ditangani oleh akuntan forensik.

Keahlian yang Harus Dimiliki Akuntan Forensik

Untuk menangani kasus-kasus dengan ruang lingkup seperti tersebut di atas, akuntan forensik paling tidak harus memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Karena harus melakukan investigasi yang terkait pengumpulan dan analisis bukti maka juga harus memahami hukum secara memadai. Sementara dalam proses investigasi diperlukan pengetahuan psikologi yang memadai untuk melakukan interview, dan tentu saja kemampuan investigatif dan riset.

Masa Depan Akuntansi Forensik

Dunia bisnis yang semakin kompleks, meningkatnya kecenderungan penyelesaian sengketa bisnis di pengadilan, dan makin menurunnya tingkat integritas masyarakat di negara maju– ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah mega skandal, seperti kasus Ponzi Scheme oleh Bernard Madoff di Amerika Serikat yang merugikan nasabah kurang lebih US$ 50 billion- membuat profesi sebagai akuntan forensik makin dibutuhkan oleh semua pihak.

Di Indonesia, kasus-kasus korupsi yang makin banyak terungkap dan semakin beragam jenisnya dan belum terlihat ada kecenderungan penurunan juga pada hakekatnya membuktikan saat ini dan di masa datang makin diperlukan keahlian di bidang akuntansi forensik.

*) M Najib Wahito, Ak, CFE, MFA adalah Master of Forensic Accounting, Universitas Wollongong, New South Wales, Australia. Email: najib_wahito@yahoo.com

Green Accounting

Posted Wednesday, May 27th, 2015

Green accounting adalah jenis akuntansi lingkungan yang menggambarkan upaya untuk menggabungkan manfaat lingkungan dan biaya ke dalam pengambilan keputusan ekonomi atau suatu hasil keuangan usaha, Green Accounting menggambarkan upaya untuk menggabungkan manfaat lingkungan dan biaya ke dalam pengambilan keputusan ekonomi. Perusahaan akuntansi lingkungan berkaitan dengan dampak lingkungan sebuah bisnis, akuntansi lingkungan nasional berusaha untuk mencapai yang sama pada tingkat-negara.
Menurut EPA, green accounting manajemen adalah identifikasi, prioritas, kuantifikasi atau kualifikasi, dan penggabungan biaya lingkungan ke dalam bisnis decisions, akuntansi Manajemen Hijau menggunakan data tentang biaya lingkungan dan kinerja untuk keputusan bisnis. Ini mengumpulkan biaya, produksi, persediaan, dan biaya limbah dan kinerja untuk keputusan bisnis. Ini mengumpulkan biaya, produksi, inventaris, dan limbah biaya dan data kinerja dalam sistem akuntansi untuk merencanakan, mengevaluasi, dan control. akuntansi manajemen lingkungan sehingga merupakan pendekatan gabungan yang menyediakan untuk transisi data dari akuntansi keuangan dan akuntansi biaya untuk meningkatkan efisiensi bahan, mengurangi dampak lingkungan dan risiko, dan mengurangi biaya perlindungan lingkungan. Green accounting sering kali bekerja dengan situs, penelitian dan pengembangan, dan manajer produksi saat merencanakan anggaran.
Untuk mendefinisikan green accounting atau lingkungan akuntansi, beberapa aspek telah dipertimbangkan, seperti asuransi, pajak, peraturan dan eksternal keuangan informasi.Green accounting atau lingkungan akuntansi saling terkait dengan dua fungsi dasar manajemen akuntansi: perencanaan dan pengumpulan data, pelaporan. Di kasus perencanaan, akuntansi hijau menggunakan ramalan Analisis untuk mengukur dampak masa depan terhadap lingkungan, seperti sebagai target costing metode atau siklus kehidupan. Dalam kasus kedua,lingkungan pengumpulan data dan pelaporan kepada manajemen didasarkan pada analisis data yang efisien untuk substantiating keputusan. Mulai dari pertimbangan yang disebutkan objek green accounting terutama diidentifikasi dan mengukur biaya bahan baku dan lingkungan spesifik kegiatan dan penggunaan ini informasi untuk penyusunan laporan dan analisis internal diperlukan kepada manajemen perusahaan untuk membuat lingkungan keputusan.Tujuan green accounting adalah pengakuan dan upaya untuk mengidentifikasi cara mengurangi negative efek dari kegiatan dan sistem pada lingkungan. Melihat prinsip-prinsip dasar Activity-Based metode (ABC), green accounting melengkapi terminologi dan kamus istilah yang digunakan oleh ABC metode. Akibatnya, istilah-istilah seperti: biaya aktivitas sopir, biaya proses driver, biaya langsung, biaya aktivitas, obyek biaya,berdasarkan aktivitas manajemen, manajemen kinerja,rantai nilai, dll yang dilengkapi dengan persyaratan lain seperti: berdasarkan aktivitas sistem biaya, biaya lingkungan perhitungan, sistem manajemen lingkungan, penuh Teoritis dan Terapan Ekonomi Perhitungan biaya lingkungan, manajemen investasi, produk daur hidup analisis, perhitungan siklus hidup produk, logistik, polusi pencegahan, biaya pribadi, aktivitas nilai tambah, dll,Pada hal yang disebutkan persyaratan di atas, kita telah mencari bahasa yang umum bagi pengguna penetapan biaya berdasarkan aktivitas metode, serta pengguna lainnya kategori. Bahasa ini akan membantu untuk memfasilitasi pemahaman istilah baru atau gagasan-gagasan yang digunakan oleh hijau akuntansi untuk tujuan komunikasi dan menghormati kebijakan internal.
Mengapa metode ABC (Activity-Base Costing) telah dipilih?
Jawabannya sangat sederhana. Green accounting yang mengamati prinsip-prinsip metode ABC membantu mengukur tabungan biaya sebagai akibat dari pengurangan biaya bahan baku selama daur ulang atau menggunakan kembali periode. Sebagai konsekuensi, ABC atau metode ABM memberikan pemahaman dan pendekatan area-area target untuk mempertimbangkan peluang merancang biaya kegiatan lingkungan utama.Rancangan biaya lingkungan merupakan konsep yang mengacu pada rancangan sebuah lingkungan target biaya berorientasi produk atau kendala, seperti persyaratan desain dan perakitan produk.Daur ulang desain mengacu pada konsep desain produk yang menekankan fasilitas perakitan dan de-daur ulang, serta akhir berguna hidup produk siklus.Kegunaan dan keuntungan dari kegiatan berbasis metode costing bisa diungkapkan oleh green accounting. Penerapan prinsip-prinsip metode ABC direkomendasikan untuk mendorong perbaikan lingkungan hasil.
Apa yang harus dilakukan dalam arah ini?
Hal-hal yang sangat sederhana. Metode ABC hasil untuk mengalokasikan biaya untuk proses dan lebih lanjut tentang kegiatan. Pada tingkat aktivitas, unsur lingkungan hidup harus ditambahkan. Metode ABM menggunakan informasi yang disediakan oleh ABC metode untuk membuat keputusan dan kita harus menambahkan lingkungan informasi untuk membuat lebih akurat dan efisien keputusan jangka panjang.
Jadi, metode ABC menjadi alat yang sangat efisien dari manajemen akuntansi yang mengidentifikasi produksi riil biaya dan menawarkan dorongan untuk meningkatkan berkelanjutan proses dalam perusahaan atau bahkan re-engineering yang tidak harus berdasarkan sistem akuntansi tradisional (Yang tidak mengungkapkan biaya lingkungan).Meneliti penetapan biaya penuh dan biaya driver, kita dapat mencoba dua versi: pengurangan biaya dan abstraksi biaya lingkungan driver. Green accounting menguntungkan pengemudi abstraksi biaya lingkungan, sehingga menghindari penuh biaya tinggi dan kerugian sebagai penolakan, limbah produk.Upaya green accounting untuk mengklasifikasikan nilai menghasilkan nilai atau non-kegiatan yang menghasilkan lingkungan sangat sulit, jika tidak memperhitungkan saran berikut: kebutuhan yang ada untuk menjelaskan sifat tertentu lingkungan kegiatan dan membentuk mereka “klien” (staf misalnya pelatihan dalam mencegah pencemaran lingkungan); mengukur output harus terkait dengan lingkungan strategis tujuan; penggunaan dokumentasi yang lebih tua atau istilah khusus harus dilakukan dengan hati-hati, Sebelum meluncurkan pelaksanaan green accounting, setiap manajer harus bertanya pada diri sendiri: Bagaimana kita bisa beradaptasi dengan manajemen tradisional metode akuntansi atau bahkan metode yang lebih maju untuk green accounting? Bagaimana cara memulai pelaksanaan? Bagaimana cara mencapai objek pelaksanaan? Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas dapat disintesis dalam jadwal yang harus diikuti untuk menerapkan green accounting. jadwal ini terdiri dari sebagai berikut tahap: Tahap satu. Menyiapkan tujuan green accounting.
Berikut adalah serangkaian pertanyaan yang diajukan oleh manajemen perusahaan. Pertanyaan satu. Apa tujuan utama green accounting? Jawaban: Tidak ada tujuan tunggal. Di antara tujuan mungkin, kita bisa daftar: mengidentifikasi, mengumpulkan, menghitung dan menganalisis materi dan energi yang terkait biaya; pelaporan internal dan menggunakan informasi tentang biaya lingkungan; menyediakan biaya-biaya lain yang terkait, informasi dalam proses pengambilan keputusan, dengan tujuan untuk mengadopsi keputusan yang efisien dan berkontribusi perlindungan lingkungan. Pertanyaan kedua. Apa keuntungan dan kelemahan green accounting? Jawaban: Keuntungan: mengadopsi keputusan tentang keuangan kinerja organisasi dan green accounting,memberikan informasi yang berguna untuk mencapai biaya minimisasi target (khususnya lingkungan) dan dampak negatif terhadap lingkungan, menyajikan data tentang biaya yang diperlukan untuk memperkirakan dampak keuangan seperti inisiatif sebagai:mencegah polusi, merancang dan hijau lingkungan akuntansi perbaikan;proyeksi, biaya, memperkirakan siklus hidup di lingkungan;sirkulasi produk administrasi dari lingkungan calon; proses pasokan dari perspektif lingkungan;produk atau itu kewajiban produsen;lingkungan yang berpusat pada sistem manajemen;menilai, pengujian dan pelaporan kinerja kegiatan lingkungan; pelaporan kinerja tersebut; sumber informasi lainnya rutin manajerial kegiatan seperti: desain produk dan proses,biaya distribusi dan kontrol, penganggaran modal,proses penawaran, kebijakan harga, kinerja evaluasi.Kekurangan: pelaksanaan green acoounting tidak mewakili suatu jaminan untuk memperoleh keuangan kinerja atau lingkungan terkait.

Mengenal Pasar Modal

Posted Wednesday, May 13th, 2015

REKSADANA

 

Reksadana adalah wadah dan pola pengelolaan dana/modal bagi sekumpulan investor untuk berinvestasi dalam instrumen-instrumen investasi yang tersedia di Pasar dengan cara membeli unit penyertaan reksadana. Dana ini kemudian dikelola oleh Manajer Investasi (MI) ke dalam portofolio investasi, baik berupa saham, obligasi, pasar uang ataupun efek/sekuriti lainnya.

Menurut Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995 pasal 1, ayat (27): “Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat Pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.”

Dari kedua definisi di atas, terdapat tiga unsur penting dalam pengertian Reksadana yaitu:

  1. Reksadana merupakan kumpulan dana dan pemilik (investor).
  2. Diinvestasikan pada efek yang dikenal dengan instrumen investasi.
  3. Reksadana tersebut dikelola oleh manajer investasi.
  4. Reksadana tersebut merupakan instrumen jangka menengah dan pajang

Pada reksadana, manajemen investasi mengelola dana-dana yang ditempatkannya pada surat berharga dan merealisasikan keuntungan ataupun kerugian dan menerima dividen atau bunga yang dibukukannya ke dalam “Nilai Aktiva Bersih” (NAB) reksadana tersebut.

Kekayaan reksadana yang dikelola oleh manajer investasi tersebut wajib untuk disimpan pada bank kustodian yang tidak terafiliasi dengan manajer investasi, dimana bank kustodian inilah yang akan bertindak sebagai tempat penitipan kolektif dan administratur.

Bentuk Hukum Reksadana

Berdasarkan Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 pasal 18, ayat (1), bentuk hukum Reksadana di Indonesia ada dua, yakni Reksadana berbentuk Perseroan Terbatas (PT. Reksa Dana) dan Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK).

Reksa Dana berbentuk Perseroan (PT. Reksa Dana)

suatu perusahaan (perseroan terbatas), yang dari sisi bentuk hukum tidak berbeda dengan perusahaan lainnya. Perbedaan terletak pada jenis usaha, yaitu jenis usaha pengelolaan portofolio investasi.

Kontrak Investasi Kolektif

kontrak yang dibuat antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang juga mengikat pemegang Unit Penyertaan sebagai Investor. Melalui kontrak ini Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio efek dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan dan administrasi investasi.

Karakteristik Reksadana

Berdasarkan karakteristiknya maka reksadana dapat digolongkan sebagai berikut:

Reksadana Terbuka

adalah reksadana yang dapat dijual kembali kepada Perusahaan Manajemen Investasi yang menerbitkannya tanpa melalui mekanisme perdagangan di Bursa efek. Harga jualnya biasanya sama dengan Nilai Aktiva Bersihnya. Sebagian besar reksadana yang ada saat ini adalah merupakan reksadana terbuka.

Reksadana Tertutup

adalah reksadana yang tidak dapat dijual kembali kepada perusahaan manajemen investasi yang menerbitkannya. Unit penyertaan reksadana tertutup hanya dapat dijual kembali kepada investor lain melalui mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Harga jualnya bisa diatas atau dibawah Nilai Aktiva Bersihnya.

Jenis-jenis Reksadana

  1. Reksadana Saham.

Reksadana saham adalah reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat ekuitas (saham). Efek saham umumnya memberikan potensi hasil yang lebih tinggi berupa capital gain melalui pertumbuhan harga-harga saham dan deviden. Reksadana saham memberikan potensi pertumbuhan nilai investasi yang paling besar demikian juga dengan risikonnya.

  1. Reksadana Campuran.

Reksadana campuran adalah reksadana yang melakukan investasi dalam efek ekuitas dan efek hutang yang perbandingannya tidak termasuk dalam kategori reksadana pendapatan tetap dan reksadana saham. Potensi hasil dan risiko reksadana campuran secara teoritis dapat lebih besar dari reksadana pendapatan tetap namun lebih kecil dari reksadana saham.

  1. Reksadana Pendapatan Tetap.

Reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang malakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat hutang. Risiko investasi yang lebih tinggi dari reksadana pasar uang membuat nilai return bagi reksadana jenis ini juga lebih tinggi tapi tetap lebih rendah daripada reksadana campuran atau saham.

  1. Reksadana Pasar Uang.

Reksadana pasar uang adalah reksadana yang melakukan investasi 100% pada efek pasar uang yaitu efek hutang yang berjangka kurang dari satu tahun. Reksadana pasar uang merupakan reksadana yang memiliki risiko terendah namun juga memberikan return yang terbatas.

Nilai Aktiva Bersih

NAB (Nilai Aktiva Bersih) merupakan salah satu tolak ukur dalam memantau hasil dari suatu Reksa Dana.NAB per saham/unit penyertaan adalah harga wajar dari portofolio suatu Reksadana setelah dikurangi biaya operasional kemudian dibagi jumlah saham/unit penyertaan yang telah beredar (dimiliki investor) pada saat tersebut.

Manfaat Reksadana

Reksa Dana memiliki beberapa manfaat yang menjadikannya sebagai salah satu alternatif investasi yang menarik antara lain:

  1. Dikelola oleh manajemen profesional

Pengelolaan portofolio suatu Reksa Dana dilaksanakan oleh Manajer Investasi yang memang mengkhususkan keahliannya dalam hal pengelolaan dana. Peran Manajer Investasi sangat penting mengingat Pemodal individu pada umumnya mempunyai keterbatasan waktu, sehingga tidak dapat melakukan riset secara langsung dalam menganalisa harga efek serta mengakses informasi ke pasar modal.

  1. Diversifikasi investasi

Diversifikasi atau penyebaran investasi yang terwujud dalam portofolio akan mengurangi risiko (tetapi tidak dapat menghilangkan), karena dana atau kekayaan Reksa Dana diinvestasikan pada berbagai jenis efek sehingga risikonya pun juga tersebar. Dengan kata lain, risikonya tidak sebesar risiko bila seorang membeli satu atau dua jenis saham atau efek secara individu.

  1. Transparansi informasi

Reksa Dana wajib memberikan informasi atas perkembangan portofolionya dan biayanya secara kontinyu sehingga pemegang Unit Penyertaan dapat memantau keuntungannya, biaya, dan risiko setiap saat.Pengelola Reksa Dana wajib mengumumkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) nya setiap hari di surat kabar serta menerbitkan laporan keuangan tengah tahunan dan tahunan serta prospektus secara teratur sehingga Investor dapat memonitor perkembangan investasinya secara rutin.

  1. Likuiditas yang tinggi

Agar investasi yang dilakukan berhasil, setiap instrumen investasi harus mempunyai tingkat likuiditas yang cukup tinggi. Dengan demikian, Pemodal dapat mencairkan kembali Unit Penyertaannya setiap saat sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing Reksadana sehingga memudahkan investor mengelola kasnya. Reksadana terbuka wajib membeli kembali Unit Penyertaannya sehingga sifatnya sangat likuid.

  1. Biaya Rendah

Karena reksadana merupakan kumpulan dana dari banyak pemodal dan kemudian dikelola secara profesional, maka sejalan dengan besarnya kemampuan untuk melakukan investasi tersebut akan menghasilkan pula efisiensi biaya transaksi.

Biaya transaksi akan menjadi lebih rendah dibandingkan apabila Investor individu melakukan transaksi sendiri di bursa.

Risiko Investasi Reksa Dana

Untuk melakukan investasi Reksa Dana, Investor harus mengenal jenis risiko yang berpotensi timbul apabila membeli Reksadana.

  1. Risiko menurunnya NAB (Nilai Aktiva Bersih) Unit Penyertaan

Penurunan ini disebabkan oleh harga pasar dari instrumen investasi yang dimasukkan dalam portofolio Reksadana tersebut mengalami penurunan dibandingkan dari harga pembelian awal. Penyebab penurunan harga pasar portofolio investasi Reksadana bisa disebabkan oleh banyak hal, di antaranya akibat kinerja bursa saham yang memburuk, terjadinya kinerja emiten yang memburuk, situasi politik dan ekonomi yang tidak menentu, dan masih banyak penyebab fundamental lainnya.

  1. Risiko Likuiditas

Potensi risiko likuiditas ini bisa saja terjadi apabila pemegang Unit Penyertaan reksadana pada salah satu Manajer Investasi tertentu ternyata melakukan penarikkan dana dalam jumlah yang besar pada hari dan waktu yang sama. Istilahnya, Manajer Investasi tersebut mengalami rush (penarikan dana secara besar-besaran) atas Unit Penyertaan reksadana. Hal ini dapat terjadi apabila ada faktor negatif yang luar biasa sehingga memengaruhi investor reksadana untuk melakukan penjualan kembali Unit Penyertaan reksadana tersebut. Faktor luar biasa tersebut di antaranya berupa situasi politik dan ekonomi yang memburuk, terjadinya penutupan atau kebangkrutan beberapa emiten publik yang saham atau obligasinya menjadi portofolio Reksadana tersebut, serta dilikuidasinya perusahaan Manajer Investasi sebagai pengelola Reksadana tersebut.

  1. Risiko Pasar

Risiko Pasar adalah situasi ketika harga instrumen investasi mengalami penurunan yang disebabkan oleh menurunnya kinerja pasar saham atau pasar obligasi secara drastis. Istilah lainnya adalah pasar sedang mengalami kondisi bearish, yaitu harga-harga saham atau instrumen investasi lainnya mengalami penurunan harga yang sangat drastis. Risiko pasar yang terjadi secara tidak langsung akan mengakibatkan NAB (Nilai Aktiva Bersih) yang ada pada Unit Penyertaan Reksadana akan mengalami penurunan juga. Oleh karena itu, apabila ingin membeli jenis Reksadana tertentu, Investor harus bisa memperhatikan tren pasar dari instrumen portofolio Reksadana itu sendiri.

  1. Risiko Default

Risiko Default terjadi jika pihak Manajer Investasi tersebut membeli obligasi milik emiten yang mengalami kesulitan keuangan padahal sebelumnya kinerja keuangan perusahaan tersebut masih baik-baik saja sehingga pihak emiten tersebut terpaksa tidak membayar kewajibannya. Risiko ini hendaknya dihindari dengan cara memilih Manajer Investasi yang menerapkan strategi pembelian portofolio investasi secara ketat.

Exchange Traded Fund

Exchange traded fund (ETF) [2] adalah sebuah reksadana yang merupakan suatu inovasi dalam dunia industri reksadana yang sifatnya mirip dengan suatu perusahaan terbuka dimana unit penyertaannya dapat diperdagangkan di bursa.

ETF ini adalah merupakan kombinasi dari reksadana tertutup dan reksadana terbuka, dan ETF ini biasanya adalah merupakan reksadana yang mengacu kepada indeks saham.

ETF ini lebih efisien daripada reksadana konvensional seperti yang kita kenal saat ini, dimana reksadana senantiasa menerbitkan unit penyertaan baru setiap harinya dan membeli kembali yang dijual oleh pemegang unit (manajer investasi harus menjual surat berharga yang merupakan aset reksadana tersebut untuk memenuhi kewajibannya membeli unit penyertaan yang dijual, sedangkan unit penyertaan ETF diperdagangkan langsung di bursa setiap hari (menyerupai reksadana tertutup, dimana tidak ada dapat dijual kembali kepada manajer investasi)

Di Indonesia, ETF ini disebut “Reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif yang unit penyertaannya diperdagangkan di bursa efek“, dan pada hari senin tanggal 4 Desember 2006, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) telah menerbitkan suatu aturan baru yaitu peraturan nomor IV.B.3 tentang “Reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif yang unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek”. [

 

IHSG

Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa Inggris disebut juga Jakarta Composite Index, JCI, atau JSX Composite) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham.[1]

 

JII

Jakarta Islamic Index atau biasa disebut JII adalah salah satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung index harga rata-rata saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi kriteria syariah. Pembentukan JII tidak lepas dari kerja sama antara Pasar Modal Indonesia (dalam hal ini PT Bursa Efek Jakarta) dengan PT Danareksa Invesment Management (PT DIM). JII telah dikembangkan sejak tanggal 3 Juli 2000. Pembentukan instrumen syariah ini untuk mendukung pembentukan Pasar Modal Syariah yang kemudian diluncurkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 2003. Mekanisme Pasar Modal Syariah meniru pola serupa di Malaysia yang digabungkan dengan bursa konvensional seperti Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Setiap periodenya, saham yang masuk JII berjumlah 30 (tiga puluh) saham yang memenuhi kriteria syariah. JII menggunakan hari dasar tanggal 1 Januari 1995 dengan nilai dasar 100.

Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek. JII juga diharapkan dapat mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis syariah di Indonesia. JII menjadi jawaban atas keinginan investor yang ingin berinvestasi sesuai syariah. Dengan kata lain, JII menjadi pemandu bagi investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah tanpa takut tercampur dengan dana ribawi. Selain itu, JII menjadi tolak ukur kinerja (benchmark) dalam memilih portofolio saham yang halal.

Pemilihan Saham untuk Indeks

Penentuan kriteria dalam pemilihan saham dalam JII melibatkan Dewan Pengawas Syariah PT DIM. Saham-saham yang akan masuk ke JII harus melalui filter syariah terlebih dahulu. Berdasarkan arahan Dewan Pengawas Syariah PT DIM, ada 4 syarat yang harus dipenuhi agar saham-saham tersebut dapat masuk ke JII:

  1. emiten tidak menjalankan usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang
  2. bukan lembaga keuangan konvensional yang menerapkan sistem riba, termasuk perbankan dan asuransi konvensional
  3. usaha yang dilakukan bukan memproduksi, mendistribusikan, dan memperdagangkan makanan/minuman yang haram
  4. tidak menjalankan usaha memproduksi, mendistribusikan, dan menyediakan barang/jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat

Selain filter syariah, saham yang masuk ke dalam JII harus melalui beberapa proses penyaringan (filter) terhadap saham yang listing, yaitu:

  • Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan, kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar.
  • Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang memiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva maksimal sebesar 90%.
  • Memilih 60 saham dari susunan saham di atas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama 1 (satu) tahun terakhir.
  • Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama 1 (satu) tahun terakhir.

Pengkajian ulang akan dilakukan 6 (enam) bulan sekali dengan penentuan komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha utama emiten akan dimonitor secara terus menerus berdasarkan data publik yang tersedia. Perusahaan yang mengubah lini bisnisnya menjadi tidak konsisten dengan prinsip syariah akan dikeluarkan dari indeks. Sedangkan saham emiten yang dikeluarkan akan diganti oleh saham emiten lain. Semua prosedur tersebut bertujuan untuk mengeliminasi saham spekulatif yang cukup likuid. Sebagian saham-saham spekulatif memiliki tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler yang tinggi dan tingkat kapitalisasi pasar yang rendah.

Perhitungan Indeks

Perhitungan JII dilakukan oleh BEJ dengan menggunakan metode perhitungan indeks yang telah ditetapkan yaitu dengan bobot kapitalisasi pasar (market cap weighted). Perhitungan indeks ini juga mencakup penyesuaian – penyesuaian (adjustments) akibat berubahnya data emiten yang disebabkan adanya corporate action.

 

Definisi Indeks LQ 45

Indeks LQ 45 adalah nilai kapitalisasi pasar dari 45 saham yang paling likuid dan memiliki nilai kapitalisasi yang besar hal itu merupakan indikator likuidasi. Indeks LQ 45, menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan Likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan Agustus). Dengan demikian saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah.

 

Beberapa kriteria – kriteria seleksi untuk menentukan suatu emiten dapat masuk dalam perhitungan indeks LQ 45 adalah :

  1. Kriteria yang pertama adalah :
    1. Berada di TOP 95 % dari total rata – rata tahunan nilai transaksi saham di pasar reguler.
    2. Berada di TOP 90 % dari rata – rata tahunan kapitalisasi pasar.

    b. Kriteria yang kedua adalah :
    1.) Merupakan urutan tertinggi yang mewakili sektornya dalam klasifikasi industri BEJ sesuai dengan nilai kapitalisasi pasarnya.
    2.) Merupakan urutan tertinggi berdasarkan frekuensi transaksi (Tjiptono, 2001, p. 95-96).

Indeks LQ 45 hanya terdiri dari 45 saham yang telah terpilih melalui berbagai kriteria pemilihan, sehingga akan terdiri dari saham-saham dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi. Saham-saham pada indeks LQ 45 harus memenuhi kriteria dan melewati seleksi utama sebagai berikut :

  1. Masuk dalam ranking 60 besar dari total transaksi saham di pasar reguler (rata-rata nilai transaksi selama 12 bulan terakhir).
    2. Ranking berdasar kapitalisasi pasar (rata-rata kapitalisasi pasar selama 12 bulan terakhir)
    3. Telah tercatat di BEJ minimum 3 bulan
    4. Keadaan keuangan perusahaan dan prospek pertumbuhannya, frekuensi dan jumlah hari perdagangan transaksi pasar reguler.

Saham-saham yang termasuk didalam LQ 45 terus dipantau dan setiap enam bulan akan diadakan review (awal Februari, dan Agustus). Apabila ada saham yang sudah tidak masuk kriteria maka akan diganti dengan saham lain yang memenuhi syarat. Pemilihan saham – saham LQ 45 harus wajar, oleh karena itu BEJ mempunyai komite penasehat yang terdiri dari para ahli di BAPEPAM, Universitas, dan Profesional di bidang pasar modal. (factbook 1997, Jakarta Stock Exchange).
Faktor –faktor yang berperan dalam pergerakan Indeks LQ 45, yaitu :

  1. Tingkat suku bunga SBI sebagai patokan (benchmark) portofolio investasi di pasar keuangan Indonesia,
    2. Tingkat toleransi investor terhadap risiko, dan
    3. Saham – saham penggerak indeks (index mover stocks) yang notabene merupakan saham berkapitalisasi pasar besar di BEJ.


Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap naiknya Indeks LQ 45 adalah :

1. Penguatan bursa global dan regional menyusul penurunan harga minyak mentah dunia, dan
2. Penguatan nilai tukar rupiah yang mampu mengangkat indeks LQ 45 ke zone positif.

Tujuan indeks LQ 45 adalah sebagai pelengkap IHSG dan khususnya untuk menyediakan sarana yang obyektif dan terpercaya bagi analisis keuangan, manajer investasi, investor dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitor pergerakan harga dari saham-saham yang aktif diperdagangkan.

MENGENAL INDEKS HARGA SAHAM

Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu.

Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui trend pergerakan harga saham saat ini; apakah sedang naik, stabil atau turun. Misal, jika di awal bulan nilai indeks 300 dan saat ini di akhir bulan menjadi 360, maka kita dapat mengatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar 20%.

Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat pula.

Di Bursa Efek Indonesia terdapat berbagai jenis indeks, antara lain:

 

  • Indeks Individual

Menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI.

 

  • Indeks Harga Saham Sektoral,

Menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor, misalnya sektor keuangan, pertambangan, dan lain-lain. Di BEI indeks sektoral terbagi atas sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka industri, konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur.

 

  • Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG (composite stock price index),

Menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks.

 

  • Indeks LQ 45,

Yaitu indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap 6 bulan terdapat saham-saham baru yang masuk kedalam LQ 45 tersebut.

 

  • Indeks Syariah atau JII (Jakarta Islamic Index).

JII merupakan indeks yang terdiri 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau Indeks yang berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, dalam Indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat Islam.

Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:

  • Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
  • Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
  • Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram
  • Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.

 

  • Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan. Yaitu indeks harga saham yang secara khusus didasarkan pada kelompok saham yang tercatat di BEI yaitu kelompok Papan Utama dan Papan Pengembangan.

 

  • Indeks Kompas 100

Merupakan suatu indeks saham dari 100 saham perusahaan publik yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Indeks ini merupakan bentuk kerjasama antara BEI dengan media cetak dalam hal ini kompas, dan diterbitkan pada tanggal 10 Agustus 2007. Seratus saham yang terpilih adalah saham yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi, nilai kapitalisasi pasar yang besar, memiliki fundamental serta kinerja yang baik.

 

INDEKS OBLIGASI PEMERINTAH

Indeks Obligasi Pemerintah pertama kali diluncurkan pada tanggal 01 Juli 2004, sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat pasar modal dalam memperoleh data sehubungan dengan informasi perdagangan obligasi pemerintah.

Indeks Obligasi memberikan nilai lebih, antara lain:

  • Sebagai barometer dalam melihat perubahan yang terjadi di pasar obligasi.
  • Sebagai alat analisa teknikal untuk pasar obligasi pemerintah
  • Benchmark dalam mengukur kinerja portofolio obligasi
  • Analisa pengembangan instrumen obligasi pemerintah.

Formula yang digunakan dalam pengembangan informasi Indeks Obligasi Pemerintah:

  • Price (Performance) Index
  • Yield Index
  • Total Return Index

Diharapkan dengan adanya Indeks Obligasi Pemerintah ini akan memenuhi kebutuhan Pasar Modal di Indonesia, khususnya Pasar Obligasi dalam pembentukan transparansi harga di Pasar, sehingga terwujud harga wajar obligasi dan pasar yang efisien.

 

Syarat Penyerahan Barang

Posted Monday, May 4th, 2015

Dalam perjanjian jual beli syarat penyerahan barang berhubungan dengan berpindahnya hak milik atas barang yang diperjualbelikan. Dalam hal ini ditentukan siapa yang akan menanggung biaya pengangkutan. Sehingga syarat penyerahan merupakan suatu kesepakatan antara penjual dengan pembeli tentang pemindahan hak milik disertai biaya pengiriman barang dari gudang penjual sampai digudang pembeli.

Untuk lebih jelasnya berikut dikemukakan beberapa syarat penyerahan barang yang umumnya terjadi dalam jual beli.

a. Franko gudang pembeli
Artinya barang yang diperjualbelikan akan menjadi hak milik pembeli pada saat barang tersebut sampai di gudang pembeli. Sehingga segala bentuk resiko yang timbul selama dalam perjalanan menjadi tanggung jawab penjual termasuk ongkos angkut barang tersebut.
b. Franko gudang penjual
Artinya barang yang sudah diperjualbelikan akan menjadi hak milik pembeli pada saat barang sudah keluar dari gudang penjual, dan segala bentuk resiko yang timbul selama dalam perjalanan menjadi tanggung jawab pembeli termasuk ongkos angkut barang tersebut.
c. Free On Board Shipping point
Syarat ini berlaku untuk pengiriman barang yang menggunakan kapal laut. Artinya barang yang diperjualbelikan menjadi hak milik pembeli pada saat barang sudah sampai di atas kapal di pelabuhan penjual, sehingga segala sesuatu resiko yang timbul dalam perjalanan sampai di gudang pembeli menjadi tanggung jawab pembeli. Syarat ini dalam transaksi biasa ditulis FOB shipping point.

FOB Shipping Point ataupun franco penjual, itu berarti penyerahan barang dilakukan ditempat penjual. Hal ini berarti segala bentuk biaya transformasi  dan resiko yang timbul dari tempat penjual sampai ketempat pembeli ditanggung sepenuhnya oleh pembeli.

d. Free On Board Destination point
Syarat ini berlaku dalam pengiriman barang menggunakan kapal laut. Artinya barang yang sudah diperjualbelikan menjadi hak milik pembeli saat barang tersebut sudah di atas kapal di pelabuhan pembeli. Sehingga semua resiko yang timbul dalam perjalanan dari gudang penjual sampai di atas kapal (dalam perjalanan) menjadi tanggungan penjual. Sedangkan resiko yang terjadi selama dari pelabuhan pembeli ke gudang pembeli menjadi tanggungan pembeli. Jadi ongkos angkut dari gudang penjual, ongkos bongkar muat dan ongkos kapal sepenuhnya tanggungan penjual. Dalam transaksi syarat ini biasa ditulis FOB destination.

FOB Destination Point ataupun franco pembeli, berarti segala bentuk kegiatan penyerahan barang dilakukan ditempat pembeli. Hal ini berarti segala bentuk biaya dan resiko yang timbul dalam hal pengiriman barang dari tempat penjual ketempat pembeli menjadi tanggung jawab dari pihak penjual.

e. Cost Insurance and Freight (CIF)
Artinya dalam perjanjian jual beli disepakati bahwa penjual menanggung semua biaya angkut serta premi asuransi barang dalam perjalanan. Kadang-kadang syarat ini dilengkapi lagi dengan tanggungan biaya komisi oleh penjual, sehingga syarat ini ditulis menjadi CIFIC (Cost Insurance and Freight Inclusive Comission).

Cost, Insurance, and Freight ( CIF ) yaitu syarat penyerahan yang menyebutkan    bahw penjual bertanggungjawab atas biaya pengiriman dan ansuransikerugian barang yang dikirim atau dijual sampai gudang pembeli.

 

 

  • LOCO (ex.works)
    Penyerahan barang di gudang penjual dalam kedaan seperti aslinya di gudang penjual. Karena penyerahan barang dilakukan di gudang penjual maka biaya pengangkutan di darat maupun di laut menjadi beban pembeli. Kalau pembeli ingin merubah kemasan, ongkos pengepakan ini pun ditanggung pembeli.
  • FOB (Free on Board)
    Poin perubahan kepemilikan barang adalah saat barang sudah dinaikkan ke atas kapal. Dalam hal ini semua biaya sampai barang selesai dimuat di atas kapal sudah termasuk dalam harga yang disebut. Ini berarti termasuk ongkos pengepakan, pengangkutan ke pelabuhan, dan ongkos muat ke atas kapal di samping harga barangnya sendiri.
  • C&F (Cost and Freight)
    Barang beralih kepemilikan barang pada pelabuhan tujuan (destination port). Biayanya adalah biaya FOB ditambah dengan ongkos angkut laut (freight) dari pelabuhan muat (loading port) sampai ke pelabuhan tujuan (destination port) yang diinginkan oleh importir atau pembeli, termasuk harga barang itu sendiri. Dengan kata lain, biayanya terdiri dari ongkos angkut dari gudang ke pelabuhan muat (forwarding fee), dan ongkos angkut laut serta ongkos dokumen pengapalan (shipping charges).
  • CIF (Cost, Insurance and Freight)
    Titik pengalihan kepemilikan barang sama dengan C&F yaitu pada pelabuhan tujuan (destination port). Biaya CIF adalah segala biaya sebagaimana dalam C&F ditambah premi asuransi ( Insurance Premium).
  • Franco
    Harga pembelian sudah termasuk semua biaya sampai barang dibongkar di gudang pembeli. Jadi berarti termasuk bea-bea yang harus dibayar seperti bea masuk, pajak masuk, dan ditambah dengan ongkos angkut dari pelabuhan tujuan ke gudang pembeli dan ongkos bongkar di gudang pembeli. Cara penjualan franco gudang pembeli ini jarang sekali terjadi di dalam perdagangan luar negeri.

Selain lima jenis penyerahan barang di atas, masih terdapat tiga jenis lagi penyerahan barang yang mempengaruhi harga barang, yaitu:

  • F.O.T ( Free On Truck ) = harga barang sampai di atas truk
  • F.I.W (Free In Wagon ) = harga barang sampai di dalam gerbong
  • F.A.S (Free Alongside Ship) = harga termasuk sampai barang siap di pelabuhan, untuk dimuat ke kapal

 

Akuntansi Penjualan Angsuran

Posted Monday, April 20th, 2015

Penjualan Angsuran

(Barang Tidak Bergerak/Bukan Barang Dagang)

 

 

 

  1. Pendahuluan

Metode penjualan angsuran pada mulanya berasal dari penjualan   rumah pada perusahaan   real

estate, tetapi pada masa sekarang penjualan dengan metode ini telah berkembang pada perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan kendaraan seperti mobil, motor; mesin; alat-alat rumah tangga dan lainnya. Bahkan pada beberapa jenis industri metode penjualan angsuran ini telah menjadi kunci utama dalam mencapai operasi skala besar.

Metode penjualan angsuran ini cukup berkembang pesat dan disukai di kalangan usahawan dan juga di kalangan pembeli. Bagi usahawan metode ini telah meningkatkan jumlah penjualan yang tentunya meningkatkan laba, bagi pembeli mereka merasa lebih ringan dalam hal pembayaran untuk melunasi barang yang dicicil tersebut.

Meskipun dengan metode ini resiko atas tidak tertagihnya piutang akan meningkat, tetapi kelemahan metode ini dapat diatasi dengan meningkatnya volume penjualan perusahaan.

Bagi akuntan, penjualan angsuran menimbulkan beberapa masalah. Masalah utama adalah : “membandingkan antara beban dan pendapatan” (matching of costs and revenues), yaitu :

  1. Apakah laba kotor dari penjualan angsuran dianggap telah direalisasi pada saat terjadinya penjualan ataukah harus diakui selama masa kontrak angsuran tersebut?
  2. Apa yang harus dilakukan terhadap beban sehubungan dengan penjualan angsuran yang terjadi pada periode setelah penjualan tersebut?
  3. Bagaimana menangani persoalan piutang usaha angsuran yang tidak dapat tertagih, pertukaran, dan pemilikkan kembali barang angsuran?

 

  1. Pengertian Penjualan Angsuran

Penjualan angsuran adalah penjualan barang atau jasa yang dilaksanakan dengan perjanjian dimana pembayaran dilakukan secara bertahap atau berangsur. Biasanya pada saat barang atau jasa diserahkan kepada pembeli, penjual menerima uang muka (down payment) sebagai pembayaran pertama dan sisanya diangsur dengan beberapa kali angsuran. Karena penjualan harus menunggu beberapa periode untuk menagih seluruh piutang penjulannya, maka biasanya pihak penjual akan membebankan bunga atas saldo yang belum diterimanya.

Resiko atas tidak tertagihnya piutang usaha angsuran ini sangat tinggi, mungkin saat akan dilakukan penjualan angsuran telah dilakukan survai atas pembeli dan memperoleh hasil yang baik. Karena penagihan piutang usaha angsuran memakan waktu yang cukup lama (beberapa periode), hal tersebut kemungkinan dapat merubah hasil survai yang telah dilakukan semula terhadap pembeli. Untuk menghindari hal-hal demikian, penjual biasanya akan membuat kontrak jual beli (security agreement), yang memberikan hak kepada penjual untuk menarik kembali barang yang telah di jual dari pembeli.

Untuk mengurangi barang angsuran tersebut dari resiko terbakar atau hilang, pihak penjual dapat menetapkan syarat bagi pembeli agar barang angsuran tersebut diasuransikan untuk kepentingkan pihak penjual. Premi asuransi ditanggung oleh pembeli, jika barang angsuran hilang atau terbakar, pihak asuransi akan membayar ganti rugi kepada penjual dan bukan pembeli. Kadang kala mungkin jiwa dari pembeli diwajibkan oleh penjual untuk diasuransikan dengan premi auransi atas tanggungan si pembeli.

Jadi untuk melindungi kepentingan penjual dari kemungkinan tidak ditepatinya kewajiban-kewajiban oleh pihak pembeli, maka terdapat beberapa bentuk perjanjian atau kontrak penjualan angsuran, sebagai berikut :

  1. Perjanjian penjualan bersyarat (conditional sales contract), di mana barang-barang telah diserahkan, tetapi hak atas barang-barang masih berada di tangan penjual sampai seluruh pembayarannya sudah lunas.
  2. Pada saat perjanjian ditandatangani dan pembayaran pertama telah dilakukan, hak milik dapat diserahkan kapada pembeli, tetapi dengan menggadaikan atau menghipotikan untuk bagian harga penjualan yang belum dibayar kapada si penjual.
  3. Hak milik atas barang-barang untuk sementara diserahkan kepada suatu badan “trust” (trustee) sampai pembayaran harga penjualan dilunasi. Setelah pembayaran lunas oleh pembeli, baru trustee menyerahkan hak atas barang-barang itu kepada pembeli. Perjanjian semacam ini dilakukan dengan membuat akta kepercayaan (trust deed / trust indenture).
  4. Beli sewa (lease-purchase) dimana barang-barang yang telah diserahkan kepada pembeli. Pembayaran angsuran dianggap sewa sampai harga dalam kontrak telah dibayar lunas, baru sesudah itu hak milik berpidah kepada pembeli.

 

Penjualan angsuran dengan bentuk-bentuk perjanjian tersebut di atas dilaksanakan untuk barang-barang tidak bergerak / barang yang bukan barang dagang, seperti : gedung, tanah, dan aktiva-aktiva tetap lainnya. Apabila terjadi tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban oleh pembeli, maka penjual tetap memiliki hak untuk memiliki kembali barang yang dijualnya, tetapi nilainya sisa barang itu mungkin akan lebih rendah dari nilai barang berdasarkan perhitungan yang sesuai dengan perjanjian yang ada sehingga pemilikan kembali tersebut dapat menimbulkan kerugian.

Untuk mengurangi kemungkinan kerugian yang terjadi pemilikan kembali, maka faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh penjual adalah sebagai berikut :

  1. Besarnya pembayaran pertama atau down payment harus cukup untuk menutup besarnya semua kemungkinan terjadinya penurunan harga barang tersebut dari semula barang baru menjadi barang bekas.
  2. Jangka waktu pembayaran di antara angsuran yang satu dengan yang lain hendaknya tidak terlalu lama, kalau dapat tidak lebih dari satu bulan.
  3. Besarnya pembayaran angsuran periodik harus diperhitungkan cukup untuk menutup kemungkinan penurunan nilai barang-barang yang ada selama jangka pembayaran yang satu dengan pembayaran angsuran berikutnya.

 

  • Metode Pengakuan Laba Kotor Pada Penjualan Angsuran

Untuk menghitung laba bersih pada penjualan angsuran adalah sangat kompleks, karena beban sehubungan dengan penjualan angsuran tersebut tidak hanya terjadi pada saat penjualan angsuran             tersebut dilakukan, melainkan akan terjadi sepanjang penjualan angsuran tersebut belum dilunasi.

Sesuai dengan konsep akuntasni yaitu membandingkan antara beban dengan pendapatan (matching costs against revenue), maka pada saat penjualan angsuran dapat ditentukan nilai dari penjualan, harga pokok dan beban yang terjadi pada periode tersebut. Karena penagihan penjualan angsuran meliputi beberapa periode, timbul masalah bagaimana beban yang terjadi pada periode berikutnya (misalkan beban penagihan, administrasi, perbaikan dan pemilikan kembali) sehubungan penagihan piutang usaha angsuran tersebut.

Untuk menghitung laba kotor dalam penjualan angsuran pada prakteknya dapat dilakukan dengan

dua metode, yaitu :

  1. Pengakuan Laba Kotor pada saat terjadinya penjualan angsuran.
  2. Pengakuan Laba Kotor sejalan dengan realisasi penerimaan kas.

 

  1. Pengakuan Laba Kotor pada saat terjadinya penjualan angsuran

Dalam metode ini seluruh laba kotor diakui pada saat terjadinya penjualan angsuran, atau dengan kata lain sama seperti penjualan pada umumnya yang ditandai oleh timbulnya piutang/tagihan kepada pelanggan. Apabila prosedur demikian diikuti maka sebagai konsekuensinya pengakuan terhadap biaya-biaya yang berhubungan dam dapat diidentifikasikan dengan pendapatan-pendapatan yang bersangkutan harus pula dilakukan.

Beban untuk pendapatan dalam periode yang bersangkutan harus meliputi biaya-biaya yang diperkirakan akan terjadi dalam hubungannya dengan pengumpulan piutang atas kontrak penjualan angsuran, kemungkinan tidak dapatnya piutang itu direalisasikan maupun kemungkinan rugi sebagai akibat pembatalan kontrak. Terhadap biaya yang ditaksir itu biasanya dibentuk suatu rekening Cadangan Kerugian Piutang.

Jika barang tidak bergerak dijual secara angsuran, perusahaan akan mendebit piutang usaha angsuran dan mengkredit perkiraan aktiva yang bersangkutan serta mengkredit pula laba atas penjualan aktiva tersebut.

Jurnalnya adalah:

Piutang usaha angsuran                                                                       xxxxxx

Aktiva tak gerak                                                                                 xxxxxx

Laba atas penjualan aktiva tak gerak                                                  xxxxxx

 

Pada metode ini memakai asumsi bahwa seluruh beban sehubungan dengan penjualan angsuran terjadi pada periode yang sama dengan penjualannya. Mengenai beban pada periode berikutnya, yaitu misalnya beban tidak tertagihnya piutang dan lain sebagainya, harus diestimasi pada periode terjadinya penjualan nagsuran yaitu dengan mendebit perkiraan beban dan mengkredit perkiraan penilaian asset seperti penyisihan biaya penjualan angsuran dan penyisihan piutang angsuran.

     Jurnalnya adalah:

Beban usaha                                                                            xxxxxx

Penyisihan piutang angsuran                                                               xxxxxx

 

Jika pada periode berikutnya penjualan nagsuran tersebut terjadi, perkiraan penyisihan tersebut   akan didebit, dan kas yang dikeluarkan serta saldo piutang usaha yang tidak tertagih akan dikredit.

Jurnalnya adalah:

Penyisihan piutang angsuran                                                   xxxxxx

Kas                                                                                                      xxxxxx

Piutang usaha angsuran                                                                       xxxxxx

 

  1. Laba kotor diakui sejalan dengan realisasi penerimaan kas

Dalam metode ini laba kotor diakui sesuai dengan realisasi penerimaan kas dari penjualan

angsuran yang diterima pada periode akuntansi yang bersangkutan.

Prosedur yang menghubungkan tingkat keuntungan dengan realisasi penerimaan angsuran pada perjanjian penjualan angsuran adalah:

  1. Penerimaan pembayaran pertama dicatat sebagai pengembalian harga pokok (Cost) dari barang-barang yang dijual atau service yang diserahkan, sesudah seluruh harga pokok (Cost) kembali, maka penerimaan-penerimaan selanjutnya baru dicatat sebagai keuntungan. Prosedur ini dianggap sangat konservatif. Dapat didukung jika timbul keraguan mengenai nilai yang dapat diperoleh kembali, baik yang berkaitan dengan saldo atau sisa kontrak cicilan maupun yang berkaitan dengan barang-barang yang terkena pemilikan kembali.
  2. Penerimaan pembayaran pertama dicatat sebagai realisasi keuntungan yang diperoleh sesuai dengan kontrak penjualan; sesudah seluruh keuntungan yang ada terpenuhi, maka penerimaan-penerimaan selanjutnya dicatat sebagai pengumpulan kembali atau pengembalian harga pokok (Cost).
  3. Setiap penerimaan pembayaran yang sesuai dengan perjanjian dicatat baik sebagai pengembalian harga pokok (Cost) maupun sebagai realisasi keuntungan di dalam perbandingan yang sesuai dengan posisi harga pokok dan keuntungan yang terjadi pada saat perjanjian penjualan angsuran ditandatangani. Di dalam hal ini keuntungan akan selalu sejalan dengan tingkat pembayaran angsuran selama jangka perjanjian.

Metode ini memberikan kemungkinan untuk mengakui, keuntungan prosporsional dengan tingkat penerimaan pembayaran angsuran. Di dalam akuntansi prosedur demikian dikenal dengan metode angsuran atau dasar angsuran (installment method or installment basis).

Pada metode ini jika harta tak gerak (bukan barang dagang) dijual secara angsuran, perusahaan akan mendebit perkiraan piutang usaha angsuran dan mengkredit harta yang bersangkutan serta mengkredit laba kotor yang ditangguhkan (yang belum direalisasi).

Jurnalnya adalah:

Piutang usaha angsuran                                                                      xxxxxx

Aktiva Tetap                                                                                      xxxxxx

Laba kotor yang ditangguhkan (yang belum direalisasi)                    xxxxxx

 

 

 

Mengenai penagihan piutang usaha angsuran tersebut akan dicatat dengan mendebit perkiraan kas dan mengkredit perkiraan piutang usaha

Jurnalnya adalah:

Kas                                                                                                      xxxxxx

Piutang usaha angsuran                                                                       xxxxxx

Selanjutnya pada akhir periode, saat dilakukan jurnal penyesuaian akan dicatat sbb:

Jurnalnya adalah:

Laba kotor yang belum direalisasi                                                      xxxxxx

Laba kotor yang direalisasi                                                                 xxxxxx

 

Laba kotor yang belum direalisasi adalah selisih antara penjualan angsuran dengan harga

pokoknya. Laba kotor yang berlum direalisasi akan direalisasi pada saat penerimaan piutang usaha angsuran yaitu dengan mengalikan presentase laba kotor dengan kas yang diterima dari piutang usaha angsuran tersebut.

Untuk menghitung presentase laba kotor yaitu dengan membagi laba kotor yang belum dieralisasi dengan penjualan angsuran yang bersangkutan dan hasilnya dikalikan 100%.

 

Laba kotor ditangguhkan = Penjualan – HPP (Harga Pokok Penjualan)

% Laba kotor = (Laba kotor yang belum direalisasi : Penjualan angsuran) x 100%

 

Contoh soal:

  1. PT Orascle telah membeli sebuah tanah di daerah Jakarta dengan harga perolehan Rp. 170.000.000,00. di samping itu PT Orascle juga membayar biaya-biaya lainnya seharga Rp. 10.000.000,00

Pada tanggal 1 mei 2000, PT Hadouken membeli tanah tersebut seharga Rp. 240.000.000,00. PT Hadouken membayar uang muka sebesar Rp. 40.000.000,00 dan sisanya akan dibayar angsuran sebanyak 10 kali setengah tahunan, setiap kali angsuran Rp. 20.000.000,00. PT Orascle mengenakan bunga 18% pertahun terhadap sisa angsuran. Komisi dan beban penjualan dibayar tunai sebesar 2% dari harga jual. Periode akuntansi perusahaan sama dengan tahun fiskal.

Diminta : Catatlah transaksi-transasksi tersebut ke dalam jurnal untuk tahun 2000 dan 2001, dengan menggunakan

  1. Laba kotor diakui pada saat penjualan
  2. Laba kotor diakui sejalan dengan realisasi penerimaan kas

 

Jawaban:

  1. Laba kotor diakui pada saat penjualan

 

1 mei 2000

  • Penjualan tanah dengan harga jual 240.000.000,00

Piutang usaha angsuran                                                                  Rp. 240.000.000,00

Tanah                                                                                     Rp. 180.000.000,00

Laba atas penjualan tanah                                                    Rp. 60.000.000,00

 

  • Penerimaan uang muka

Kas                                                             Rp. 40.000.000,00

Piutang usaha angsuran                                                         Rp. 40.000.000,00

  • Dibayar komisi dan beban penjualan (2% x Rp. 240.000.000,00)

Beban komisi dan penjualan                       Rp. 4.800.000,00

Kas                                                                                        Rp. 4.800.000,00

 

1 november 2000

  • Dibayar angsuran pertama dan bunga (6/12 x 18% x Rp. 200.00.000,00)

Kas                                                             Rp. 38.000.000,00

Piutang usaha angsuran                                                         Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                 Rp. 18.000.000,00

 

31 desember 2000

  • Jurnal penyesuaian bunga (2/12 x 18% x Rp. 180.000.000)

Piutang Bunga                                            Rp. 5.400.000,00

Pendapatan bunga                                                                Rp. 5.400.000,00

  • Realisasi Laba kotor

Tidak ada jurnal

  • Ayat jurnal penutup

Laba atas penjualan tanah                          Rp. 60.000.000,00

Pendapatan bunga                                      Rp. 23.400.000,00

Beban komisi dan penjualan                                                  Rp. 4.800.000,00

Ikhtisar Rugi/Laba                                                                Rp. 78.600.000,00

 

1 januari 2001

  • Ayat jurnal pembalik

Pendapatan bunga                                      Rp. 5.400.000,00

Piutang bunga                                                                        Rp. 5.400.000,00

 

 

 

 

1 mei 2001

  • Penerimaan angsuran dan bunga (6/12 x 18% x Rp. 180.000.000,00)

Kas                                                             Rp. 36.200.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 16.200.000,00

 

1 november 2001

  • Penerimaan angsuran dan bunga (6/12 x 18% x Rp. 160.000.000,00)

Kas                                                             Rp. 34.400.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 14.400.000,00

 

31 desember 2001

  • Ayat jurnal penyesuaian bunga (2/12 x 18% x 140.000.000,00)

Piutang bunga                                             Rp. 4.200.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 4.200.000,00

 

  • Realisasi laba kotor

Tidak ada jurnal

 

  • Ayat jurnal penutup

Pendapatan bunga                                      Rp. 29.400.000,00

Ikhtisar rugi laba                                                                     Rp. 29.400.000,00

 

  1. Laba kotor diakui sejalan dengan penerimaan kas

 

1 mei 2000

  • Penjualan tanah seharga Rp. 240.000.000,00

Piutang usaha angsuran                              Rp. 240.000.000,00

Tanah                                                                                      Rp. 180.000.000,00

Laba kotor yang belum direalisasi                                          Rp. 60.000.000,00

 

  • Penerimaan uang muka

Kas                                                             Rp. 40.000.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 40.000.000,00

  • Dibayar komisi dan beban penjualan (2% x Rp. 240.000.000,00)

Beban komisi dan penjualan                       Rp. 4.800.000,00

Kas                                                                                          Rp. 4.800.000,00

 

1 november 2000

  • Dibayar angsuran pertama dan bunga (6/12 x 18% x Rp. 200.000.000,00)

Kas                                                             Rp. 38.000.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 18.000.000,00

 

31 desember 2000

  • Jurnal penyesuaian bunga (2/12 x 18% x Rp.180.000.000,00)

Piutang bunga                                             Rp. 5.400.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 5.400.000,00

  • Realisasi Laba kotor

Laba kotor yang belum direalisasi              Rp. 15.000.000,00

Realisasi laba kotor                                                                 Rp. 15.000.000,00

  • Ayat jurnal penutup

Realisasi laba kotor                                     Rp. 15.000.000,00

Pendapatan bunga                                      Rp. 23.400.000,00

Beban komisi dan penjualan                                                   Rp. 4.800.000,00

Ikhtisar rugi/laba                                                                     Rp. 33.600.000,00

 

1 januari 2001

  • Ayat jurnal pembalik

Pendapatan bunga                                      Rp. 5.400.000,00

Piutang bunga                                                                         Rp. 5.400.000,00

 

 

 

1 mei 2001

  • Penerimaan angsuran dan bunga (6/12 x 18% x Rp. 180.000.000,00)

Kas                                                             Rp. 36.200.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 16.200.000,00

 

1 november 2001

  • Penerimaan angsuran dan bunga (6/12 x 18% x Rp. 160.000.000,00)

Kas                                                             Rp. 34.400.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                  Rp. 14.400.000,00

 

31 desember 2001

  • Ayat jurnal penyesuaian bunga (2/12 x 18% x Rp. 140.000.000,00)

Piutang bunga                                             Rp. 4.200.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 4.200.000,00

  • Realisasi laba kotor (10% x Rp.40.000.000,00)

Laba kotor yang belum direalisasi              Rp. 10.000.000,00

Realisasi laba kotor                                                                 Rp. 10.000.000,00

  • Ayat jurnal penutup

Realisasi laba kotor                                     Rp. 10.000.000,00

Pendapatan bunga                                      Rp. 29.400.000,00

Iktisar rugi/laba                                                                       Rp. 39.400.000,00

 

 

Pada penjualan angsuran dengan metode pengakuan laba kotor pada saat penjualan terjadi, akan diakui laba kotor sebesar Rp. 60.000.000,00 pada tahun 2000, yaitu pada saat penjualan terjadi (jurnal tanggal 1 mei 2000).

Sedangkan pada metode pengakuan laba kotor sejalan dengan penerimaan kas juga akan mengakui laba kotor sebesar Rp. 60.000.000,00 pula. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut:

 

Tahun         Penerimaan angsuran              Presentase laba kotor              Pengakuan laba kotor

2000          Rp. 60.000.000,00                              25%                             Rp. 15.000.000,00

2001          Rp. 40.000.000,00                              25%                             Rp. 10.000.000,00

2002          Rp. 40.000.000,00                              25%                             Rp. 10.000.000,00

2003           Rp. 40.000.000,00                              25%                             Rp. 10.000.000,00

2004           Rp. 40.000.000,00                              25%                             Rp. 10.000.000,00

2005           Rp. 20.000.000,00                              25%                             Rp. 5.000.000,00

 

Rp. 240.000.000,00                                                                Rp. 60.000.000,00

 

 

 

Apabila kewajiban tidak dapat dipenuhi oleh pihak pembeli, maka pihak penjual akan menarik kembali harta yang telah dijual. Pencatatan atas penarikan kembali harta tersebut tergantung dari metode pengakuan laba kotor yang digunakan. Jika laba kotor laba kotor diakui pada saat penjualan terjadi, maka harta yang dimiliki tersebut diakui sebesar harga pasar yang wajar, kemudian membatalkan saldo piutang usaha nagsuran dan menimbulkan laba atau rugi karena pemilikan kembali. Jika menggunakan metode pengakuan laba kotor sejalan dengan penerimaan kas, maka harta yang dimiliki tersebut diakui sebesar harga pasar yang wajar, kemudian membatalkan laba kotor yang belum direalisasi serta saldo piutang usaha angsuran dan menimbulkan laba atau rugi karena pemilikan kembali. Contoh kasus ketidakmampuan pelunasan piutang usaha angsuran adalah:

 

  1. Mengacu pada soal no 1 bila pada tanggal 1 mei 2002, PT. Hadouken tidak dapat membayar (memenuhi) kewajibannya. PT Orascle kemudian menarik hartanya kembali dan pada tanggal tersebut tanah itu dinilai menurut harga pasarnya yaitu sebesar Rp. 150.000.000,00.
  2. Hadouken menerima 5% dari jumlah yang telah dibayarnya tetapi tidak termasuk bunga.

Diminta: Buatlah perhitungan rugi/laba dan jurnal pemilikan kembali untuk

  1. Laba kotor diakui pada saat penjualan
  2. Laba kotor diakui sejalan dengan penerimaan kas

 

Jawaban:

  1. Laba kotor diakui pada saat penjualan

Jumlah piutang yang diterima                                                       Rp. 100.000.000,00

Jumlah yang dikembalikan kepada PT Hadouken (10%)             Rp. 5.000.000,00

 

Rp. 95.000.000,00

Harga pokok tanah           Rp. 180.000.000,00

Nilai pasar                         Rp. 150.000.000,00

 

Penurunan nilai tanah                                                                    Rp. 30.000.000,00

Total laba pemilikan kembali                                                        Rp. 65.000.000,00

Laba kotor yang telah diakui                                                        Rp. 60.000.000,00

Laba (rugi) pemilikan kembali                                                      Rp. 5.000.000,00

 

  • Jurnal pemilikan kembali

Tanah                                                                    Rp. 150.000.000,00

Kas                                                                                                      Rp. 5.000.000,00

Piutang usaha angsuran                                                                       Rp. 140.000.000,00

Laba atas pemilikan kembali                                                               Rp. 5.000.000,00

 

  1. Laba kotor diakui sejalan dengan penerimaan kas

Jumlah piutang yang diterima                                                                   Rp. 100.000.000,00

Jumlah yang dikembalikan (5%)                                                               Rp. 5.000.000,00

Rp. 95.000.000,00

Harga pokok tanah            Rp. 180.000.000,00

Nilai pasar                         Rp. 150.000.000,00

Penurunan nilai tanah                                                                                Rp. 30.000.000,00

Total laba pemilikan kembali                                                                    Rp. 65.000.000,00

Laba kotor yang telah diakui                                                                    Rp. 25.000.000,00

Laba (Rugi) karena pemilikan kembali                                                     Rp. 40.000.000,00

 

 

 

  • Jurnal pemilikan kembali

Tanah                                                              Rp. 150.000.000,00

Laba kotor yang belum direalisasi                  Rp. 35.000.000,00

Kas                                                                                          Rp. 5.000.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 140.000.000,00

Laba atas pemilikan kembali                                                   Rp. 40.000.000,00

 

Untuk kedua metode di atas masih diperlukan sebuah jurnal lagi, yaitu jurnal untuk menutup piutang bunga, pada akhir tahun 2001 sebesar Rp. 4.200.000,00 sebagai kerugian.

Ayat jurnal pembalik

1 januari 2000

Pendapatan bunga                                           Rp. 4.200.000,00

Piutang bunga                                                                                     Rp. 4.200.000,00

  • Ayat jurnal penutup

Laba yang ditahan                                          Rp. 4.200.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 4.200.000,00

 

  1. PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PADA PENJUALAN ANGSURAN
    1. Neraca

Penyusunan neraca pada perusahan yang melakukan penjualan nagsuran sama dengan penjualan biasa, hanya terdapat hal yang harus dieprhatikan adalah:

  1. Piutang usaha angsuran biasanya dikelompokkan sebaagi aktiva lancar dan harus dijelaskan pada penjelasan laporan keuangan atau dengan catatan kaki yang mengungkapkan tanggal jatuh temponya. Hal ini dengan asumsi bahwa definisi dari aktiva lancar adalah sumber-sumber yang diharapkan dapat direalisir menjadi kas atau dijual. Maka jangka waktu piutang usaha angsuran tersebut diabaikan.
  2. Laba kotor yang belum direalisasikan dapat dikelompokkan:
    • Kelompok kewajiban atau pendapatan yang belum direalisasi.
    • Pengurang piutang usaha angsuran.
    • Kelompok modal yang menjadi bagian dari laba yang ditahan

Cara yang paling umum adalah laba kotor yang belum direalisasi dicatat sebagai kelompok kewajiban.

  1. Laporan Rugi/Laba dan Daftar analisa realisasi laba kotor

Di dalam penyusunan perhitungan rugi/laba untuk penjualan angsuran, harus dipisahkan antara penjualan biasa dengan angsuran. Laba kotor penjualan angsuran periode tersebut dikurangi dengan saldo laba kotor yang belum direalisasi pada akhir periode, yang menghasilkan laba kotor periode tersebut yang telah direalisasi.

 

  1. PENGAKUAN LABA PENJUALAN ANGSURAN DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN
    • Undang-undang Perpajakan No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Menurut salah satu metode penjualan angsuran bahwa laba kotor diakui sejalan dengan tagihan uang kas yang diterima, sehingga laba kotor akan diakui untuk beberapa periode fiskal. Sedangkan menurut pajak penghasilan sesuai dengan undang-undang no.7 bahwa laba hasrus diakui pada saat penjualan dilakukan. Sehingga terdapat perbedaan persepsi antara laba menurut metode penjualan angsuran dengan undang-undang pajak penghasilan.

Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia pasal 9 tentang pajak penghasilan, yaitu:

  • Dalam Perhitungan rugi/laba, jumlah pajak penghasilan dapat dihitung berdasarkan laba menurut akuntansi atau laba kena pajak, dengan tarif sebagaimana ditetapkan oleh fiskus.
  • Dalam hal pajak penghasilan dihitung menurut laba akuntansi, selisih perhitungan tersebut dengan hutang pajak (yang dihitung menurut laba kena pajak), yang disebabkan “perbedaan waktu” pengakuan pendapatan dan beban untuk tujuan akuntansi dengan tujuan pajak akan ditampung ke dalam pos “pajak penghasilan yang ditangguhkan” dan dialokasikan pada beban pajak pengahsilan tahun-tahun berikutnya. Sehingga dengan demikian jika perusahaan menghitung laba menurut metode pengakuan laba kotor sejalan dengan penerimaan kas hasil penjualan angsuran, maka selisih antara pajak penghasilan perusahaan dengan pajak pengahsilan menurut fiskus ditampung dalam perkiraan pajak penghasilan yang ditangguhkan (belum direlisasi).

Contoh soal:

  1. Bila PT Hadouken mendapatkan laba untuk tahun 1999 sebesar Rp. 10.250.000,00. Sedangkan menurut undang-undang pajak penghasilannya adalah Rp. 9.500.000,00. Buatlah jurnal untuk menyesuaikannya!

Pajak pengahsilan menurut perusahaan                                         Rp. 10.250.000,00

Pajak pengahsilan menurut UU pajak penghasilan                       Rp. 9.500.000,00

Selisih                                                                                            Rp. 750.000,00

  • Jurnal untuk mencatat pembebanan pajak tersebut

Ikhtisar rugi/laba                                                  Rp. 10.250.000,00

Hutang pajak (PPh pasal 29)                                       Rp. 9.500.000,00

Pajak penghasilan yang ditangguhkan                        Rp. 750.000,00

Jika perusahaan menggunakan metode pengakuan laba kotor pada saat penjualan angsuran, maka tidak terdapat perbedaan antara laba menurut perusahaan dengan laba menurut pajak.

  • Undang-undang perpajakan No.8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai dan pajak

penjualan atas barang mewah

Untuk perusahaan dagang umumnya dan perusahaan dagang angsuran harus ditetapkan apakah perusahaan tersebut adalah pengusaha kena pajak (PKP) atau non PKP.

Bila perusahaan tersebut adalah PKP, maka untuk seluruh penjualan barang dagangnya harus dikenakan PPN. Dan bila merupakan non PKP maka tidak boleh dipungut PPN. PPN yang dikenakan atas nilai jual ini disebut sebagai PPN keluaran. Sedangkan PPN atas barang yang dibeli merupakan PPN masukkan. PPN masukkan dapat dikreditkan dengan PPN keluaran.

Selain itu perusahaan juga membayar pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), bila barang yang dibeli merupakan kategori barang mewah. Tarif ini berkisar anatar 10% – 30%. PPnBM ini dikenakan hanya sekali pada pengusaha dan tidak daoat dikreditkan dengan PPN keluarannya sehingga harus dimasukkan sebagai harga pokok barang yang dibelinya.

 

  1. BUNGA PADA PENJUALAN ANGSURAN

Dalam penjualan angsuran pihak penjual biasanya juga memperhitungkan bunga atas saldo angsuran yang belum dibayar disamping memperhitungkan laba.

Bunga dalam penjualan angsuran harus dipisahkan dari pengakuan laba kotor dari hasil usaha bagi pihak penjual, sedangkan untuk pihak pembeli unsur bunga harus dipisahkan dari harga perolehan dari barang angsuran yang dimilikinya.

Dalam menghitung bunga, dapat dilakukan denagn beberapa cara, yaitu:

  • Bunga dihitung dari saldo pokok pinjaman yang belum dilunasi selama jangka waktu angsuran (bunga dihitung dari saldo menurun), disebut Long End Interest.
  • Bunga dihitung dari akumulasi pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo (tidak termasuk uang muka) yang dihitung sejak pembayaran angsuran pertama sampai dengan paling akhir, disebut Short End Interest.
  • Bunga dihitung secara anuitet. Setiap periode sama besarnya dan di dalam setiap pembayaran angsuran mengandung unsure pelunasan angsuran dan bunga.
  • Bunga selama masa pembayran angsuran diitung dari harga kontrak awal setelah diperhitungkan dnegan uang muka.

Contoh Soal:

PT Hadouken menjual peralatannya secara angsuran. Pada tanggal 1 februari 1998, dijual peralatan secara angsuran dengan harga jual sebesar Rp. 10.000.000,00. Pembeli membayar uang muka sebesar Rp. 1.000.000,00 dan sisanya dibayar secara angsuran sebanyak 10 kali bulanan dengan bunga sebesar 12% pertahun. Harga pokok perlatan adalah Rp. 8.000.000,00. Buat perhitungan bunga dan jurnal yang diperlukan untuk 3 bulan pertama !

Jawaban:

  1. Bunga dihitung dari saldo pokok pinjaman yang belum dilunasi selama jangka waktu angsuran.

Pada cara ini bunga yang dibebankan pada setiap kali angsuran dihitung dari saldo pokok pinjaman awal periode tersebut. Bunga yang dibayar setiap periode akan makin lama makin kecil, sesuai dengan makin kecilnya saldo pinjaman penjualan angsuran tersebut.

Perhitungan bunga dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tanggal           Saldo pokok                Angsuran                Bunga 1%           Jumlah yang

Pinjaman                                                 per bulan            harus dibayar

1’2’1998         10.000.000                       —                             —                             —

1’2’1998         9.000.000                   1.000.000                    —                      1.000.000

1’3’1998         8.100.000                  900.000                  90.000                   990.000

1’4’1998         7.200.000                  900.000                  81.000                   981.000

1’5’1998         6.300.000                 900.000                  72.000                   972.000

1’6’1998         5.400.000                  900.000                  63.000                   963.000

1’7’1998         4.500.000                   900.000                  54.000                   954.000

1’8’1998          3.600.000                  900.000                 45.000                   945.000

1’9’1998          2.700.000                  900.000                  36.000                   936.000

1’10’1998        1.800.000                  900.000                  27.000                   927.000

1’11’1998             900.000                  900.000                  18.000                   918.000

1’12’1998               —                           900.000                  9.000                   909.000

Jumlah                   —                       10.000.000                495.000                       —

 

 

 

Jurnal transaksi:

Tanggal                       Buku penjual                                          Buku pembeli

1’2’1998     Kas                                     1.000.000         Peralatan                      10.000.000

Piutang usaha angsuran      9.000.000                 Kas                             1.000.000

Penjualan angsuran            10.000.000           Hutang angsuran       9.000.000

1’3’1998     Kas                                    990.000            Hutang angsuran            900.000                                                               Piutang usaha angsuran         900.000     Beban bunga                    90.000                                                                       Pendapatan bunga                  90.000             Kas                              990.000

1’4’1998   Kas                                     981.000            Hutang angsuran           900.000

Piutang usaha angsuran        900.000    Beban bunga                    81.000

Pendapatan bunga                   81.000             Kas                              981.000

 

 

  1. Bunga dihitung dari akumualsi pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo (tidak

termasuk uang muka)

Cara ini menghitung bunga dari akumulasi pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo. Dengan demikian bunga yang dibebankan makin lama makin besar, seiirng dengan makin membesarnya akumulasi pembayaran angsuran tiap periode.

Pembayaran bunga dengan metode ini tidak sesuai dengan system bunga accrual. Pada sitem tersebut, bunga dihitung dari saldo pinjaman yang belum dilunasi dan bukan dari akumualsi angsuran yang jatuh tempo. Oleh karena itu jika perusahaan membuat laporan keuangan tiap akhir periode, maka harus dilakukan penyesuaian atas bunga menurut system accrual.

Perhitungan bunga dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tanggal           Saldo pokok                Angsuran                Bunga 1%           Jumlah yang

Pinjaman                                                 per bulan            harus dibayar

1’2’1998         10.000.000                       —                             —                             —

1’2’1998         9.000.000                   1.000.000                    —                      1.000.000

1’3’1998         8.100.000                  900.000                    9.000                   909.000

1’4’1998         7.200.000                  900.000                  18.000                   918.000

1’5’1998         6.300.000                 900.000                  27.000                   927.000

1’6’1998         5.400.000                  900.000                  36.000                   936.000

1’7’1998         4.500.000                   900.000                  45.000                   945.000

1’8’1998         3.600.000                  900.000                 54.000                   954.000

1’9’1998        2.700.000                  900.000                  63.000                   963.000

1’10’1998        1.800.000                  900.000                  72.000                   972.000

1’11’1998             900.000                  900.000                  81.000                   981.000

1’12’1998               —                           900.000                  90.000                   990.000

Jumlah                  —                       10.000.000                495.000                       —

 

Jurnal transaksi:

Tanggal                          Buku Penjual                                          Buku Pembeli

1’2’1998     Kas                                  1.000.000        Peralatan                   10.000.000                                       Piutang usaha angsuran   9.000.000            Kas                            1.000.000

Penjualan angsuran        10.000.000          Hutang angsuran      9.000.000

1’3’1998   Piutang bunga                  9.000              Beban bunga             9.000

Pendapatan bunga                   9.000        Hutang bunga                   9.000

Kas                                  909.000           Hutang angsuran       900.000

Piutang bunga                          9.000   Hutang bunga           9.000

Piutang usaha angsuran       900.000       Kas                               909.000

1’4’1998   Piutang bunga                  18.000             Beban bunga             18.000

Pendapatan bunga                   18.000      Hutang bunga                   18.000

Kas                                  918.000           Hutang angsuran       900.000

Piutang bunga                         18.000 Hutang bunga           18.000

Piutang usaha angsuran         9000.00      Kas                                 918.000

 

  1. Bunga dihitung secara anuitet

Pada cara ini pembayaran setiap periodenya sama besarnya, dan setiap pembayran tersebut meliputi pembayran pokok pinjaman dan pembayran bunga. Pembayaran dengan cara ini disebut sebagai pembayaran anuitet. Untuk mencari jumlah pembayran anuitet setiap periode digunakan rumus:

T     =   Jumlah angsuran yang belum lunas

T = Ann   1- 1/(1 + i )n                             Ann = Pembayaran angsuran setiap periode

i                                n     = Jumlah periode angsuran; i = Bunga per periode

Dalam contoh diatas maka pembayaran anuitet dapat dicari sebagai berikut :

Rp. 9.000.000 = Ann   1- 1/(1+1%)10

                                                                                                1%

 

Rp. 9.000.000 = Ann x 9,4713045

Ann = 950.238, 692

 

  1. Bunga selama masa pembayaran angsuran dihitung dari harga kontrak awal setelah diperhitungkan dengan uang muka.

Pada cara ini bunga untuk setiap periode dihitung dari saldo awal pokok pinjaman setelah dikurangi dengan uang muka. Sehingga dengan demikian buinga yang dibebankan untuk setiap periode sama besarnya dan jumlah angsuran ditambah bunga periode terebut akan menghasilkan jumlah yang sama besar pula.

Contoh terkait diatas:

Bunga untuk setiap periode     = 1% x Rp. 9.000.000,00

= Rp. 90.000,00

Angsuran untuk setiap periode = Rp. 900.000 + Rp. 90.000,00

= Rp. 990.000,00

Tabel perhitungan bunga

Bunga dihitung              Pembayaran                Total                     Saldo

Tanggal         dari saldo pokok           pokok pinjaman           pembayaran              pokok

pinjaman                                                                                    pinjaman

 

1’2’1998                  —                                  —                               —                   10.000.000

1’2’1998                  —                            1.000.000                1.000.000             9.000.000

1’3’1998              90.000                           900.000                     990.000             8.010.000                                   1’4’1998              90.000                           900.000                     990.000             7.020.000

1’5’1998              90.000                           900.000                     990.000             6.030.000

1’6’1998              90.000                           900.000                     990.000             5.040.000                                    1’7’1998              90.000                           900.000                     990.000             4.050.000                                1’8’1998              90.000                           900.000                     990.000             3.060.000

1’9’1998              90.000                           900.000                     990.000             2.070.000

1’10’1998             90.000                           900.000                     990.000             1.080.000

1’11’1998             90.000                           900.000                      990.000             990.000

1’12’1998             90.000                           900.000                      990.000                  —

Jumlah              900.000                        10.000.000                  10.900.000

 

Dari keempat cara di atas, bila dipandang dari sudut perusahaan yang melakukan penjualan angsuran, maka cara yang terakhir yang menghasilkan bunga lebih besar dari cara yang lainnya. Biasanya dalam dunia usaha penjualan angsuran digunakan cara pertama. ketiga dan keempat.

 

  • Hubungan Penjualan Angsuran Dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)

Dalam hubungannya dengan SAK, penjualaan angsuran dapat dikatakan berhubngan dengan:

  1. PSAK NO. 16 tentang Aktiva Tetap Dan Aktiva Lain-Lain

Hal ini dikarenakan, kebanyakan penjualan angsuran adalah aktiva tetap sebuah perusahaan, seperti : gedung, tanah, peralatan. Dalam penjualan aktiva tetap ini akan muncul piutang dan bunga.

  1. PSAK NO. 44 tentang Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat

Hal ini dikarenakan, penjualan angsuran pada mulanya adalah penjualan real estat, ditambah lagi penjualan real estat sampai sekarang masih merupakan cicilan, jarang sekali yang membayar langsung karena begitu besar biaya yang harus dikeluarkan sehingga lebih baik di cicil.

  1. PSAK NO. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

Hal ini dikarenakan, dalam perhitungan pajak penghasilan dari sebuah perusahaan, kadang kala terdapat selisih pajak dan juga pengaturan atas selisih pajak ini harus disesuaikan sehingga tidak menimbulkan suatu kerancuan.

  1. PSAK NO. 47 tentang Akuntansi Tanah

Hal ini dikarenakan, dalam prakteknya tanah adalah suatu aktiva yang banyak diperjual belikan dengan angsuran, karena mahalnya harga tanah terlebih lagi di kota besar.

  1. PSAK NO. 48 tentang Penurunan Nilai Aktiva

Hal ini dikarenakan, dlam penjualan angsuran bila si pembeli tidak mampu membayar maka akan

terdapat pemilikan kembali akan aktiva tersebut dan biasanya harganya cendenrung menurun dari

harga sewaktu menjual aktiva tersebut secara angsuran.

 

 

 

 

 

 

 

  • Variasi Soal
    1. PT Surken yang bergerak dalam bidang ekspor impor akan menjual aktiva tetap miliknya, yaitu 3 bidang tanah di Irian, Maluku dan di Sulawesi.
      1. Tanah di Irian berharga pokok Rp. 190.000.000,00 dan akan dibeli oleh PT Hadouken seharga Rp. 250.000.000,00. Disamping itu PT Surken membayar komisi dan beban penjualan sebesar 1 % dari harga jual. Rencananya penjualan akan menggunakan metode cicilan yang mangakui laba kotor pada saat penjualan, PT Hadouken akan mencicil pembayaran sebanyak 5 kali setengah tahunan dan PT Surken mengenakan bunga sebesar 12 % atas cicilan tersebut serta PT Hadouken telah membayar Rp. 50.000.000,00. Sebelumnya PT Surken juga telah membayar Rp. 10.000.000,00 untuk biaya pengurusan tanah yang di Irian tersebut. PT Hadouken membeli tanah tersebut tanggal 1 April 1999.
      2. Tanah di Maluku akan dibeli oleh PT Surkep, tanah di Maluku ini rencananya akan dicatat dengan metode laba kotor sejalan dengan penerimaan kas. Harga beli tanah di sana adalah Rp. 145.000.000,00 dan biaya untuk penggantian biaya surat tanah sebesar Rp. 5.000.000,00. PT Surkep membeli tanah tersebut pada tanggal 29 februari 1998 seharga Rp. 200.000.000,00 dengan cicilan sebanyak 5 kali setengah tahunan dan sudah memberikan uang muka sebesar Rp. 20.000.000,00. Bunga yang dikenakan sebesar 12 %, dan PT Surken membayar komisi dan beban penjualan sebesar 2 % dari harga jual.
      3. Tanah di Sulawesi akan dibeli oleh PT Gadifs. Tanah tersebut memiliki harga beli Rp. 300.000.000,00 (dengan surat-surat). PT Gadifs membeli tanah tersebut tanggal 1 maret 1998 seharga Rp. 400.000.000, dengan metode cicilan yang mengakui laba kotor pada saat penjualan. PT Gadifs juga membayar uang muka sebesar Rp. 100.000.000,00 dan sisanya diangsur 10 kali dan atas angsuran tersebut dikenakan bunga 12%. Untuk beban komisi penjualan PT Surken membayar Rp. 10.000.000,00. Malangnya, PT Gadifs salah dalam berinvenstasi sehingga tanggal 1 maret 2000 tidak mampu memenui kewajibannya. PT Surken terpaksa harus menarik kembali tanahnya, dan pada waktu itu harga tanah tersebut Rp. 250.000.000,00 dan dikembalikan 15% dari jumlah yang telah dibayar.

Pertanyaan :

Buatlah seluruh jurnal yang mencatat transaksi penjualan tersebut untuk 2 tahun !

 

 

 

 

Jawaban :

 

  1. Laba kotor diakui pada saat penjualan

 

1 April 1999

  • Mencatat penjualan tanah

Piutang usaha angsuran                                   Rp. 250.000.000,00

Tanah                                                                                      Rp. 200.000.000,00

Laba atas penjualan tanah                                                       Rp. 50.000.000,00

  • Mencatat penerimaan uang muka

Kas                                                                  Rp. 50.000.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 50.000.000,00

  • Membayar komisi dan beban penjualan (1% x Rp. 250.000.000,00)

Beban penjualan                                              Rp. 2.500.000,00

Kas                                                                                          Rp. 2.500.00,00

 

1 Oktober 1999

  • Mencatat pembayaran angsuran pertama dan bunga (6/12 x 12% x Rp. 200.000.000,00)

Kas                                                                  Rp. 32.000.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                  Rp. 12.000.000,00

 

31 Desember 1999

  • Mencatat jurnal penyesuaian bunga (3/12 x 12% x Rp. 180.000.000,00)

Piutang Bunga                                                Rp. 5.400.000,00

Pendapatan Bunga                                                                  Rp. 5.400.000,00

 

  • Ayat Jurnal Penutup

Laba atas penjualan tanah                               Rp. 50.000.000,00

Pendapatan bunga                                           Rp. 17.400.000,00

Beban penjualan                                                                      Rp. 2.500.000,00

Ikhtisar Rugi/Laba                                                                  Rp. 64.900.00,00

 

1 Januari 2000

  • Mencatat ayat jurnal pembalik

Pendapatan bunga                                           Rp. 5.400.000,00

Piutang bunga                                                                                     Rp. 5.400.000,00

 

1 April 2000

  • Mencatat pembayaran angsuran kedua dan bunga (6/12 x 12% x   Rp. 180.000.000,00)

Kas                                                                  Rp. 30.800.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 10.800.000,00

1 Oktober 2000

  • Mencatat pembayaran angsuran ketiga dan bunga (6/12 x 12% x Rp. 160.000.000,00)

Kas                                                                  Rp. 29.600.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 9.600.000,00

 

31 Desember 2000

  • Ayat jurnal penyesuaian bunga (3/12 x 12% x 140.000.000,00)

Piutang bunga                                                             Rp. 4.200.000,00

Pendapatan bunga                                                                  Rp. 4.200.000,00

  • Ayat jurnal penutup

Pendapatan bunga                                           Rp. 19.200.000,00

Ikhtisar Rugi/Laba                                                                  Rp. 19.200.000,00

 

1 Januari 2001

  • Ayat jurnal pembalik

Pendapatan bunga                                           Rp. 4.200.000,00

Piutang bunga                                                                                     Rp. 4.200.000,00

1 April 2001

  • Mencatat pembayarn angsuran dan bunga (6/12 x 12% x Rp. 140.000.000,00)

Kas                                                                  Rp. 28.400.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 8.400.000,00

  1. Laba kotor diakui sejalan dengan penerimaan kas

29 Februari 2000

  • Mencatat penjualan tanah

Piutang usaha angsuran                                   Rp. 200.000.000,00

Tanah                                                                                      Rp. 150.000.000,00                            Laba kotor yang ditangguhkan                                               Rp. 50.000.000,00

  • Mencatat penerimaan uang muka

Kas                                                                  Rp. 20.000.000,00
Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

  • Membayar beban dan komisi penjualan (2% x Rp. 200.000.000,00)

Beban penjualan                                              Rp. 4.000.000,00

Kas                                                                                          Rp. 4.000.000,00

 

1 September 2000

  • Dibayar angsuran dan bunga (6/12 x 12%x 180.000.00,00)

Kas                                                                  Rp. 30.800.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 10.800.000,00

 

31 Desember 2000

  • Ayat jurnal Penyesuaian (4/12 x 12% x Rp 160.000.000,00)

Piutang bunga                                                             Rp. 6.400.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 6.400.000,00

  • Realisasi Laba kotor

% LK = (50.000.000:200.000.000) x 100% = 25%

LKBD = 25 % x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 12.500.000,00

Laba kotor yang ditangguhkan                       Rp.12.500.000,00

Laba kotor yang direalisasikan                                               Rp. 12.500.000,00

  • Ayat Jurnal Penutup

Laba kotor yang direalisasikan                       Rp. 12.500.000,00

Pendapatan bunga                                           Rp. 17.200.000,00

Beban penjualan                                                                      Rp. 4.000.000,00

Ikhtisar Rugi/Laba                                                                 Rp. 25.700.000,00

1 Januari 2001

  • Ayat Jurnal Pembalik

Pendapatan bunga                                           Rp. 6.400.000,00

Piutang bunga                                                                                     Rp. 6.400.000,00

 

29 Februari 2001

  • Penerimaan angsuran dan bunga (6/12 x 12% x Rp. 160.000.00,00)

Kas                                                                  Rp. 29.600.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 9.600.000,00

 

1 September 2001

  • Penerimaan angsuran dan bunga (6/12 x 12% x Rp. 140.000.000,00)

Kas                                                                  Rp. 28.400.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 8.400.000,00

 

31 Desember 2001

  • Ayat jurnal penyesuaian bunga (4/12 x 12% x Rp. 120.000.000,00)

Piutang bunga                                                 Rp. 4.800.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 4.800.000,00

  • Realisasi Laba kotor (25% x Rp. 50.000.000,00 – Rp.12.500.000,00 )

Laba kotor yang ditangguhkan                       Rp. 9.375.000,00

Laba kotor yang direalisasi                                                     Rp. 9.375.000,00

  • Ayat jurnal penutup

Pendapatan bunga                                          Rp. 16.400.000,00

Laba kotor yang direalisasi                             Rp. 9.375.000,00

Ikhtisar Rugi/Laba                                                                  Rp. 25.775.000,00

 

1 Januari 2002

  • Ayat Jurnal Pembalik

Piutang Bunga                                                Rp. 4.800.000,00

Pendapatan Bunga                                                                  Rp. 4.800.000,00

29 Februari 2002

  • Dibayar angsuran dan bunga (6/12 x 12% x Rp. 120.000.000,00)

Kas                                                                  Rp. 27.200.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 7.200.000,00

 

  1. Laba kotor diakui pada saat penjualan

1 Maret 1998

  • Mencatat penjualan tanah

Piutang usaha angsuran                                   Rp. 400.000.000,00

Tanah                                                                                      Rp. 300.000.000,00

Laba atas penjualan tanah                                                       Rp. 100.000.000,00

  • Mencatat penerimaan uang muka

Kas                                                                  Rp. 100.000.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 100.000.000,00

  • Mencatat beban dan komisi penjualan

Beban penjualan                                              Rp. 10.000.000,00

Kas                                                                                          Rp. 10.000.000,00

 

1 September 1998

  • Dibayar angsuran pertama dan bunga (6/12 x 12% x Rp. 200.000.000,00)

Kas                                                                  Rp. 32.000.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 12.000.000,00

31 Desember 1998

  • Ayat jurnal penyesuaian (4/12 x 12%x Rp. 180.000.000,00)

Piutang bunga                                                             Rp. 7.200.000,00

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 7.200.000,00

  • Ayat jurnal penutup

Laba atas penjualan tanah                               Rp. 100.000.000,00

Pendapatan bunga                                           Rp. 19.200.000,00

Beban penjualan                                                                      Rp. 10.000.000,00

Ikhtisar Rugi/Laba                                                                  Rp. 118.200.000,00

1 Januari 1999

  • Ayat jurnal pembalik

Pendapatan bunga                                           Rp. 7.200.000,00

Piutang bunga                                                                                     Rp. 7.200.000,00

 

1 Maret 1999

  • Dibayar angsuran dan bunga (6/12 x 12% x Rp. 180.000.000,00)

Kas                                                                  Rp. 30.800.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00

Pendapatan bunga                                                                  Rp. 10.800.000,00

 

1 September 1999

  • Dibayar angsuran dan bunga (6/12 x 12%x Rp. 160.000.000,00)

Kas                                                                  Rp.29.600.000,00

Piutang usaha angsuran                                                           Rp. 20.000.000,00                              Pendapatan bunga                                                                   Rp. 9.600.000,00

 

31 Desember 1999

  • Ayat jurnal penyesuaian bunga (4/12 x 12%x Rp. 140.000.000,00)

Piutang bunga                                                             Rp. 5.600.000

Pendapatan bunga                                                                   Rp. 5.600.000,00

  • Ayat jurnal penutup

Pendapatan bunga                                           Rp. 18.800.000,00

Ikhtisar Rugi/Laba                                                                  Rp. 18.800.000,00

 

1 Januari 2000

  • Ayat jurnal pembalik

Pendapatan bunga                                           Rp. 5.600.000,00

Piutang bunga                                                                         Rp. 5.600.000,00

 

Kemudian PT Gadifs tidak dapat memenuhi kewajibannya, sehingga

Jumlah piutang yang telah diterima                                                   Rp. 160.000.000,00

Jumlah yang dikemnbalikan    (15%)                                                  Rp.   24.000.000,00

Rp. 136.000.000,00

Harga pokok tanah      Rp 300.000.000,00

Nilai pasar                   Rp.250.000.000,00

 

Penurunan nilai tanah                                                                          Rp. 50.000.000,00

 

Total laba pemilikan kembali                                                              Rp. 86.000.000,00

Laba kotor yang telah diakui                                                              Rp. 100.000.000,00

Rugi karena pemilikan kembali                                                           Rp (14.000.000,00)

 

Jurnal pemilikan kembali tanah:

Tanah                                                                          Rp. 250.000.000,00

Rugi atas pemilikan kembali                                       Rp. 14.000.000,00

Kas                                                                                                      Rp. 24.000.000,00                                          Piutang usaha angsuran                                                                       Rp. 240.000.000,00

 

 

Contoh soal dan penyelesaian : Penjualan angsuran barang tak bergerak dengan metode laba kotor diakui secara periodik (pada saat penjualan dilakukan)

 

1 Sept 1990

 

Dijual mesin (aktiva tetap) kepada PT B dengan harga Rp. 500 juta yang nilai bukunya Rp. 400 juta

 

Piutang-PT B                                                                    500 juta

Mesin                                                                                                  400 juta

Keuntungan penjualan aktiva tetap                                                    100 juta

 

Diterima uang muka (d/p) Rp. 100 juta dan sisanya dengan wesel hipotik yang dapat diangsur selama 4 kali angsuran semesteran @ Rp. 100 juta ditambah bunga 12% per tahun atas saldo yang belum dibayar. Angsuran dilakukan tiap 1/3 dan 1/9.

 

Kas                                                                                    100 juta

Wesel Hipotik                                                                   400 juta

Piutang-PT B                                                                                      500 juta

 

Dibayar biaya penjualan sebesar Rp. 2 juta

 

Biaya penjualan                                                                 2 juta

Kas                                                                                                      2 juta

 

31 Desember 1990

 

Jurnal penyesuaian untuk bunga yang masih harus diterima selama 4 bulan yaitu sebesar 16 juta (4/12 * 12% * 400 juta)

 

Piutang Bunga                                                                  16 juta

Pendapatan bunga                                                                               16 juta

 

Jurnal penutup:

 

Keuntungan atas penjualan aktiva tetap                           100 juta

Pendapatan bunga                                                             16 juta

Biaya penjualan                                                                                      2 juta

Ikt. R/L                                                                                               114 juta

 

1 Januari 1991

 

Jurnal Pembalik:

 

Pendapatan bunga                                                             16 juta

Piutang bunga                                                                                     16 juta

 

1 Maret 1991

 

Diterima angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga

 

Kas                                                                                    124 juta

Wesel hipotik                                                                                      100 juta

Pendapatan bunga                                                                               24 juta

 

1 September 1991

 

Diterima angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga

 

Kas                                                                                    118 juta

Wesel hipotik                                                                                      100 juta

Pendapatan bunga                                                                               18 juta

 

31 Desember 1991

 

Jurnal penyesuaian untuk bunga yang masih harus diterima selama 4 bulan yaitu sebesar 8 juta (4/12 * 12% * 200 juta)

 

Piutang Bunga                                                                     8 juta

Pendapatan bunga                                                                               8 juta

 

Jurnal penutup:

 

Pendapatan bunga                                                             34 juta

Ikt. R/L                                                                                               34 juta

 

1 Januari 1992

 

Jurnal Pembalik:

 

Pendapatan bunga                                                                8 juta

Piutang bunga                                                                                     8 juta

 

1 Maret 1992

 

Diterima angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga

 

Kas                                                                                    112 juta

Wesel hipotik                                                                                      100 juta

Pendapatan bunga                                                                               12 juta

 

1 September 1992

 

Diterima angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga

 

Kas                                                                                    106 juta

Wesel hipotik                                                                                      100 juta

Pendapatan bunga                                                                                  6 juta

 

31 Desember 1992

 

Jurnal penutup:

Pendapatan bunga                                                             10 juta

Ikt. R/L                                                                                               10 juta

 

Masalah yang berhubungan dengan pembatalan penjualan angsuran

 

Seandainya pada soal tersebut diatas, PT B (si pembeli) tidak mampu membayar angsuran pada tanggal 1 Maret 1992 dan pihak penjual (PT A) setuju untuk membatalkan penjualan angsuran dengan menyerahkan wesel hipotik dengan saldo Rp. 200 juta dan memiliki kembali mesin tersebut. Mesin tersebut menunjukkan nilai pasar wajar sebesar Rp. 190 juta.

 

Mesin                                                                                190 juta

Kerugian atas pemilikan kembali                                      10 juta

Wesel hipotik                                                                                      200 juta

 

Jurnal untuk mencatat bunga yang tak tertagih adalah:

 

Kerugian atas bunga wesel hipotik yang tak tertagih          8 juta

Pendapatan bunga                                                                                  8 juta

 

 

 

Masalah Bunga dalam Penjualan Angsuran :

 

  1. Bunga dihitung dari sisa kontrak selama jangka waktu angsuran. Cara ini disebut: “Long end interest”

 

Contoh: Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp. 500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999 diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali angsuran semesteran, ditambah bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo piutang (sisa harga kontrak berjalan) atau menggunakan metode “Long end interest”. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah sbb:

 

 

 

 

  1. Bunga dihitung dari setiap angsuran yang dibayar, yang dihitung sejak tanggal perjanjian sampai tanggal jatuh tempo tiap angsuran.

Cara ini disebut Short End Interest.

 

Contoh: Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp. 500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999 diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali angsuran semesteran, ditambah bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo angsuran pokok selama berjalannya jangka waktu angsuran atau menggunakan metode “Short end interest”. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah sbb:

 

 

  1. Besarnya pembayaran angsuran sama, yang terdiri dari angsuran pokok + bunga yang dihitung dari saldo berjalan harga kontrak selama jangka waktu angsuran.

Cara ini disebut Metode Anuitas.

 

Contoh: Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp. 500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999 diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali angsuran semesteran yang sama, dan sudah termasuk bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo berjalan sis harga kontrak atau menggunakan metode anuitas”. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah sbb:

 

 

 

 

 

  1. Bunga dihitung secara periodik berdasar saldo awal harga kontrak.

 

Contoh: Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp. 500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999 diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali angsuran semesteran yang sama, belum termasuk bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo awal harga kontrak dengan jangka waktu antar periode pembayaran. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah sbb:

 

 

 

Akuntansi Joint Venture

Posted Monday, March 30th, 2015

Pengertian

Joint venture adalah persekutuan jangka pendek, dimana para sekutu pada umumnya sudah mempunyai usaha pokok.

 

Metode Akuntansi Untuk Joint Venture

Ada 2 metode akuntansi untuk mencatat transaksi joint venture yaitu:

  1. Pembukuan dijadikan satu dengan pembukuan usaha rutin salah satu sekutu
  2. Pembukuan terpisah dari pembukuan usaha rutin sekutu

 

  1. Pembukuan dijadikan satu dengan pembukuan usaha rutin salah satu sekutu

Dalam metode ini semua transaksi yang berhubungan dengan operasi joint venture dicatat oleh semua sekutu dengan pembukuan sebagai berikut:

Keterangan Sekutu pemegang pembukuan Sekutu bukan pemegang pembukuan
Aktiva, hutang Nama aktuva, hutang dengan diberi tanda joint venture Nama pemegang pembukuan
Modal Nama pemegang modal Nama penanam modal
Rekening Nominal joint venture Joint venture

 

 

KASUS 1

Pada tanggal 1 januari 2005 Adi dan lili membuka usaha joint venture dalam menjual tanah kaplingan. Disepakati Adi menyerahkan tanah 20 kapling dengan harga pokok @ Rp. 1.000.000 dan diberi harga oleh Adi untuk joint venture sebesar Rp. 1.250.000,-. Lili menyerahkan uang tunai sebesar Rp. 5.000.000 untuk biaya perijinan. Laba dibagi dengan komposisi 75% untuk adi dan 25% untuk Lili.

Transaksi 1 januari samapai dengan Agustus 2005 yaitu periode pembentukanjoint venture sebagai berikut:

  • Dibayar biaya perijininan Rp. 500.000
  • Dibayar biaya perbaikan lingkungan Rp. 2.000.000
  • Dibayar biaya penjualan Rp. 1.000.000
  • Dibayar biaya kantor Rp.500.000
  • Dijual 20 kapling tanah @ Rp. 2.000.000 secara kredit
  • Piutang sebesar Rp. 2.000.000 tak tertagih
  • Pada tanggal 31 Agustus kas dikembalikan pada anggota jointventure pemegang pembukuan (Adi)

Diminta : susunlah jurnal untuk mencatat transaksi tersebut

Pembahasan

(dalam Rp. 000)

Transaksi Buku Adi Buku Lili
Investasi Adi JV                         25.000

Tanah                        20.000

Laba penyerahan tnh     5.000

JV                      25.000

Tanah                      20.000

Laba penyerahan tnh   5.000

Investasi Lili Kas-JV                     5.000

Lili                               5.000

Adi                       5.000

Kas                            5.000

Membayar biaya-biaya JV                           4.000

Kas-JV                         4.000

JV                         4.000

Adi                             4.000

Menjual tanah Piutang-Jv            40.000

JV                               40.000

Adi                     40.000

JV                           40.000

Penerimaan piutang tertagih Kas-JV                   38.000

Piutang-JV                   38.000

 

Menghapus piutang JV                           2.000

Piutang-JV                     2.000

JV                         2.000

Adi                             2.000

Mengakui laba joint venture JV                           9.000

Laba JV                        6.750

Lili                               2.250

JV                         9.000

Adi                             6.750

Laba JV                       2.250

Pengambilan kas joint venture Kas                       31.750

LILI                        7.250

Kas JV                         39.000

Kas                       7.250

Adi                             7.250

 

 

  1. Pembukuan terpisah dari pembukuan usaha rutin sekutu

Bila joint venture membuat catatan terpisah, maka catatan/pembukuan joint venture dicatat seperti usaha biasa sedangkan anggota joint venture hanya mencatat transaksi yang ada hubungannya dengan dirinya saja sepert:

  1. Penawaran dana kej oint venture
  2. Perolahanlaba atas joint venture
  3. Penarikankembali dana yang tertanam dalam joint venture

 

KASUS 2

Dari kasus 1 tapi dicatat dalam pembukuan yang terpisah

Pembahasan

 

(dalam Rp. 000)

transaksi Buku Joint Venture Buku Adi Buku Lili
 

1

Tanah           20.000

Mdl Adi             20.000

Invs. Pd JV   25.000

Tanah                 20.000

 

 

2 Kas               5.000

Mdl Lili                 5.000

 

Invs. Pd JV   5.000

Kas                   20.000

 

3 Biaya             4.000

Kas                     4.000

 

4

Piutang             40.000

Penjualan           40.000

5 Kas                 38.000

Piutang              38.000

 

6

Penghapusan

piutang             2.000

Piutang               2.000

 

 

7

Penjuala           40.000

Biaya                  4.000

Penghapusan

piutang               2.000

Tanah               20.000

Mdl adi               6.750

Mdl Lili                2.250

Invs. Pd JV     6.750

Laba JV                 6.750

 

Invs. Pd JV      2.250

Laba JV             2.250

 

 

8

Mdl adi             31.750

Mdl LILI             7.250

Kas                   39.000

Kas             31.750

Invs pd JV             31.750

Kas             7.250

Invs. pd JV           7.250

 

 

Penghapusan Piutang Menurut Pajak

Posted Monday, March 30th, 2015

Biaya Kerugian Penghapusan Piutang menurut pajak

Pasal 6 ayat 1 huruf h Undang-undang PPh mengatur bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih (dan memenuhi syarat tertentu) dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak (sebagai deductable expenses). Syarat-syarat yang ditetapkan agar biaya kerugian penghapusan piutang tersebut dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah sbb :

  1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
  2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
  3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
  4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh;

Dalam penjelasan pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh dijelaskan bahwa : “Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.

Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya”.

Berdasarkan penjelasan pasal 6 ayat 1 tersebut dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat yang ditetapkan agar piutang yang nyata-nyata tidak dapat dihapus dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah untuk membuktikan bahwa wajib pajak (kreditur) telah melakukan upaya yang maksimal atau terakhir dalam melakukan penagihan piutangnya.

Sebagai petunjuk pelaksanaan dari pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh, pada tanggal 10 Juni 2009 Menteri Keuangan telah menetapkan PMK-105/PMK.03/2009 (“PMK-105”) tentang “Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto” yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009.

Berikut ini hal-hal yang diatur dalam PMK-105 tersebut :
1) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak.
3) Penerbitan umum atau khusus adalah penerbitan yang meliputi :

  • a. Penerbitan umum adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan koran/majalah atau media massa cetak yang lazim lainnya Yang berskala nasional; atau
  • b. Penerbitan khusus adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan Himpunan Bank-Bnak Milik Negara (HIMBARA)/Persatuan Bank-Bank Swasta Nasional (PERBANAS) dan/atau penerbitan/pengumuman khusus Bank Indonesia.

4) piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang timbul dibidang usaha bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang dan jasa lainnya dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak.

5) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut tidak termasuk piutang yang berasal dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.
6) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan :

  • a. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibukukan sebagai penghasilan oleh debitur yang bersangkutan pada tahun yang bersangkutan;
  • b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
  • c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum dan khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

7) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak harus mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.

8 ) Pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c PMK-105 (Point 5 huruf c diatas) dilakukan dengan cara melampirkan :

  • a. fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau
  • b. fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisir oleh notaris;atau
  • c. fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus; atau
  • d. surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapukan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang disetujui oleh kreditur.

9) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen tersebut harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Penghapusan Piutang Debitur Kecil

1) Untuk dapat membebankan biaya kerugian piutang (Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih) atas debitur kecil dan debitur kecil lainnya tidak diperlukan syarat-syarat seperti tersebut pada point 5 diatas.
2) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:

  • a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;
  • b. Kredit Usaha Tanu (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna membiaya usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija dan hortikultura;
  • c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
  • d. Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
  • e. Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal usaha kecil lainnya selain KUK; dan/atau
  • f. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.

3) Piutang yang nyata-nyata tidak ditagih kepada debitur kecil lainnya adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
4) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus dilampiri daftar nominatif yang berisi identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.

Catatan :

Entah kenapa syarat yang menurut pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh tertulis “telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial” dalam PMK-105 berubah menjadi “telah dibukukan sebagai penghasilan oleh debitur yang bersangkutan pada tahun yang bersangkutan”

Bagi kreditur, untuk membuktikan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial salah satunya dapat dilakukan dengan menunjukkan laporan laba-rugi komersial. Hal ini tentu relative lebih mudah dibandingkan dengan membuktikan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibukukan sebagai penghasilan oleh debitur yang bersangkutan.

Dalam PMK-105 juga tidak disebutkan bagaimana caranya kreditur membuktikan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibukukan sebagai penghasilan oleh debitur. Apakah kreditur wajib meminta laporan keuangan debitur? Atau dengan cara lain? Bagaimana jika debitur adalah WP orang pribadi yang tidak melakukan pembukuan?

 

SPT Masa ;

No Jenis SPT Masa Batas Waktu Penyetoran/Pembayaran Batas Waktu Penyampaian SPT Terakhir
1. PPh Pasal 21 Tanggal 10 bulan takwim berikutnya. Tanggal 20 Bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 – Bendaharawan Pada hari yang sama dengan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja negara, dengan SSP yang diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. Empat belas (14) hari setelah akhir Masa Pajak.
3. PPh Pasal 22 – Bea Cukai harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan dilakukan Tujuh hari setelah pembayaran
4. PPh Pasal 22 – yang dipungut Pertamina harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum penebusan Delivery Order (DO). Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
5. PPh Pasal 22 – Badan Tertentu paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya. Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
6. PPh Pasal 23/26 Tanggal 10 bulan takwim berikutnya. Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa pajak berakhir
7. PPh Pasal 25 tanggal 15 bulan takwim berikutnya. Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa pajak berakhir.
8. PPN/PPn BM – PKP / Pemungut PPN selain Bendaharawan tanggal 15 bulan takwim berikutnya. Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa pajak berakhir.
9. PPN/PPn BM -Bendaharawan> selambat-lambatnya tanggal 7 bulan takwim berikutnya Empat belas (14) hari setelah akhir Masa pajak.
10. PPN/PPn BM – Yang dipungut Bea Cukai harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan dilakukan Tujuh hari setelah pembayaran

SPT Tahunan ;

No Jenis Pajak Yang Menyampaikan SPT Batas Waktu Pembayaran Batas Waktu Penyampaian SPT Terakhir
1. SPT PPh Tahunan Wajib Pajak Yang Punya NPWP Tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak sebelum SPT disampaikan Tanggal 31 bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
2. SPT PPh Pasal 21 Tahunan Pemotong PPh Pasal 21 Tanggal 25 Maret Tahun Takwim berikutnya sebelum SPT disampaikan. Tanggal 31 bulan ketiga setelah tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.