Murabahah merupakan salah satu bentuk menghimpun dana yang dilakukan oleh perbankan syariah, baik untuk kegiatan usaha yang bersifat produktif maupun yang bersifat konsumtif. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati dan tidak terlalu memberatkan calon pembeli.
Sejak awal kemunculannya dalam fiqih, kontrak Murabahah tampaknya telah digunakan murni untuk tujuan dagang. Murabahah adalah suatu bentuk jual beli dengan komisi, di mana si pembeli biasanya tidak dapat memperoleh barang yang dia inginkan kecuali lewat seorang perantara, atau ketika si pembeli tidak mau susah-susah mendapatkannya sendiri, sehingga ia mencari jasa seorang perantara.
Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Jual beli ini berbeda dengan jual beli musawwamah (tawar menawar). Murabahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian penjual diketahui oleh pembeli dan keuntungan penjual pun diberitahukan kepda pembeli, sedangkan musawwamah adalah transaksi yang terlaksana antara penjual dengan pembeli dengan suatu harga tanpa melihat harga asli barang. Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi pendapatan Bank dari produk-produk yang ada di semua Bank Islam.
Pengertian Murabahah secara lafdzi berasal dari masdar ribh{un (keuntungan). Murabahah adalah masdar dari rabaha – yurabihu – murabahatan (memberi keuntungan). Sedangkan pengertian Murabahah secara istilah adalah sebagai berikut:
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak Bank dengan nasabah. Dalam Murabahah, penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu. Pada perjanjian Murabahah, bank syariah membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah dan menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga jual sebesar harga pokok dengan ditambah keuntungan yang disepakati antara bank dengan calon nasabah dan pembayaran dapat dilakukan dengan cara ditangguhkan. Atau dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang disepakati antara BPR Islam dengan nasabah, dimana BPR Islam menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan oleh nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual Bank (harga beli Bank plus margin keuntungan pada saat jatuh tempo).
Dengan kata lain yaitu Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, yang mana barang diserahkan segera dan pembayaran dilaksanakan secara tangguh. Sedangkan dalam pengadaan barang yang dibutuhkan nasabah yang tercantum dalam pengertian di atas, Bank dapat membelinya sendiri kemudian Bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga jual Bank yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak.
Sedangkan untuk pengertian pembiayaan Murabahah berdasarkan Pasal 1 Angka 12 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tabungan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Undang-undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008, pada Pasal 1 Angka 25 menyebutkan bahwa pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
Pembiayaan Murabahah termasuk dalam penyaluran dana oleh bank syariah dengan sistem jual beli. Konsep ini telah banyak digunakan oleh bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan Islam untuk pembiayaan modal kerja, dan pembiayaan perdagangan para nasabahnya. Jadi pembiayaan Murabahah adalah perjanjian jual-beli antara bank dengan nasabah, di mana bank membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati di awal perjanjian antara bank syariah dan nasabah.
Selain itu pembiayaan Murabahah merupakan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan produksi (inventory). Pembiayaan Murabahah mirip dengan Kredit Modal Kerja yang biasa diberikan oleh bank-bank konvensional, dan karenanya pembiayaan Murabahah berjangka waktu 1 tahun (Short Run Financing).
Bank-bank Islam pada umumnya telah menggunakan Murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliputi kira-kira 75% dari total kekayaan mereka. Serta mengadopsi Murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada para nasabah guna pembelian barang meskipun mungkin si nasabah tidak memiliki uang untuk membayar. Murabahah, sebagaimana yang digunakan dalam perbankan Islam, prinsipnya didasarkan pada dua elemen pokok: harga beli serta biaya yang terkait, dan kesepakatan atas laba.
Jadi,ciri dasar kontrak Murabahah (sebagai jual beli dengan pembayaran tunda) adalah si pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya terkait dengan harga asli barang, dan batas laba harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari total harga plus biaya-biayanya, barang yang dijual adalah barang atau komoditas dan dibayar dengan uang, barang yang diperjualbelikan harus ada dan dimiliki oleh si penjual dan si penjual harus mampu menyerahkan barang itu kepada si pembeli, dan pembayarannya ditangguhkan.
Pembiayaan Murabahah merupakan salah satu bentuk pembiayaan berbasis Natural Certainty Contract karena dalam Murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh).
————————————————————-
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Jakarta, Paramadina, 1996
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Adrian Sukedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2009
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta, 2003
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta, Gema Insani, 2003
M.Yazid Efendi, Fiqih Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta, Logung Pustaka, 2009
MUI, DSN, BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: MUI, DSN, BI, 2003
Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta, UII Press, 2005
Warkum sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait BMUI dan Takaful dan Pasar Modal di Indonesia, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2004
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008.
Apa itu BSC ?
Kapan Munculnya Balanced Scorecard ?
Perubahan Teknologi à Persaingan ketat di dunia bisnis à Mendorong kebutuhan akan Informasi à Mengakibatkan persaingan Informasi à Untuk membantu ambil keputusan.
Mengapa kata “BALANCE”
à Faktor keuangan dan non keuangan
à Pihak eksternal dan internal
à Jangka pendek dan jangka panjang
Empat Perspektif Apa Saja ?
Mengapa Harus 4 Perspektif ?
Mengapa Perspektif Non Keuangan Penting ?
Apa yang diutamakan dalam setiap perspektif ?
Apa Yang Dinilai dari Perspektif Pelanggan ?
Perspektif Pelanggan dapat diukur dengan lima aspek utama (Kaplan, 1996)
Apa Yang Dinilai dari Perspektif Bisnis Internal ?
Perspektif Bisnis Internal dapat diukur dengan tiga aspek utama yaitu :
Processing Time
Manufacturing Cycle Efectiveness = ———————-
Throughput Time
Menditeksi adanya tingkat kerusakan produk dari proses produksi, perbandingan produk bagus yang dihasilkan dengan produk bagus yang masuk dalam proses, bahan buangan (waste), bahan sisa (scrap), besarnya angka pengerjaan kembali (rework), besarnya angka pengembalian bari dari konsumen dll.
Dalam manufaktur maju, pengukuran atas biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk digunakan ABC system.
Ketiga poin di atas secara bersama-sama (simultan) akan menghasilkan tiga parameter yang penting untuk mengkarakteristikkan pengukuran proses bisnis internal (perhitungan biaya yang tepat dimana tidak ada pemborosan biaya dari aktivitas yang tidak bernilai tambah dan kualitas produk yang dihasilkan baik akan menghasilkan proses bisnis internal yang baik).
Aktivitas-aktivitas diantaranya : garansi, reparasi, perlakuan terhadap produk cacat atau rusak, pelayanan dalam komplain dll
Apa Yang Dinilai dari Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran ?
Kualitas dan produktifitas karyawan dipengaruhi oleh akses terhadap system informasi yang dimiliki perusahaan (persentase ketersediaan informasi). Semakin mudah informasi diperoleh maka karyawan akan memiliki kenerja yang semakin baik
Informasi yang dibutuhkan karyawan seperti informasi pelanggannya, biaya produksi dll
Selain kemudahan akses informasi yang bergitu bagus tetapi juga harus diikuti dengan adanya motivasi karyawan untuk mau meningkatkan kinerjanya.
Pengukuran motivasi karyawan dapat dinilai melalui dimensi :
Referensi :
Jadi Apakah Akuntansi Forensik Itu?
Merriam Webster’s Collegiate Dictionary (11th) menjelaskan pengertian Forensic adalah (a) Belonging to, used in, or suitable to court of judicature or to public discussion and debate (b) Argumentative; Rhetorical (c) Relating to or dealing with the application of scientific knowledge to legal problems.
Sementara Maurice E Peloubet, dalam Journal of Accountancy edisi Juni 1946 yang berjudul “Forensic Accounting: Its place in today’s economy”, menulis bahwa “Forensic Accounting is a discipline where auditing, accounting & investigative skills are used to assist in disputes involving financial issues and data, and where there is suspicion or allegation of fraud”.
Jadi jelas bahwa akuntansi forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah/sengketa keuangan atau dugaan fraud yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/ arbitrase/tempat penyelesaian perkara lainnya.
Kasus korupsi, sebagai contoh, pada dasarnya adalah sengketa keuangan antara Negara melawan warganya yang secara resmi telah ditunjuk untuk mengelola pemerintahan. Persengketaan itu harus diselidiki kebenarannya oleh Lembaga Negara (misalnya oleh KPK) dan diputuskan oleh hakim di pengadilan. Jadi investigasi yang dilakukan oleh para Akuntan di BPKP, BPK, KPK dan instansi penegak hukum lainnya pada hakikatnya adalah sebagian tugas-tugas akuntan forensik.
Apa Bedanya Akuntansi dengan Akuntansi Forensik?
Akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik atau BPK yang bertugas melakukan general audit atas suatu instansi pemerintah atau BUMN secara umum bertujuan untuk memberikan opini atas laporan keuangan di institusi tersebut yang dilakukan secara regular karena tuntutan peraturan perundangan. Sedangkan akuntan forensik bekerja secara khusus atas suatu kasus spesifik untuk menentukan apakah fraud/ penyimpangan/ masalah lain benar terjadi, siapa saja pihak yang terlibat dalam kasus tersebut, jumlah kerugian/ keuntungan yang terjadi atas kasus tersebut, dan menjadi expert witness/ pemberi keterangan ahli di Pengadilan.
Golden, Skalak, Clayton (2006) menyimpulkan bahwa “Accountants look at the numbers, Forensic accountants look behind the numbers”.
Apa Ruang Lingkup Pekerjaan Akuntan Forensik?
Di sejumlah Negara seperti Australia, Canada dan Amerika Serikat, kantor akuntan forensik memberikan jasa dukungan atas proses litigasi (misalnya di pengadilan) dan jasa investigasi. Sementara ruang lingkupnya meliputi di antaranya penilaian bisnis dalam suatu sengketa antar perusahaan, penghitungan klaim kecelakaan terkait asuransi, penghitungan kekayaan dalam kasus perceraian, serta pendeteksian dan investigasi atas kasus fraud. Jadi fraud hanyalah salah satu ruang lingkup pekerjaan yang ditangani oleh akuntan forensik.
Keahlian yang Harus Dimiliki Akuntan Forensik
Untuk menangani kasus-kasus dengan ruang lingkup seperti tersebut di atas, akuntan forensik paling tidak harus memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Karena harus melakukan investigasi yang terkait pengumpulan dan analisis bukti maka juga harus memahami hukum secara memadai. Sementara dalam proses investigasi diperlukan pengetahuan psikologi yang memadai untuk melakukan interview, dan tentu saja kemampuan investigatif dan riset.
Masa Depan Akuntansi Forensik
Dunia bisnis yang semakin kompleks, meningkatnya kecenderungan penyelesaian sengketa bisnis di pengadilan, dan makin menurunnya tingkat integritas masyarakat di negara maju– ini ditandai dengan terungkapnya sejumlah mega skandal, seperti kasus Ponzi Scheme oleh Bernard Madoff di Amerika Serikat yang merugikan nasabah kurang lebih US$ 50 billion- membuat profesi sebagai akuntan forensik makin dibutuhkan oleh semua pihak.
�
Di Indonesia, kasus-kasus korupsi yang makin banyak terungkap dan semakin beragam jenisnya dan belum terlihat ada kecenderungan penurunan juga pada hakekatnya membuktikan saat ini dan di masa datang makin diperlukan keahlian di bidang akuntansi forensik.
*) M Najib Wahito, Ak, CFE, MFA adalah Master of Forensic Accounting, Universitas Wollongong, New South Wales, Australia. Email: najib_wahito@yahoo.com
Green accounting adalah jenis akuntansi lingkungan yang menggambarkan upaya untuk menggabungkan manfaat lingkungan dan biaya ke dalam pengambilan keputusan ekonomi atau suatu hasil keuangan usaha, Green Accounting menggambarkan upaya untuk menggabungkan manfaat lingkungan dan biaya ke dalam pengambilan keputusan ekonomi. Perusahaan akuntansi lingkungan berkaitan dengan dampak lingkungan sebuah bisnis, akuntansi lingkungan nasional berusaha untuk mencapai yang sama pada tingkat-negara.
Menurut EPA, green accounting manajemen adalah identifikasi, prioritas, kuantifikasi atau kualifikasi, dan penggabungan biaya lingkungan ke dalam bisnis decisions, akuntansi Manajemen Hijau menggunakan data tentang biaya lingkungan dan kinerja untuk keputusan bisnis. Ini mengumpulkan biaya, produksi, persediaan, dan biaya limbah dan kinerja untuk keputusan bisnis. Ini mengumpulkan biaya, produksi, inventaris, dan limbah biaya dan data kinerja dalam sistem akuntansi untuk merencanakan, mengevaluasi, dan control. akuntansi manajemen lingkungan sehingga merupakan pendekatan gabungan yang menyediakan untuk transisi data dari akuntansi keuangan dan akuntansi biaya untuk meningkatkan efisiensi bahan, mengurangi dampak lingkungan dan risiko, dan mengurangi biaya perlindungan lingkungan. Green accounting sering kali bekerja dengan situs, penelitian dan pengembangan, dan manajer produksi saat merencanakan anggaran.
Untuk mendefinisikan green accounting atau lingkungan akuntansi, beberapa aspek telah dipertimbangkan, seperti asuransi, pajak, peraturan dan eksternal keuangan informasi.Green accounting atau lingkungan akuntansi saling terkait dengan dua fungsi dasar manajemen akuntansi: perencanaan dan pengumpulan data, pelaporan. Di kasus perencanaan, akuntansi hijau menggunakan ramalan Analisis untuk mengukur dampak masa depan terhadap lingkungan, seperti sebagai target costing metode atau siklus kehidupan. Dalam kasus kedua,lingkungan pengumpulan data dan pelaporan kepada manajemen didasarkan pada analisis data yang efisien untuk substantiating keputusan. Mulai dari pertimbangan yang disebutkan objek green accounting terutama diidentifikasi dan mengukur biaya bahan baku dan lingkungan spesifik kegiatan dan penggunaan ini informasi untuk penyusunan laporan dan analisis internal diperlukan kepada manajemen perusahaan untuk membuat lingkungan keputusan.Tujuan green accounting adalah pengakuan dan upaya untuk mengidentifikasi cara mengurangi negative efek dari kegiatan dan sistem pada lingkungan. Melihat prinsip-prinsip dasar Activity-Based metode (ABC), green accounting melengkapi terminologi dan kamus istilah yang digunakan oleh ABC metode. Akibatnya, istilah-istilah seperti: biaya aktivitas sopir, biaya proses driver, biaya langsung, biaya aktivitas, obyek biaya,berdasarkan aktivitas manajemen, manajemen kinerja,rantai nilai, dll yang dilengkapi dengan persyaratan lain seperti: berdasarkan aktivitas sistem biaya, biaya lingkungan perhitungan, sistem manajemen lingkungan, penuh Teoritis dan Terapan Ekonomi Perhitungan biaya lingkungan, manajemen investasi, produk daur hidup analisis, perhitungan siklus hidup produk, logistik, polusi pencegahan, biaya pribadi, aktivitas nilai tambah, dll,Pada hal yang disebutkan persyaratan di atas, kita telah mencari bahasa yang umum bagi pengguna penetapan biaya berdasarkan aktivitas metode, serta pengguna lainnya kategori. Bahasa ini akan membantu untuk memfasilitasi pemahaman istilah baru atau gagasan-gagasan yang digunakan oleh hijau akuntansi untuk tujuan komunikasi dan menghormati kebijakan internal.
Mengapa metode ABC (Activity-Base Costing) telah dipilih?
Jawabannya sangat sederhana. Green accounting yang mengamati prinsip-prinsip metode ABC membantu mengukur tabungan biaya sebagai akibat dari pengurangan biaya bahan baku selama daur ulang atau menggunakan kembali periode. Sebagai konsekuensi, ABC atau metode ABM memberikan pemahaman dan pendekatan area-area target untuk mempertimbangkan peluang merancang biaya kegiatan lingkungan utama.Rancangan biaya lingkungan merupakan konsep yang mengacu pada rancangan sebuah lingkungan target biaya berorientasi produk atau kendala, seperti persyaratan desain dan perakitan produk.Daur ulang desain mengacu pada konsep desain produk yang menekankan fasilitas perakitan dan de-daur ulang, serta akhir berguna hidup produk siklus.Kegunaan dan keuntungan dari kegiatan berbasis metode costing bisa diungkapkan oleh green accounting. Penerapan prinsip-prinsip metode ABC direkomendasikan untuk mendorong perbaikan lingkungan hasil.
Apa yang harus dilakukan dalam arah ini?
Hal-hal yang sangat sederhana. Metode ABC hasil untuk mengalokasikan biaya untuk proses dan lebih lanjut tentang kegiatan. Pada tingkat aktivitas, unsur lingkungan hidup harus ditambahkan. Metode ABM menggunakan informasi yang disediakan oleh ABC metode untuk membuat keputusan dan kita harus menambahkan lingkungan informasi untuk membuat lebih akurat dan efisien keputusan jangka panjang.
Jadi, metode ABC menjadi alat yang sangat efisien dari manajemen akuntansi yang mengidentifikasi produksi riil biaya dan menawarkan dorongan untuk meningkatkan berkelanjutan proses dalam perusahaan atau bahkan re-engineering yang tidak harus berdasarkan sistem akuntansi tradisional (Yang tidak mengungkapkan biaya lingkungan).Meneliti penetapan biaya penuh dan biaya driver, kita dapat mencoba dua versi: pengurangan biaya dan abstraksi biaya lingkungan driver. Green accounting menguntungkan pengemudi abstraksi biaya lingkungan, sehingga menghindari penuh biaya tinggi dan kerugian sebagai penolakan, limbah produk.Upaya green accounting untuk mengklasifikasikan nilai menghasilkan nilai atau non-kegiatan yang menghasilkan lingkungan sangat sulit, jika tidak memperhitungkan saran berikut: kebutuhan yang ada untuk menjelaskan sifat tertentu lingkungan kegiatan dan membentuk mereka “klien” (staf misalnya pelatihan dalam mencegah pencemaran lingkungan); mengukur output harus terkait dengan lingkungan strategis tujuan; penggunaan dokumentasi yang lebih tua atau istilah khusus harus dilakukan dengan hati-hati, Sebelum meluncurkan pelaksanaan green accounting, setiap manajer harus bertanya pada diri sendiri: Bagaimana kita bisa beradaptasi dengan manajemen tradisional metode akuntansi atau bahkan metode yang lebih maju untuk green accounting? Bagaimana cara memulai pelaksanaan? Bagaimana cara mencapai objek pelaksanaan? Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas dapat disintesis dalam jadwal yang harus diikuti untuk menerapkan green accounting. jadwal ini terdiri dari sebagai berikut tahap: Tahap satu. Menyiapkan tujuan green accounting.
Berikut adalah serangkaian pertanyaan yang diajukan oleh manajemen perusahaan. Pertanyaan satu. Apa tujuan utama green accounting? Jawaban: Tidak ada tujuan tunggal. Di antara tujuan mungkin, kita bisa daftar: mengidentifikasi, mengumpulkan, menghitung dan menganalisis materi dan energi yang terkait biaya; pelaporan internal dan menggunakan informasi tentang biaya lingkungan; menyediakan biaya-biaya lain yang terkait, informasi dalam proses pengambilan keputusan, dengan tujuan untuk mengadopsi keputusan yang efisien dan berkontribusi perlindungan lingkungan. Pertanyaan kedua. Apa keuntungan dan kelemahan green accounting? Jawaban: Keuntungan: mengadopsi keputusan tentang keuangan kinerja organisasi dan green accounting,memberikan informasi yang berguna untuk mencapai biaya minimisasi target (khususnya lingkungan) dan dampak negatif terhadap lingkungan, menyajikan data tentang biaya yang diperlukan untuk memperkirakan dampak keuangan seperti inisiatif sebagai:mencegah polusi, merancang dan hijau lingkungan akuntansi perbaikan;proyeksi, biaya, memperkirakan siklus hidup di lingkungan;sirkulasi produk administrasi dari lingkungan calon; proses pasokan dari perspektif lingkungan;produk atau itu kewajiban produsen;lingkungan yang berpusat pada sistem manajemen;menilai, pengujian dan pelaporan kinerja kegiatan lingkungan; pelaporan kinerja tersebut; sumber informasi lainnya rutin manajerial kegiatan seperti: desain produk dan proses,biaya distribusi dan kontrol, penganggaran modal,proses penawaran, kebijakan harga, kinerja evaluasi.Kekurangan: pelaksanaan green acoounting tidak mewakili suatu jaminan untuk memperoleh keuangan kinerja atau lingkungan terkait.
REKSADANA
Reksadana adalah wadah dan pola pengelolaan dana/modal bagi sekumpulan investor untuk berinvestasi dalam instrumen-instrumen investasi yang tersedia di Pasar dengan cara membeli unit penyertaan reksadana. Dana ini kemudian dikelola oleh Manajer Investasi (MI) ke dalam portofolio investasi, baik berupa saham, obligasi, pasar uang ataupun efek/sekuriti lainnya.
Menurut Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995 pasal 1, ayat (27): “Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat Pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.”
Dari kedua definisi di atas, terdapat tiga unsur penting dalam pengertian Reksadana yaitu:
Pada reksadana, manajemen investasi mengelola dana-dana yang ditempatkannya pada surat berharga dan merealisasikan keuntungan ataupun kerugian dan menerima dividen atau bunga yang dibukukannya ke dalam “Nilai Aktiva Bersih” (NAB) reksadana tersebut.
Kekayaan reksadana yang dikelola oleh manajer investasi tersebut wajib untuk disimpan pada bank kustodian yang tidak terafiliasi dengan manajer investasi, dimana bank kustodian inilah yang akan bertindak sebagai tempat penitipan kolektif dan administratur.
Bentuk Hukum Reksadana
Berdasarkan Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 pasal 18, ayat (1), bentuk hukum Reksadana di Indonesia ada dua, yakni Reksadana berbentuk Perseroan Terbatas (PT. Reksa Dana) dan Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK).
Reksa Dana berbentuk Perseroan (PT. Reksa Dana)
suatu perusahaan (perseroan terbatas), yang dari sisi bentuk hukum tidak berbeda dengan perusahaan lainnya. Perbedaan terletak pada jenis usaha, yaitu jenis usaha pengelolaan portofolio investasi.
Kontrak Investasi Kolektif
kontrak yang dibuat antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang juga mengikat pemegang Unit Penyertaan sebagai Investor. Melalui kontrak ini Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio efek dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan dan administrasi investasi.
Karakteristik Reksadana
Berdasarkan karakteristiknya maka reksadana dapat digolongkan sebagai berikut:
Reksadana Terbuka
adalah reksadana yang dapat dijual kembali kepada Perusahaan Manajemen Investasi yang menerbitkannya tanpa melalui mekanisme perdagangan di Bursa efek. Harga jualnya biasanya sama dengan Nilai Aktiva Bersihnya. Sebagian besar reksadana yang ada saat ini adalah merupakan reksadana terbuka.
Reksadana Tertutup
adalah reksadana yang tidak dapat dijual kembali kepada perusahaan manajemen investasi yang menerbitkannya. Unit penyertaan reksadana tertutup hanya dapat dijual kembali kepada investor lain melalui mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Harga jualnya bisa diatas atau dibawah Nilai Aktiva Bersihnya.
Jenis-jenis Reksadana
Reksadana saham adalah reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat ekuitas (saham). Efek saham umumnya memberikan potensi hasil yang lebih tinggi berupa capital gain melalui pertumbuhan harga-harga saham dan deviden. Reksadana saham memberikan potensi pertumbuhan nilai investasi yang paling besar demikian juga dengan risikonnya.
Reksadana campuran adalah reksadana yang melakukan investasi dalam efek ekuitas dan efek hutang yang perbandingannya tidak termasuk dalam kategori reksadana pendapatan tetap dan reksadana saham. Potensi hasil dan risiko reksadana campuran secara teoritis dapat lebih besar dari reksadana pendapatan tetap namun lebih kecil dari reksadana saham.
Reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang malakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat hutang. Risiko investasi yang lebih tinggi dari reksadana pasar uang membuat nilai return bagi reksadana jenis ini juga lebih tinggi tapi tetap lebih rendah daripada reksadana campuran atau saham.
Reksadana pasar uang adalah reksadana yang melakukan investasi 100% pada efek pasar uang yaitu efek hutang yang berjangka kurang dari satu tahun. Reksadana pasar uang merupakan reksadana yang memiliki risiko terendah namun juga memberikan return yang terbatas.
Nilai Aktiva Bersih
NAB (Nilai Aktiva Bersih) merupakan salah satu tolak ukur dalam memantau hasil dari suatu Reksa Dana.NAB per saham/unit penyertaan adalah harga wajar dari portofolio suatu Reksadana setelah dikurangi biaya operasional kemudian dibagi jumlah saham/unit penyertaan yang telah beredar (dimiliki investor) pada saat tersebut.
Manfaat Reksadana
Reksa Dana memiliki beberapa manfaat yang menjadikannya sebagai salah satu alternatif investasi yang menarik antara lain:
Pengelolaan portofolio suatu Reksa Dana dilaksanakan oleh Manajer Investasi yang memang mengkhususkan keahliannya dalam hal pengelolaan dana. Peran Manajer Investasi sangat penting mengingat Pemodal individu pada umumnya mempunyai keterbatasan waktu, sehingga tidak dapat melakukan riset secara langsung dalam menganalisa harga efek serta mengakses informasi ke pasar modal.
Diversifikasi atau penyebaran investasi yang terwujud dalam portofolio akan mengurangi risiko (tetapi tidak dapat menghilangkan), karena dana atau kekayaan Reksa Dana diinvestasikan pada berbagai jenis efek sehingga risikonya pun juga tersebar. Dengan kata lain, risikonya tidak sebesar risiko bila seorang membeli satu atau dua jenis saham atau efek secara individu.
Reksa Dana wajib memberikan informasi atas perkembangan portofolionya dan biayanya secara kontinyu sehingga pemegang Unit Penyertaan dapat memantau keuntungannya, biaya, dan risiko setiap saat.Pengelola Reksa Dana wajib mengumumkan Nilai Aktiva Bersih (NAB) nya setiap hari di surat kabar serta menerbitkan laporan keuangan tengah tahunan dan tahunan serta prospektus secara teratur sehingga Investor dapat memonitor perkembangan investasinya secara rutin.
Agar investasi yang dilakukan berhasil, setiap instrumen investasi harus mempunyai tingkat likuiditas yang cukup tinggi. Dengan demikian, Pemodal dapat mencairkan kembali Unit Penyertaannya setiap saat sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing Reksadana sehingga memudahkan investor mengelola kasnya. Reksadana terbuka wajib membeli kembali Unit Penyertaannya sehingga sifatnya sangat likuid.
Karena reksadana merupakan kumpulan dana dari banyak pemodal dan kemudian dikelola secara profesional, maka sejalan dengan besarnya kemampuan untuk melakukan investasi tersebut akan menghasilkan pula efisiensi biaya transaksi.
Biaya transaksi akan menjadi lebih rendah dibandingkan apabila Investor individu melakukan transaksi sendiri di bursa.
Risiko Investasi Reksa Dana
Untuk melakukan investasi Reksa Dana, Investor harus mengenal jenis risiko yang berpotensi timbul apabila membeli Reksadana.
Penurunan ini disebabkan oleh harga pasar dari instrumen investasi yang dimasukkan dalam portofolio Reksadana tersebut mengalami penurunan dibandingkan dari harga pembelian awal. Penyebab penurunan harga pasar portofolio investasi Reksadana bisa disebabkan oleh banyak hal, di antaranya akibat kinerja bursa saham yang memburuk, terjadinya kinerja emiten yang memburuk, situasi politik dan ekonomi yang tidak menentu, dan masih banyak penyebab fundamental lainnya.
Potensi risiko likuiditas ini bisa saja terjadi apabila pemegang Unit Penyertaan reksadana pada salah satu Manajer Investasi tertentu ternyata melakukan penarikkan dana dalam jumlah yang besar pada hari dan waktu yang sama. Istilahnya, Manajer Investasi tersebut mengalami rush (penarikan dana secara besar-besaran) atas Unit Penyertaan reksadana. Hal ini dapat terjadi apabila ada faktor negatif yang luar biasa sehingga memengaruhi investor reksadana untuk melakukan penjualan kembali Unit Penyertaan reksadana tersebut. Faktor luar biasa tersebut di antaranya berupa situasi politik dan ekonomi yang memburuk, terjadinya penutupan atau kebangkrutan beberapa emiten publik yang saham atau obligasinya menjadi portofolio Reksadana tersebut, serta dilikuidasinya perusahaan Manajer Investasi sebagai pengelola Reksadana tersebut.
Risiko Pasar adalah situasi ketika harga instrumen investasi mengalami penurunan yang disebabkan oleh menurunnya kinerja pasar saham atau pasar obligasi secara drastis. Istilah lainnya adalah pasar sedang mengalami kondisi bearish, yaitu harga-harga saham atau instrumen investasi lainnya mengalami penurunan harga yang sangat drastis. Risiko pasar yang terjadi secara tidak langsung akan mengakibatkan NAB (Nilai Aktiva Bersih) yang ada pada Unit Penyertaan Reksadana akan mengalami penurunan juga. Oleh karena itu, apabila ingin membeli jenis Reksadana tertentu, Investor harus bisa memperhatikan tren pasar dari instrumen portofolio Reksadana itu sendiri.
Risiko Default terjadi jika pihak Manajer Investasi tersebut membeli obligasi milik emiten yang mengalami kesulitan keuangan padahal sebelumnya kinerja keuangan perusahaan tersebut masih baik-baik saja sehingga pihak emiten tersebut terpaksa tidak membayar kewajibannya. Risiko ini hendaknya dihindari dengan cara memilih Manajer Investasi yang menerapkan strategi pembelian portofolio investasi secara ketat.
Exchange Traded Fund
Exchange traded fund (ETF) [2] adalah sebuah reksadana yang merupakan suatu inovasi dalam dunia industri reksadana yang sifatnya mirip dengan suatu perusahaan terbuka dimana unit penyertaannya dapat diperdagangkan di bursa.
ETF ini adalah merupakan kombinasi dari reksadana tertutup dan reksadana terbuka, dan ETF ini biasanya adalah merupakan reksadana yang mengacu kepada indeks saham.
ETF ini lebih efisien daripada reksadana konvensional seperti yang kita kenal saat ini, dimana reksadana senantiasa menerbitkan unit penyertaan baru setiap harinya dan membeli kembali yang dijual oleh pemegang unit (manajer investasi harus menjual surat berharga yang merupakan aset reksadana tersebut untuk memenuhi kewajibannya membeli unit penyertaan yang dijual, sedangkan unit penyertaan ETF diperdagangkan langsung di bursa setiap hari (menyerupai reksadana tertutup, dimana tidak ada dapat dijual kembali kepada manajer investasi)
Di Indonesia, ETF ini disebut “Reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif yang unit penyertaannya diperdagangkan di bursa efek“, dan pada hari senin tanggal 4 Desember 2006, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) telah menerbitkan suatu aturan baru yaitu peraturan nomor IV.B.3 tentang “Reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif yang unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek”. [
IHSG
Indeks Harga Saham Gabungan (disingkat IHSG, dalam Bahasa Inggris disebut juga Jakarta Composite Index, JCI, atau JSX Composite) merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI; dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ)). Diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Hari Dasar untuk perhitungan IHSG adalah tanggal 10 Agustus 1982. Pada tanggal tersebut, Indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 100 dan saham tercatat pada saat itu berjumlah 13 saham.[1]
JII
Jakarta Islamic Index atau biasa disebut JII adalah salah satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung index harga rata-rata saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi kriteria syariah. Pembentukan JII tidak lepas dari kerja sama antara Pasar Modal Indonesia (dalam hal ini PT Bursa Efek Jakarta) dengan PT Danareksa Invesment Management (PT DIM). JII telah dikembangkan sejak tanggal 3 Juli 2000. Pembentukan instrumen syariah ini untuk mendukung pembentukan Pasar Modal Syariah yang kemudian diluncurkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 2003. Mekanisme Pasar Modal Syariah meniru pola serupa di Malaysia yang digabungkan dengan bursa konvensional seperti Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Setiap periodenya, saham yang masuk JII berjumlah 30 (tiga puluh) saham yang memenuhi kriteria syariah. JII menggunakan hari dasar tanggal 1 Januari 1995 dengan nilai dasar 100.
Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek. JII juga diharapkan dapat mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis syariah di Indonesia. JII menjadi jawaban atas keinginan investor yang ingin berinvestasi sesuai syariah. Dengan kata lain, JII menjadi pemandu bagi investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah tanpa takut tercampur dengan dana ribawi. Selain itu, JII menjadi tolak ukur kinerja (benchmark) dalam memilih portofolio saham yang halal.
Penentuan kriteria dalam pemilihan saham dalam JII melibatkan Dewan Pengawas Syariah PT DIM. Saham-saham yang akan masuk ke JII harus melalui filter syariah terlebih dahulu. Berdasarkan arahan Dewan Pengawas Syariah PT DIM, ada 4 syarat yang harus dipenuhi agar saham-saham tersebut dapat masuk ke JII:
Selain filter syariah, saham yang masuk ke dalam JII harus melalui beberapa proses penyaringan (filter) terhadap saham yang listing, yaitu:
Pengkajian ulang akan dilakukan 6 (enam) bulan sekali dengan penentuan komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha utama emiten akan dimonitor secara terus menerus berdasarkan data publik yang tersedia. Perusahaan yang mengubah lini bisnisnya menjadi tidak konsisten dengan prinsip syariah akan dikeluarkan dari indeks. Sedangkan saham emiten yang dikeluarkan akan diganti oleh saham emiten lain. Semua prosedur tersebut bertujuan untuk mengeliminasi saham spekulatif yang cukup likuid. Sebagian saham-saham spekulatif memiliki tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler yang tinggi dan tingkat kapitalisasi pasar yang rendah.
Perhitungan JII dilakukan oleh BEJ dengan menggunakan metode perhitungan indeks yang telah ditetapkan yaitu dengan bobot kapitalisasi pasar (market cap weighted). Perhitungan indeks ini juga mencakup penyesuaian – penyesuaian (adjustments) akibat berubahnya data emiten yang disebabkan adanya corporate action.
Definisi Indeks LQ 45
Indeks LQ 45 adalah nilai kapitalisasi pasar dari 45 saham yang paling likuid dan memiliki nilai kapitalisasi yang besar hal itu merupakan indikator likuidasi. Indeks LQ 45, menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan Likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan Agustus). Dengan demikian saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah.
Beberapa kriteria – kriteria seleksi untuk menentukan suatu emiten dapat masuk dalam perhitungan indeks LQ 45 adalah :
b. Kriteria yang kedua adalah :
1.) Merupakan urutan tertinggi yang mewakili sektornya dalam klasifikasi industri BEJ sesuai dengan nilai kapitalisasi pasarnya.
2.) Merupakan urutan tertinggi berdasarkan frekuensi transaksi (Tjiptono, 2001, p. 95-96).
Indeks LQ 45 hanya terdiri dari 45 saham yang telah terpilih melalui berbagai kriteria pemilihan, sehingga akan terdiri dari saham-saham dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi. Saham-saham pada indeks LQ 45 harus memenuhi kriteria dan melewati seleksi utama sebagai berikut :
Saham-saham yang termasuk didalam LQ 45 terus dipantau dan setiap enam bulan akan diadakan review (awal Februari, dan Agustus). Apabila ada saham yang sudah tidak masuk kriteria maka akan diganti dengan saham lain yang memenuhi syarat. Pemilihan saham – saham LQ 45 harus wajar, oleh karena itu BEJ mempunyai komite penasehat yang terdiri dari para ahli di BAPEPAM, Universitas, dan Profesional di bidang pasar modal. (factbook 1997, Jakarta Stock Exchange).
Faktor –faktor yang berperan dalam pergerakan Indeks LQ 45, yaitu :
Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap naiknya Indeks LQ 45 adalah :
1. Penguatan bursa global dan regional menyusul penurunan harga minyak mentah dunia, dan
2. Penguatan nilai tukar rupiah yang mampu mengangkat indeks LQ 45 ke zone positif.
Tujuan indeks LQ 45 adalah sebagai pelengkap IHSG dan khususnya untuk menyediakan sarana yang obyektif dan terpercaya bagi analisis keuangan, manajer investasi, investor dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitor pergerakan harga dari saham-saham yang aktif diperdagangkan.
MENGENAL INDEKS HARGA SAHAM
Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu.
Dengan adanya indeks, kita dapat mengetahui trend pergerakan harga saham saat ini; apakah sedang naik, stabil atau turun. Misal, jika di awal bulan nilai indeks 300 dan saat ini di akhir bulan menjadi 360, maka kita dapat mengatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar 20%. Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Karena harga-harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks pun bergerak turun naik dalam hitungan waktu yang cepat pula. Di Bursa Efek Indonesia terdapat berbagai jenis indeks, antara lain:
Menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya, atau indeks masing-masing saham yang tercatat di BEI.
Menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor, misalnya sektor keuangan, pertambangan, dan lain-lain. Di BEI indeks sektoral terbagi atas sembilan sektor yaitu: pertanian, pertambangan, industri dasar, aneka industri, konsumsi, properti, infrastruktur, keuangan, perdagangan dan jasa, dan manufaktur.
Menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan indeks.
Yaitu indeks yang terdiri 45 saham pilihan dengan mengacu kepada 2 variabel yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Setiap 6 bulan terdapat saham-saham baru yang masuk kedalam LQ 45 tersebut.
JII merupakan indeks yang terdiri 30 saham mengakomodasi syariat investasi dalam Islam atau Indeks yang berdasarkan syariah Islam. Dengan kata lain, dalam Indeks ini dimasukkan saham-saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat Islam. Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:
Merupakan suatu indeks saham dari 100 saham perusahaan publik yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Indeks ini merupakan bentuk kerjasama antara BEI dengan media cetak dalam hal ini kompas, dan diterbitkan pada tanggal 10 Agustus 2007. Seratus saham yang terpilih adalah saham yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi, nilai kapitalisasi pasar yang besar, memiliki fundamental serta kinerja yang baik.
INDEKS OBLIGASI PEMERINTAH Indeks Obligasi Pemerintah pertama kali diluncurkan pada tanggal 01 Juli 2004, sebagai wujud pelayanan kepada masyarakat pasar modal dalam memperoleh data sehubungan dengan informasi perdagangan obligasi pemerintah. Indeks Obligasi memberikan nilai lebih, antara lain:
Formula yang digunakan dalam pengembangan informasi Indeks Obligasi Pemerintah:
Diharapkan dengan adanya Indeks Obligasi Pemerintah ini akan memenuhi kebutuhan Pasar Modal di Indonesia, khususnya Pasar Obligasi dalam pembentukan transparansi harga di Pasar, sehingga terwujud harga wajar obligasi dan pasar yang efisien. |
Dalam perjanjian jual beli syarat penyerahan barang berhubungan dengan berpindahnya hak milik atas barang yang diperjualbelikan. Dalam hal ini ditentukan siapa yang akan menanggung biaya pengangkutan. Sehingga syarat penyerahan merupakan suatu kesepakatan antara penjual dengan pembeli tentang pemindahan hak milik disertai biaya pengiriman barang dari gudang penjual sampai digudang pembeli.
Untuk lebih jelasnya berikut dikemukakan beberapa syarat penyerahan barang yang umumnya terjadi dalam jual beli.
a. | Franko gudang pembeli Artinya barang yang diperjualbelikan akan menjadi hak milik pembeli pada saat barang tersebut sampai di gudang pembeli. Sehingga segala bentuk resiko yang timbul selama dalam perjalanan menjadi tanggung jawab penjual termasuk ongkos angkut barang tersebut. |
b. | Franko gudang penjual Artinya barang yang sudah diperjualbelikan akan menjadi hak milik pembeli pada saat barang sudah keluar dari gudang penjual, dan segala bentuk resiko yang timbul selama dalam perjalanan menjadi tanggung jawab pembeli termasuk ongkos angkut barang tersebut. |
c. | Free On Board Shipping point Syarat ini berlaku untuk pengiriman barang yang menggunakan kapal laut. Artinya barang yang diperjualbelikan menjadi hak milik pembeli pada saat barang sudah sampai di atas kapal di pelabuhan penjual, sehingga segala sesuatu resiko yang timbul dalam perjalanan sampai di gudang pembeli menjadi tanggung jawab pembeli. Syarat ini dalam transaksi biasa ditulis FOB shipping point. FOB Shipping Point ataupun franco penjual, itu berarti penyerahan barang dilakukan ditempat penjual. Hal ini berarti segala bentuk biaya transformasi dan resiko yang timbul dari tempat penjual sampai ketempat pembeli ditanggung sepenuhnya oleh pembeli. |
d. | Free On Board Destination point Syarat ini berlaku dalam pengiriman barang menggunakan kapal laut. Artinya barang yang sudah diperjualbelikan menjadi hak milik pembeli saat barang tersebut sudah di atas kapal di pelabuhan pembeli. Sehingga semua resiko yang timbul dalam perjalanan dari gudang penjual sampai di atas kapal (dalam perjalanan) menjadi tanggungan penjual. Sedangkan resiko yang terjadi selama dari pelabuhan pembeli ke gudang pembeli menjadi tanggungan pembeli. Jadi ongkos angkut dari gudang penjual, ongkos bongkar muat dan ongkos kapal sepenuhnya tanggungan penjual. Dalam transaksi syarat ini biasa ditulis FOB destination. FOB Destination Point ataupun franco pembeli, berarti segala bentuk kegiatan penyerahan barang dilakukan ditempat pembeli. Hal ini berarti segala bentuk biaya dan resiko yang timbul dalam hal pengiriman barang dari tempat penjual ketempat pembeli menjadi tanggung jawab dari pihak penjual. |
e. | Cost Insurance and Freight (CIF) Artinya dalam perjanjian jual beli disepakati bahwa penjual menanggung semua biaya angkut serta premi asuransi barang dalam perjalanan. Kadang-kadang syarat ini dilengkapi lagi dengan tanggungan biaya komisi oleh penjual, sehingga syarat ini ditulis menjadi CIFIC (Cost Insurance and Freight Inclusive Comission). |
Cost, Insurance, and Freight ( CIF ) yaitu syarat penyerahan yang menyebutkan bahw penjual bertanggungjawab atas biaya pengiriman dan ansuransikerugian barang yang dikirim atau dijual sampai gudang pembeli.
Selain lima jenis penyerahan barang di atas, masih terdapat tiga jenis lagi penyerahan barang yang mempengaruhi harga barang, yaitu:
Penjualan Angsuran
(Barang Tidak Bergerak/Bukan Barang Dagang)
Metode penjualan angsuran pada mulanya berasal dari penjualan rumah pada perusahaan real
estate, tetapi pada masa sekarang penjualan dengan metode ini telah berkembang pada perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan kendaraan seperti mobil, motor; mesin; alat-alat rumah tangga dan lainnya. Bahkan pada beberapa jenis industri metode penjualan angsuran ini telah menjadi kunci utama dalam mencapai operasi skala besar.
Metode penjualan angsuran ini cukup berkembang pesat dan disukai di kalangan usahawan dan juga di kalangan pembeli. Bagi usahawan metode ini telah meningkatkan jumlah penjualan yang tentunya meningkatkan laba, bagi pembeli mereka merasa lebih ringan dalam hal pembayaran untuk melunasi barang yang dicicil tersebut.
Meskipun dengan metode ini resiko atas tidak tertagihnya piutang akan meningkat, tetapi kelemahan metode ini dapat diatasi dengan meningkatnya volume penjualan perusahaan.
Bagi akuntan, penjualan angsuran menimbulkan beberapa masalah. Masalah utama adalah : “membandingkan antara beban dan pendapatan” (matching of costs and revenues), yaitu :
Penjualan angsuran adalah penjualan barang atau jasa yang dilaksanakan dengan perjanjian dimana pembayaran dilakukan secara bertahap atau berangsur. Biasanya pada saat barang atau jasa diserahkan kepada pembeli, penjual menerima uang muka (down payment) sebagai pembayaran pertama dan sisanya diangsur dengan beberapa kali angsuran. Karena penjualan harus menunggu beberapa periode untuk menagih seluruh piutang penjulannya, maka biasanya pihak penjual akan membebankan bunga atas saldo yang belum diterimanya.
Resiko atas tidak tertagihnya piutang usaha angsuran ini sangat tinggi, mungkin saat akan dilakukan penjualan angsuran telah dilakukan survai atas pembeli dan memperoleh hasil yang baik. Karena penagihan piutang usaha angsuran memakan waktu yang cukup lama (beberapa periode), hal tersebut kemungkinan dapat merubah hasil survai yang telah dilakukan semula terhadap pembeli. Untuk menghindari hal-hal demikian, penjual biasanya akan membuat kontrak jual beli (security agreement), yang memberikan hak kepada penjual untuk menarik kembali barang yang telah di jual dari pembeli.
Untuk mengurangi barang angsuran tersebut dari resiko terbakar atau hilang, pihak penjual dapat menetapkan syarat bagi pembeli agar barang angsuran tersebut diasuransikan untuk kepentingkan pihak penjual. Premi asuransi ditanggung oleh pembeli, jika barang angsuran hilang atau terbakar, pihak asuransi akan membayar ganti rugi kepada penjual dan bukan pembeli. Kadang kala mungkin jiwa dari pembeli diwajibkan oleh penjual untuk diasuransikan dengan premi auransi atas tanggungan si pembeli.
Jadi untuk melindungi kepentingan penjual dari kemungkinan tidak ditepatinya kewajiban-kewajiban oleh pihak pembeli, maka terdapat beberapa bentuk perjanjian atau kontrak penjualan angsuran, sebagai berikut :
Penjualan angsuran dengan bentuk-bentuk perjanjian tersebut di atas dilaksanakan untuk barang-barang tidak bergerak / barang yang bukan barang dagang, seperti : gedung, tanah, dan aktiva-aktiva tetap lainnya. Apabila terjadi tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban oleh pembeli, maka penjual tetap memiliki hak untuk memiliki kembali barang yang dijualnya, tetapi nilainya sisa barang itu mungkin akan lebih rendah dari nilai barang berdasarkan perhitungan yang sesuai dengan perjanjian yang ada sehingga pemilikan kembali tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Untuk mengurangi kemungkinan kerugian yang terjadi pemilikan kembali, maka faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh penjual adalah sebagai berikut :
Untuk menghitung laba bersih pada penjualan angsuran adalah sangat kompleks, karena beban sehubungan dengan penjualan angsuran tersebut tidak hanya terjadi pada saat penjualan angsuran tersebut dilakukan, melainkan akan terjadi sepanjang penjualan angsuran tersebut belum dilunasi.
Sesuai dengan konsep akuntasni yaitu membandingkan antara beban dengan pendapatan (matching costs against revenue), maka pada saat penjualan angsuran dapat ditentukan nilai dari penjualan, harga pokok dan beban yang terjadi pada periode tersebut. Karena penagihan penjualan angsuran meliputi beberapa periode, timbul masalah bagaimana beban yang terjadi pada periode berikutnya (misalkan beban penagihan, administrasi, perbaikan dan pemilikan kembali) sehubungan penagihan piutang usaha angsuran tersebut.
Untuk menghitung laba kotor dalam penjualan angsuran pada prakteknya dapat dilakukan dengan
dua metode, yaitu :
Dalam metode ini seluruh laba kotor diakui pada saat terjadinya penjualan angsuran, atau dengan kata lain sama seperti penjualan pada umumnya yang ditandai oleh timbulnya piutang/tagihan kepada pelanggan. Apabila prosedur demikian diikuti maka sebagai konsekuensinya pengakuan terhadap biaya-biaya yang berhubungan dam dapat diidentifikasikan dengan pendapatan-pendapatan yang bersangkutan harus pula dilakukan.
Beban untuk pendapatan dalam periode yang bersangkutan harus meliputi biaya-biaya yang diperkirakan akan terjadi dalam hubungannya dengan pengumpulan piutang atas kontrak penjualan angsuran, kemungkinan tidak dapatnya piutang itu direalisasikan maupun kemungkinan rugi sebagai akibat pembatalan kontrak. Terhadap biaya yang ditaksir itu biasanya dibentuk suatu rekening Cadangan Kerugian Piutang.
Jika barang tidak bergerak dijual secara angsuran, perusahaan akan mendebit piutang usaha angsuran dan mengkredit perkiraan aktiva yang bersangkutan serta mengkredit pula laba atas penjualan aktiva tersebut.
Jurnalnya adalah:
Piutang usaha angsuran xxxxxx
Aktiva tak gerak xxxxxx
Laba atas penjualan aktiva tak gerak xxxxxx
Pada metode ini memakai asumsi bahwa seluruh beban sehubungan dengan penjualan angsuran terjadi pada periode yang sama dengan penjualannya. Mengenai beban pada periode berikutnya, yaitu misalnya beban tidak tertagihnya piutang dan lain sebagainya, harus diestimasi pada periode terjadinya penjualan nagsuran yaitu dengan mendebit perkiraan beban dan mengkredit perkiraan penilaian asset seperti penyisihan biaya penjualan angsuran dan penyisihan piutang angsuran.
Jurnalnya adalah:
Beban usaha xxxxxx
Penyisihan piutang angsuran xxxxxx
Jika pada periode berikutnya penjualan nagsuran tersebut terjadi, perkiraan penyisihan tersebut akan didebit, dan kas yang dikeluarkan serta saldo piutang usaha yang tidak tertagih akan dikredit.
Jurnalnya adalah:
Penyisihan piutang angsuran xxxxxx
Kas xxxxxx
Piutang usaha angsuran xxxxxx
Dalam metode ini laba kotor diakui sesuai dengan realisasi penerimaan kas dari penjualan
angsuran yang diterima pada periode akuntansi yang bersangkutan.
Prosedur yang menghubungkan tingkat keuntungan dengan realisasi penerimaan angsuran pada perjanjian penjualan angsuran adalah:
Metode ini memberikan kemungkinan untuk mengakui, keuntungan prosporsional dengan tingkat penerimaan pembayaran angsuran. Di dalam akuntansi prosedur demikian dikenal dengan metode angsuran atau dasar angsuran (installment method or installment basis).
Pada metode ini jika harta tak gerak (bukan barang dagang) dijual secara angsuran, perusahaan akan mendebit perkiraan piutang usaha angsuran dan mengkredit harta yang bersangkutan serta mengkredit laba kotor yang ditangguhkan (yang belum direalisasi).
Jurnalnya adalah:
Piutang usaha angsuran xxxxxx
Aktiva Tetap xxxxxx
Laba kotor yang ditangguhkan (yang belum direalisasi) xxxxxx
Mengenai penagihan piutang usaha angsuran tersebut akan dicatat dengan mendebit perkiraan kas dan mengkredit perkiraan piutang usaha
Jurnalnya adalah:
Kas xxxxxx
Piutang usaha angsuran xxxxxx
Selanjutnya pada akhir periode, saat dilakukan jurnal penyesuaian akan dicatat sbb:
Jurnalnya adalah:
Laba kotor yang belum direalisasi xxxxxx
Laba kotor yang direalisasi xxxxxx
Laba kotor yang belum direalisasi adalah selisih antara penjualan angsuran dengan harga
pokoknya. Laba kotor yang berlum direalisasi akan direalisasi pada saat penerimaan piutang usaha angsuran yaitu dengan mengalikan presentase laba kotor dengan kas yang diterima dari piutang usaha angsuran tersebut.
Untuk menghitung presentase laba kotor yaitu dengan membagi laba kotor yang belum dieralisasi dengan penjualan angsuran yang bersangkutan dan hasilnya dikalikan 100%.
Laba kotor ditangguhkan = Penjualan – HPP (Harga Pokok Penjualan)
% Laba kotor = (Laba kotor yang belum direalisasi : Penjualan angsuran) x 100%
Contoh soal:
Pada tanggal 1 mei 2000, PT Hadouken membeli tanah tersebut seharga Rp. 240.000.000,00. PT Hadouken membayar uang muka sebesar Rp. 40.000.000,00 dan sisanya akan dibayar angsuran sebanyak 10 kali setengah tahunan, setiap kali angsuran Rp. 20.000.000,00. PT Orascle mengenakan bunga 18% pertahun terhadap sisa angsuran. Komisi dan beban penjualan dibayar tunai sebesar 2% dari harga jual. Periode akuntansi perusahaan sama dengan tahun fiskal.
Diminta : Catatlah transaksi-transasksi tersebut ke dalam jurnal untuk tahun 2000 dan 2001, dengan menggunakan
Jawaban:
1 mei 2000
Piutang usaha angsuran Rp. 240.000.000,00
Tanah Rp. 180.000.000,00
Laba atas penjualan tanah Rp. 60.000.000,00
Kas Rp. 40.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 40.000.000,00
Beban komisi dan penjualan Rp. 4.800.000,00
Kas Rp. 4.800.000,00
1 november 2000
Kas Rp. 38.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 18.000.000,00
31 desember 2000
Piutang Bunga Rp. 5.400.000,00
Pendapatan bunga Rp. 5.400.000,00
Tidak ada jurnal
Laba atas penjualan tanah Rp. 60.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 23.400.000,00
Beban komisi dan penjualan Rp. 4.800.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 78.600.000,00
1 januari 2001
Pendapatan bunga Rp. 5.400.000,00
Piutang bunga Rp. 5.400.000,00
1 mei 2001
Kas Rp. 36.200.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 16.200.000,00
1 november 2001
Kas Rp. 34.400.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 14.400.000,00
31 desember 2001
Piutang bunga Rp. 4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
Tidak ada jurnal
Pendapatan bunga Rp. 29.400.000,00
Ikhtisar rugi laba Rp. 29.400.000,00
1 mei 2000
Piutang usaha angsuran Rp. 240.000.000,00
Tanah Rp. 180.000.000,00
Laba kotor yang belum direalisasi Rp. 60.000.000,00
Kas Rp. 40.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 40.000.000,00
Beban komisi dan penjualan Rp. 4.800.000,00
Kas Rp. 4.800.000,00
1 november 2000
Kas Rp. 38.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 18.000.000,00
31 desember 2000
Piutang bunga Rp. 5.400.000,00
Pendapatan bunga Rp. 5.400.000,00
Laba kotor yang belum direalisasi Rp. 15.000.000,00
Realisasi laba kotor Rp. 15.000.000,00
Realisasi laba kotor Rp. 15.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 23.400.000,00
Beban komisi dan penjualan Rp. 4.800.000,00
Ikhtisar rugi/laba Rp. 33.600.000,00
1 januari 2001
Pendapatan bunga Rp. 5.400.000,00
Piutang bunga Rp. 5.400.000,00
1 mei 2001
Kas Rp. 36.200.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 16.200.000,00
1 november 2001
Kas Rp. 34.400.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 14.400.000,00
31 desember 2001
Piutang bunga Rp. 4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
Laba kotor yang belum direalisasi Rp. 10.000.000,00
Realisasi laba kotor Rp. 10.000.000,00
Realisasi laba kotor Rp. 10.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 29.400.000,00
Iktisar rugi/laba Rp. 39.400.000,00
Pada penjualan angsuran dengan metode pengakuan laba kotor pada saat penjualan terjadi, akan diakui laba kotor sebesar Rp. 60.000.000,00 pada tahun 2000, yaitu pada saat penjualan terjadi (jurnal tanggal 1 mei 2000).
Sedangkan pada metode pengakuan laba kotor sejalan dengan penerimaan kas juga akan mengakui laba kotor sebesar Rp. 60.000.000,00 pula. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tahun Penerimaan angsuran Presentase laba kotor Pengakuan laba kotor
2000 Rp. 60.000.000,00 25% Rp. 15.000.000,00
2001 Rp. 40.000.000,00 25% Rp. 10.000.000,00
2002 Rp. 40.000.000,00 25% Rp. 10.000.000,00
2003 Rp. 40.000.000,00 25% Rp. 10.000.000,00
2004 Rp. 40.000.000,00 25% Rp. 10.000.000,00
2005 Rp. 20.000.000,00 25% Rp. 5.000.000,00
Rp. 240.000.000,00 Rp. 60.000.000,00
Apabila kewajiban tidak dapat dipenuhi oleh pihak pembeli, maka pihak penjual akan menarik kembali harta yang telah dijual. Pencatatan atas penarikan kembali harta tersebut tergantung dari metode pengakuan laba kotor yang digunakan. Jika laba kotor laba kotor diakui pada saat penjualan terjadi, maka harta yang dimiliki tersebut diakui sebesar harga pasar yang wajar, kemudian membatalkan saldo piutang usaha nagsuran dan menimbulkan laba atau rugi karena pemilikan kembali. Jika menggunakan metode pengakuan laba kotor sejalan dengan penerimaan kas, maka harta yang dimiliki tersebut diakui sebesar harga pasar yang wajar, kemudian membatalkan laba kotor yang belum direalisasi serta saldo piutang usaha angsuran dan menimbulkan laba atau rugi karena pemilikan kembali. Contoh kasus ketidakmampuan pelunasan piutang usaha angsuran adalah:
Diminta: Buatlah perhitungan rugi/laba dan jurnal pemilikan kembali untuk
Jawaban:
Jumlah piutang yang diterima Rp. 100.000.000,00
Jumlah yang dikembalikan kepada PT Hadouken (10%) Rp. 5.000.000,00
Rp. 95.000.000,00
Harga pokok tanah Rp. 180.000.000,00
Nilai pasar Rp. 150.000.000,00
Penurunan nilai tanah Rp. 30.000.000,00
Total laba pemilikan kembali Rp. 65.000.000,00
Laba kotor yang telah diakui Rp. 60.000.000,00
Laba (rugi) pemilikan kembali Rp. 5.000.000,00
Tanah Rp. 150.000.000,00
Kas Rp. 5.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 140.000.000,00
Laba atas pemilikan kembali Rp. 5.000.000,00
Jumlah piutang yang diterima Rp. 100.000.000,00
Jumlah yang dikembalikan (5%) Rp. 5.000.000,00
Rp. 95.000.000,00
Harga pokok tanah Rp. 180.000.000,00
Nilai pasar Rp. 150.000.000,00
Penurunan nilai tanah Rp. 30.000.000,00
Total laba pemilikan kembali Rp. 65.000.000,00
Laba kotor yang telah diakui Rp. 25.000.000,00
Laba (Rugi) karena pemilikan kembali Rp. 40.000.000,00
Tanah Rp. 150.000.000,00
Laba kotor yang belum direalisasi Rp. 35.000.000,00
Kas Rp. 5.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 140.000.000,00
Laba atas pemilikan kembali Rp. 40.000.000,00
Untuk kedua metode di atas masih diperlukan sebuah jurnal lagi, yaitu jurnal untuk menutup piutang bunga, pada akhir tahun 2001 sebesar Rp. 4.200.000,00 sebagai kerugian.
Ayat jurnal pembalik
1 januari 2000
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
Piutang bunga Rp. 4.200.000,00
Laba yang ditahan Rp. 4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
Penyusunan neraca pada perusahan yang melakukan penjualan nagsuran sama dengan penjualan biasa, hanya terdapat hal yang harus dieprhatikan adalah:
Cara yang paling umum adalah laba kotor yang belum direalisasi dicatat sebagai kelompok kewajiban.
Di dalam penyusunan perhitungan rugi/laba untuk penjualan angsuran, harus dipisahkan antara penjualan biasa dengan angsuran. Laba kotor penjualan angsuran periode tersebut dikurangi dengan saldo laba kotor yang belum direalisasi pada akhir periode, yang menghasilkan laba kotor periode tersebut yang telah direalisasi.
Menurut salah satu metode penjualan angsuran bahwa laba kotor diakui sejalan dengan tagihan uang kas yang diterima, sehingga laba kotor akan diakui untuk beberapa periode fiskal. Sedangkan menurut pajak penghasilan sesuai dengan undang-undang no.7 bahwa laba hasrus diakui pada saat penjualan dilakukan. Sehingga terdapat perbedaan persepsi antara laba menurut metode penjualan angsuran dengan undang-undang pajak penghasilan.
Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia pasal 9 tentang pajak penghasilan, yaitu:
Contoh soal:
Pajak pengahsilan menurut perusahaan Rp. 10.250.000,00
Pajak pengahsilan menurut UU pajak penghasilan Rp. 9.500.000,00
Selisih Rp. 750.000,00
Ikhtisar rugi/laba Rp. 10.250.000,00
Hutang pajak (PPh pasal 29) Rp. 9.500.000,00
Pajak penghasilan yang ditangguhkan Rp. 750.000,00
Jika perusahaan menggunakan metode pengakuan laba kotor pada saat penjualan angsuran, maka tidak terdapat perbedaan antara laba menurut perusahaan dengan laba menurut pajak.
penjualan atas barang mewah
Untuk perusahaan dagang umumnya dan perusahaan dagang angsuran harus ditetapkan apakah perusahaan tersebut adalah pengusaha kena pajak (PKP) atau non PKP.
Bila perusahaan tersebut adalah PKP, maka untuk seluruh penjualan barang dagangnya harus dikenakan PPN. Dan bila merupakan non PKP maka tidak boleh dipungut PPN. PPN yang dikenakan atas nilai jual ini disebut sebagai PPN keluaran. Sedangkan PPN atas barang yang dibeli merupakan PPN masukkan. PPN masukkan dapat dikreditkan dengan PPN keluaran.
Selain itu perusahaan juga membayar pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), bila barang yang dibeli merupakan kategori barang mewah. Tarif ini berkisar anatar 10% – 30%. PPnBM ini dikenakan hanya sekali pada pengusaha dan tidak daoat dikreditkan dengan PPN keluarannya sehingga harus dimasukkan sebagai harga pokok barang yang dibelinya.
Dalam penjualan angsuran pihak penjual biasanya juga memperhitungkan bunga atas saldo angsuran yang belum dibayar disamping memperhitungkan laba.
Bunga dalam penjualan angsuran harus dipisahkan dari pengakuan laba kotor dari hasil usaha bagi pihak penjual, sedangkan untuk pihak pembeli unsur bunga harus dipisahkan dari harga perolehan dari barang angsuran yang dimilikinya.
Dalam menghitung bunga, dapat dilakukan denagn beberapa cara, yaitu:
Contoh Soal:
PT Hadouken menjual peralatannya secara angsuran. Pada tanggal 1 februari 1998, dijual peralatan secara angsuran dengan harga jual sebesar Rp. 10.000.000,00. Pembeli membayar uang muka sebesar Rp. 1.000.000,00 dan sisanya dibayar secara angsuran sebanyak 10 kali bulanan dengan bunga sebesar 12% pertahun. Harga pokok perlatan adalah Rp. 8.000.000,00. Buat perhitungan bunga dan jurnal yang diperlukan untuk 3 bulan pertama !
Jawaban:
Pada cara ini bunga yang dibebankan pada setiap kali angsuran dihitung dari saldo pokok pinjaman awal periode tersebut. Bunga yang dibayar setiap periode akan makin lama makin kecil, sesuai dengan makin kecilnya saldo pinjaman penjualan angsuran tersebut.
Perhitungan bunga dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tanggal Saldo pokok Angsuran Bunga 1% Jumlah yang
Pinjaman per bulan harus dibayar
1’2’1998 10.000.000 — — —
1’2’1998 9.000.000 1.000.000 — 1.000.000
1’3’1998 8.100.000 900.000 90.000 990.000
1’4’1998 7.200.000 900.000 81.000 981.000
1’5’1998 6.300.000 900.000 72.000 972.000
1’6’1998 5.400.000 900.000 63.000 963.000
1’7’1998 4.500.000 900.000 54.000 954.000
1’8’1998 3.600.000 900.000 45.000 945.000
1’9’1998 2.700.000 900.000 36.000 936.000
1’10’1998 1.800.000 900.000 27.000 927.000
1’11’1998 900.000 900.000 18.000 918.000
1’12’1998 — 900.000 9.000 909.000
Jumlah — 10.000.000 495.000 —
Jurnal transaksi:
Tanggal Buku penjual Buku pembeli
1’2’1998 Kas 1.000.000 Peralatan 10.000.000
Piutang usaha angsuran 9.000.000 Kas 1.000.000
Penjualan angsuran 10.000.000 Hutang angsuran 9.000.000
1’3’1998 Kas 990.000 Hutang angsuran 900.000 Piutang usaha angsuran 900.000 Beban bunga 90.000 Pendapatan bunga 90.000 Kas 990.000
1’4’1998 Kas 981.000 Hutang angsuran 900.000
Piutang usaha angsuran 900.000 Beban bunga 81.000
Pendapatan bunga 81.000 Kas 981.000
termasuk uang muka)
Cara ini menghitung bunga dari akumulasi pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo. Dengan demikian bunga yang dibebankan makin lama makin besar, seiirng dengan makin membesarnya akumulasi pembayaran angsuran tiap periode.
Pembayaran bunga dengan metode ini tidak sesuai dengan system bunga accrual. Pada sitem tersebut, bunga dihitung dari saldo pinjaman yang belum dilunasi dan bukan dari akumualsi angsuran yang jatuh tempo. Oleh karena itu jika perusahaan membuat laporan keuangan tiap akhir periode, maka harus dilakukan penyesuaian atas bunga menurut system accrual.
Perhitungan bunga dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tanggal Saldo pokok Angsuran Bunga 1% Jumlah yang
Pinjaman per bulan harus dibayar
1’2’1998 10.000.000 — — —
1’2’1998 9.000.000 1.000.000 — 1.000.000
1’3’1998 8.100.000 900.000 9.000 909.000
1’4’1998 7.200.000 900.000 18.000 918.000
1’5’1998 6.300.000 900.000 27.000 927.000
1’6’1998 5.400.000 900.000 36.000 936.000
1’7’1998 4.500.000 900.000 45.000 945.000
1’8’1998 3.600.000 900.000 54.000 954.000
1’9’1998 2.700.000 900.000 63.000 963.000
1’10’1998 1.800.000 900.000 72.000 972.000
1’11’1998 900.000 900.000 81.000 981.000
1’12’1998 — 900.000 90.000 990.000
Jumlah — 10.000.000 495.000 —
Jurnal transaksi:
Tanggal Buku Penjual Buku Pembeli
1’2’1998 Kas 1.000.000 Peralatan 10.000.000 Piutang usaha angsuran 9.000.000 Kas 1.000.000
Penjualan angsuran 10.000.000 Hutang angsuran 9.000.000
1’3’1998 Piutang bunga 9.000 Beban bunga 9.000
Pendapatan bunga 9.000 Hutang bunga 9.000
Kas 909.000 Hutang angsuran 900.000
Piutang bunga 9.000 Hutang bunga 9.000
Piutang usaha angsuran 900.000 Kas 909.000
1’4’1998 Piutang bunga 18.000 Beban bunga 18.000
Pendapatan bunga 18.000 Hutang bunga 18.000
Kas 918.000 Hutang angsuran 900.000
Piutang bunga 18.000 Hutang bunga 18.000
Piutang usaha angsuran 9000.00 Kas 918.000
Pada cara ini pembayaran setiap periodenya sama besarnya, dan setiap pembayran tersebut meliputi pembayran pokok pinjaman dan pembayran bunga. Pembayaran dengan cara ini disebut sebagai pembayaran anuitet. Untuk mencari jumlah pembayran anuitet setiap periode digunakan rumus:
T = Jumlah angsuran yang belum lunas
T = Ann 1- 1/(1 + i )n Ann = Pembayaran angsuran setiap periode
i n = Jumlah periode angsuran; i = Bunga per periode
Dalam contoh diatas maka pembayaran anuitet dapat dicari sebagai berikut :
Rp. 9.000.000 = Ann 1- 1/(1+1%)10
1%
Rp. 9.000.000 = Ann x 9,4713045
Ann = 950.238, 692
Pada cara ini bunga untuk setiap periode dihitung dari saldo awal pokok pinjaman setelah dikurangi dengan uang muka. Sehingga dengan demikian buinga yang dibebankan untuk setiap periode sama besarnya dan jumlah angsuran ditambah bunga periode terebut akan menghasilkan jumlah yang sama besar pula.
Contoh terkait diatas:
Bunga untuk setiap periode = 1% x Rp. 9.000.000,00
= Rp. 90.000,00
Angsuran untuk setiap periode = Rp. 900.000 + Rp. 90.000,00
= Rp. 990.000,00
Tabel perhitungan bunga
Bunga dihitung Pembayaran Total Saldo
Tanggal dari saldo pokok pokok pinjaman pembayaran pokok
pinjaman pinjaman
1’2’1998 — — — 10.000.000
1’2’1998 — 1.000.000 1.000.000 9.000.000
1’3’1998 90.000 900.000 990.000 8.010.000 1’4’1998 90.000 900.000 990.000 7.020.000
1’5’1998 90.000 900.000 990.000 6.030.000
1’6’1998 90.000 900.000 990.000 5.040.000 1’7’1998 90.000 900.000 990.000 4.050.000 1’8’1998 90.000 900.000 990.000 3.060.000
1’9’1998 90.000 900.000 990.000 2.070.000
1’10’1998 90.000 900.000 990.000 1.080.000
1’11’1998 90.000 900.000 990.000 990.000
1’12’1998 90.000 900.000 990.000 —
Jumlah 900.000 10.000.000 10.900.000
Dari keempat cara di atas, bila dipandang dari sudut perusahaan yang melakukan penjualan angsuran, maka cara yang terakhir yang menghasilkan bunga lebih besar dari cara yang lainnya. Biasanya dalam dunia usaha penjualan angsuran digunakan cara pertama. ketiga dan keempat.
Dalam hubungannya dengan SAK, penjualaan angsuran dapat dikatakan berhubngan dengan:
Hal ini dikarenakan, kebanyakan penjualan angsuran adalah aktiva tetap sebuah perusahaan, seperti : gedung, tanah, peralatan. Dalam penjualan aktiva tetap ini akan muncul piutang dan bunga.
Hal ini dikarenakan, penjualan angsuran pada mulanya adalah penjualan real estat, ditambah lagi penjualan real estat sampai sekarang masih merupakan cicilan, jarang sekali yang membayar langsung karena begitu besar biaya yang harus dikeluarkan sehingga lebih baik di cicil.
Hal ini dikarenakan, dalam perhitungan pajak penghasilan dari sebuah perusahaan, kadang kala terdapat selisih pajak dan juga pengaturan atas selisih pajak ini harus disesuaikan sehingga tidak menimbulkan suatu kerancuan.
Hal ini dikarenakan, dalam prakteknya tanah adalah suatu aktiva yang banyak diperjual belikan dengan angsuran, karena mahalnya harga tanah terlebih lagi di kota besar.
Hal ini dikarenakan, dlam penjualan angsuran bila si pembeli tidak mampu membayar maka akan
terdapat pemilikan kembali akan aktiva tersebut dan biasanya harganya cendenrung menurun dari
harga sewaktu menjual aktiva tersebut secara angsuran.
Pertanyaan :
Buatlah seluruh jurnal yang mencatat transaksi penjualan tersebut untuk 2 tahun !
Jawaban :
1 April 1999
Piutang usaha angsuran Rp. 250.000.000,00
Tanah Rp. 200.000.000,00
Laba atas penjualan tanah Rp. 50.000.000,00
Kas Rp. 50.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 50.000.000,00
Beban penjualan Rp. 2.500.000,00
Kas Rp. 2.500.00,00
1 Oktober 1999
Kas Rp. 32.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 12.000.000,00
31 Desember 1999
Piutang Bunga Rp. 5.400.000,00
Pendapatan Bunga Rp. 5.400.000,00
Laba atas penjualan tanah Rp. 50.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 17.400.000,00
Beban penjualan Rp. 2.500.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 64.900.00,00
1 Januari 2000
Pendapatan bunga Rp. 5.400.000,00
Piutang bunga Rp. 5.400.000,00
1 April 2000
Kas Rp. 30.800.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 10.800.000,00
1 Oktober 2000
Kas Rp. 29.600.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 9.600.000,00
31 Desember 2000
Piutang bunga Rp. 4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 19.200.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 19.200.000,00
1 Januari 2001
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
Piutang bunga Rp. 4.200.000,00
1 April 2001
Kas Rp. 28.400.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 8.400.000,00
29 Februari 2000
Piutang usaha angsuran Rp. 200.000.000,00
Tanah Rp. 150.000.000,00 Laba kotor yang ditangguhkan Rp. 50.000.000,00
Kas Rp. 20.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Beban penjualan Rp. 4.000.000,00
Kas Rp. 4.000.000,00
1 September 2000
Kas Rp. 30.800.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 10.800.000,00
31 Desember 2000
Piutang bunga Rp. 6.400.000,00
Pendapatan bunga Rp. 6.400.000,00
% LK = (50.000.000:200.000.000) x 100% = 25%
LKBD = 25 % x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 12.500.000,00
Laba kotor yang ditangguhkan Rp.12.500.000,00
Laba kotor yang direalisasikan Rp. 12.500.000,00
Laba kotor yang direalisasikan Rp. 12.500.000,00
Pendapatan bunga Rp. 17.200.000,00
Beban penjualan Rp. 4.000.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 25.700.000,00
1 Januari 2001
Pendapatan bunga Rp. 6.400.000,00
Piutang bunga Rp. 6.400.000,00
29 Februari 2001
Kas Rp. 29.600.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 9.600.000,00
1 September 2001
Kas Rp. 28.400.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 8.400.000,00
31 Desember 2001
Piutang bunga Rp. 4.800.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.800.000,00
Laba kotor yang ditangguhkan Rp. 9.375.000,00
Laba kotor yang direalisasi Rp. 9.375.000,00
Pendapatan bunga Rp. 16.400.000,00
Laba kotor yang direalisasi Rp. 9.375.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 25.775.000,00
1 Januari 2002
Piutang Bunga Rp. 4.800.000,00
Pendapatan Bunga Rp. 4.800.000,00
29 Februari 2002
Kas Rp. 27.200.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 7.200.000,00
1 Maret 1998
Piutang usaha angsuran Rp. 400.000.000,00
Tanah Rp. 300.000.000,00
Laba atas penjualan tanah Rp. 100.000.000,00
Kas Rp. 100.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 100.000.000,00
Beban penjualan Rp. 10.000.000,00
Kas Rp. 10.000.000,00
1 September 1998
Kas Rp. 32.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 12.000.000,00
31 Desember 1998
Piutang bunga Rp. 7.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 7.200.000,00
Laba atas penjualan tanah Rp. 100.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 19.200.000,00
Beban penjualan Rp. 10.000.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 118.200.000,00
1 Januari 1999
Pendapatan bunga Rp. 7.200.000,00
Piutang bunga Rp. 7.200.000,00
1 Maret 1999
Kas Rp. 30.800.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 10.800.000,00
1 September 1999
Kas Rp.29.600.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00 Pendapatan bunga Rp. 9.600.000,00
31 Desember 1999
Piutang bunga Rp. 5.600.000
Pendapatan bunga Rp. 5.600.000,00
Pendapatan bunga Rp. 18.800.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 18.800.000,00
1 Januari 2000
Pendapatan bunga Rp. 5.600.000,00
Piutang bunga Rp. 5.600.000,00
Kemudian PT Gadifs tidak dapat memenuhi kewajibannya, sehingga
Jumlah piutang yang telah diterima Rp. 160.000.000,00
Jumlah yang dikemnbalikan (15%) Rp. 24.000.000,00
Rp. 136.000.000,00
Harga pokok tanah Rp 300.000.000,00
Nilai pasar Rp.250.000.000,00
Penurunan nilai tanah Rp. 50.000.000,00
Total laba pemilikan kembali Rp. 86.000.000,00
Laba kotor yang telah diakui Rp. 100.000.000,00
Rugi karena pemilikan kembali Rp (14.000.000,00)
Jurnal pemilikan kembali tanah:
Tanah Rp. 250.000.000,00
Rugi atas pemilikan kembali Rp. 14.000.000,00
Kas Rp. 24.000.000,00 Piutang usaha angsuran Rp. 240.000.000,00
Contoh soal dan penyelesaian : Penjualan angsuran barang tak bergerak dengan metode laba kotor diakui secara periodik (pada saat penjualan dilakukan)
Dijual mesin (aktiva tetap) kepada PT B dengan harga Rp. 500 juta yang nilai bukunya Rp. 400 juta
Piutang-PT B 500 juta
Mesin 400 juta
Keuntungan penjualan aktiva tetap 100 juta
Diterima uang muka (d/p) Rp. 100 juta dan sisanya dengan wesel hipotik yang dapat diangsur selama 4 kali angsuran semesteran @ Rp. 100 juta ditambah bunga 12% per tahun atas saldo yang belum dibayar. Angsuran dilakukan tiap 1/3 dan 1/9.
Kas 100 juta
Wesel Hipotik 400 juta
Piutang-PT B 500 juta
Dibayar biaya penjualan sebesar Rp. 2 juta
Biaya penjualan 2 juta
Kas 2 juta
Jurnal penyesuaian untuk bunga yang masih harus diterima selama 4 bulan yaitu sebesar 16 juta (4/12 * 12% * 400 juta)
Piutang Bunga 16 juta
Pendapatan bunga 16 juta
Jurnal penutup:
Keuntungan atas penjualan aktiva tetap 100 juta
Pendapatan bunga 16 juta
Biaya penjualan 2 juta
Ikt. R/L 114 juta
Jurnal Pembalik:
Pendapatan bunga 16 juta
Piutang bunga 16 juta
Diterima angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga
Kas 124 juta
Wesel hipotik 100 juta
Pendapatan bunga 24 juta
Diterima angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga
Kas 118 juta
Wesel hipotik 100 juta
Pendapatan bunga 18 juta
Jurnal penyesuaian untuk bunga yang masih harus diterima selama 4 bulan yaitu sebesar 8 juta (4/12 * 12% * 200 juta)
Piutang Bunga 8 juta
Pendapatan bunga 8 juta
Jurnal penutup:
Pendapatan bunga 34 juta
Ikt. R/L 34 juta
Jurnal Pembalik:
Pendapatan bunga 8 juta
Piutang bunga 8 juta
Diterima angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga
Kas 112 juta
Wesel hipotik 100 juta
Pendapatan bunga 12 juta
Diterima angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga
Kas 106 juta
Wesel hipotik 100 juta
Pendapatan bunga 6 juta
Jurnal penutup:
Pendapatan bunga 10 juta
Ikt. R/L 10 juta
Seandainya pada soal tersebut diatas, PT B (si pembeli) tidak mampu membayar angsuran pada tanggal 1 Maret 1992 dan pihak penjual (PT A) setuju untuk membatalkan penjualan angsuran dengan menyerahkan wesel hipotik dengan saldo Rp. 200 juta dan memiliki kembali mesin tersebut. Mesin tersebut menunjukkan nilai pasar wajar sebesar Rp. 190 juta.
Mesin 190 juta
Kerugian atas pemilikan kembali 10 juta
Wesel hipotik 200 juta
Jurnal untuk mencatat bunga yang tak tertagih adalah:
Kerugian atas bunga wesel hipotik yang tak tertagih 8 juta
Pendapatan bunga 8 juta
Masalah Bunga dalam Penjualan Angsuran :
Contoh: Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp. 500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999 diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali angsuran semesteran, ditambah bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo piutang (sisa harga kontrak berjalan) atau menggunakan metode “Long end interest”. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah sbb:
Cara ini disebut Short End Interest.
Contoh: Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp. 500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999 diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali angsuran semesteran, ditambah bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo angsuran pokok selama berjalannya jangka waktu angsuran atau menggunakan metode “Short end interest”. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah sbb:
Cara ini disebut Metode Anuitas.
Contoh: Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp. 500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999 diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali angsuran semesteran yang sama, dan sudah termasuk bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo berjalan sis harga kontrak atau menggunakan metode anuitas”. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah sbb:
Contoh: Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp. 500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999 diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali angsuran semesteran yang sama, belum termasuk bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo awal harga kontrak dengan jangka waktu antar periode pembayaran. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah sbb:
Pengertian
Joint venture adalah persekutuan jangka pendek, dimana para sekutu pada umumnya sudah mempunyai usaha pokok.
Metode Akuntansi Untuk Joint Venture
Ada 2 metode akuntansi untuk mencatat transaksi joint venture yaitu:
Dalam metode ini semua transaksi yang berhubungan dengan operasi joint venture dicatat oleh semua sekutu dengan pembukuan sebagai berikut:
Keterangan | Sekutu pemegang pembukuan | Sekutu bukan pemegang pembukuan |
Aktiva, hutang | Nama aktuva, hutang dengan diberi tanda joint venture | Nama pemegang pembukuan |
Modal | Nama pemegang modal | Nama penanam modal |
Rekening Nominal | joint venture | Joint venture |
KASUS 1
Pada tanggal 1 januari 2005 Adi dan lili membuka usaha joint venture dalam menjual tanah kaplingan. Disepakati Adi menyerahkan tanah 20 kapling dengan harga pokok @ Rp. 1.000.000 dan diberi harga oleh Adi untuk joint venture sebesar Rp. 1.250.000,-. Lili menyerahkan uang tunai sebesar Rp. 5.000.000 untuk biaya perijinan. Laba dibagi dengan komposisi 75% untuk adi dan 25% untuk Lili.
Transaksi 1 januari samapai dengan Agustus 2005 yaitu periode pembentukanjoint venture sebagai berikut:
Diminta : susunlah jurnal untuk mencatat transaksi tersebut
Pembahasan
(dalam Rp. 000)
Transaksi | Buku Adi | Buku Lili |
Investasi Adi | JV 25.000
Tanah 20.000 Laba penyerahan tnh 5.000 |
JV 25.000
Tanah 20.000 Laba penyerahan tnh 5.000 |
Investasi Lili | Kas-JV 5.000
Lili 5.000 |
Adi 5.000
Kas 5.000 |
Membayar biaya-biaya | JV 4.000
Kas-JV 4.000 |
JV 4.000
Adi 4.000 |
Menjual tanah | Piutang-Jv 40.000
JV 40.000 |
Adi 40.000
JV 40.000 |
Penerimaan piutang tertagih | Kas-JV 38.000
Piutang-JV 38.000 |
– |
Menghapus piutang | JV 2.000
Piutang-JV 2.000 |
JV 2.000
Adi 2.000 |
Mengakui laba joint venture | JV 9.000
Laba JV 6.750 Lili 2.250 |
JV 9.000
Adi 6.750 Laba JV 2.250 |
Pengambilan kas joint venture | Kas 31.750
LILI 7.250 Kas JV 39.000 |
Kas 7.250
Adi 7.250 |
Bila joint venture membuat catatan terpisah, maka catatan/pembukuan joint venture dicatat seperti usaha biasa sedangkan anggota joint venture hanya mencatat transaksi yang ada hubungannya dengan dirinya saja sepert:
KASUS 2
Dari kasus 1 tapi dicatat dalam pembukuan yang terpisah
Pembahasan
(dalam Rp. 000)
transaksi | Buku Joint Venture | Buku Adi | Buku Lili |
1 |
Tanah 20.000
Mdl Adi 20.000 |
Invs. Pd JV 25.000
Tanah 20.000
|
– |
2 | Kas 5.000
Mdl Lili 5.000 |
– |
Invs. Pd JV 5.000
Kas 20.000
|
3 | Biaya 4.000
Kas 4.000 |
||
4 |
Piutang 40.000
Penjualan 40.000 |
||
5 | Kas 38.000
Piutang 38.000 |
||
6 |
Penghapusan
piutang 2.000 Piutang 2.000 |
||
7 |
Penjuala 40.000
Biaya 4.000 Penghapusan piutang 2.000 Tanah 20.000 Mdl adi 6.750 Mdl Lili 2.250 |
Invs. Pd JV 6.750
Laba JV 6.750
|
Invs. Pd JV 2.250
Laba JV 2.250
|
8 |
Mdl adi 31.750
Mdl LILI 7.250 Kas 39.000 |
Kas 31.750
Invs pd JV 31.750 |
Kas 7.250
Invs. pd JV 7.250 |
Biaya Kerugian Penghapusan Piutang menurut pajak
Pasal 6 ayat 1 huruf h Undang-undang PPh mengatur bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih (dan memenuhi syarat tertentu) dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak (sebagai deductable expenses). Syarat-syarat yang ditetapkan agar biaya kerugian penghapusan piutang tersebut dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah sbb :
Dalam penjelasan pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh dijelaskan bahwa : “Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang Wajib Pajak telah mengakuinya sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial dan telah melakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir.
Yang dimaksud dengan penerbitan tidak hanya berarti penerbitan berskala nasional, melainkan juga penerbitan internal asosiasi dan sejenisnya”.
Berdasarkan penjelasan pasal 6 ayat 1 tersebut dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat yang ditetapkan agar piutang yang nyata-nyata tidak dapat dihapus dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah untuk membuktikan bahwa wajib pajak (kreditur) telah melakukan upaya yang maksimal atau terakhir dalam melakukan penagihan piutangnya.
Sebagai petunjuk pelaksanaan dari pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh, pada tanggal 10 Juni 2009 Menteri Keuangan telah menetapkan PMK-105/PMK.03/2009 (“PMK-105”) tentang “Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto” yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009.
Berikut ini hal-hal yang diatur dalam PMK-105 tersebut :
1) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak.
3) Penerbitan umum atau khusus adalah penerbitan yang meliputi :
4) piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang timbul dibidang usaha bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang dan jasa lainnya dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak.
5) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut tidak termasuk piutang yang berasal dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.
6) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan :
7) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak harus mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
8 ) Pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) huruf c PMK-105 (Point 5 huruf c diatas) dilakukan dengan cara melampirkan :
9) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen tersebut harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Penghapusan Piutang Debitur Kecil
1) Untuk dapat membebankan biaya kerugian piutang (Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih) atas debitur kecil dan debitur kecil lainnya tidak diperlukan syarat-syarat seperti tersebut pada point 5 diatas.
2) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
3) Piutang yang nyata-nyata tidak ditagih kepada debitur kecil lainnya adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
4) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus dilampiri daftar nominatif yang berisi identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
Catatan :
Entah kenapa syarat yang menurut pasal 6 ayat 1 huruf h UU PPh tertulis “telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial” dalam PMK-105 berubah menjadi “telah dibukukan sebagai penghasilan oleh debitur yang bersangkutan pada tahun yang bersangkutan”
Bagi kreditur, untuk membuktikan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial salah satunya dapat dilakukan dengan menunjukkan laporan laba-rugi komersial. Hal ini tentu relative lebih mudah dibandingkan dengan membuktikan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibukukan sebagai penghasilan oleh debitur yang bersangkutan.
Dalam PMK-105 juga tidak disebutkan bagaimana caranya kreditur membuktikan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah dibukukan sebagai penghasilan oleh debitur. Apakah kreditur wajib meminta laporan keuangan debitur? Atau dengan cara lain? Bagaimana jika debitur adalah WP orang pribadi yang tidak melakukan pembukuan?
SPT Masa ;
No | Jenis SPT Masa | Batas Waktu Penyetoran/Pembayaran | Batas Waktu Penyampaian SPT Terakhir |
1. | PPh Pasal 21 | Tanggal 10 bulan takwim berikutnya. | Tanggal 20 Bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. |
2. | PPh Pasal 22 – Bendaharawan | Pada hari yang sama dengan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja negara, dengan SSP yang diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. | Empat belas (14) hari setelah akhir Masa Pajak. |
3. | PPh Pasal 22 – Bea Cukai | harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan dilakukan | Tujuh hari setelah pembayaran |
4. | PPh Pasal 22 – yang dipungut Pertamina | harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum penebusan Delivery Order (DO). | Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir |
5. | PPh Pasal 22 – Badan Tertentu | paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya. | Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir |
6. | PPh Pasal 23/26 | Tanggal 10 bulan takwim berikutnya. | Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa pajak berakhir |
7. | PPh Pasal 25 | tanggal 15 bulan takwim berikutnya. | Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa pajak berakhir. |
8. | PPN/PPn BM – PKP / Pemungut PPN selain Bendaharawan | tanggal 15 bulan takwim berikutnya. | Tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah Masa pajak berakhir. |
9. | PPN/PPn BM -Bendaharawan> | selambat-lambatnya tanggal 7 bulan takwim berikutnya | Empat belas (14) hari setelah akhir Masa pajak. |
10. | PPN/PPn BM – Yang dipungut Bea Cukai | harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan dilakukan | Tujuh hari setelah pembayaran |
SPT Tahunan ;
No | Jenis Pajak | Yang Menyampaikan SPT | Batas Waktu Pembayaran | Batas Waktu Penyampaian SPT Terakhir |
1. | SPT PPh Tahunan | Wajib Pajak Yang Punya NPWP | Tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak sebelum SPT disampaikan | Tanggal 31 bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. |
2. | SPT PPh Pasal 21 Tahunan | Pemotong PPh Pasal 21 | Tanggal 25 Maret Tahun Takwim berikutnya sebelum SPT disampaikan. | Tanggal 31 bulan ketiga setelah tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. |