Penjualan Angsuran
(Barang Tidak Bergerak/Bukan Barang Dagang)
Metode penjualan angsuran pada mulanya berasal dari penjualan rumah pada perusahaan real
estate, tetapi pada masa sekarang penjualan dengan metode ini telah berkembang pada perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan kendaraan seperti mobil, motor; mesin; alat-alat rumah tangga dan lainnya. Bahkan pada beberapa jenis industri metode penjualan angsuran ini telah menjadi kunci utama dalam mencapai operasi skala besar.
Metode penjualan angsuran ini cukup berkembang pesat dan disukai di kalangan usahawan dan juga di kalangan pembeli. Bagi usahawan metode ini telah meningkatkan jumlah penjualan yang tentunya meningkatkan laba, bagi pembeli mereka merasa lebih ringan dalam hal pembayaran untuk melunasi barang yang dicicil tersebut.
Meskipun dengan metode ini resiko atas tidak tertagihnya piutang akan meningkat, tetapi kelemahan metode ini dapat diatasi dengan meningkatnya volume penjualan perusahaan.
Bagi akuntan, penjualan angsuran menimbulkan beberapa masalah. Masalah utama adalah : “membandingkan antara beban dan pendapatan” (matching of costs and revenues), yaitu :
Penjualan angsuran adalah penjualan barang atau jasa yang dilaksanakan dengan perjanjian dimana pembayaran dilakukan secara bertahap atau berangsur. Biasanya pada saat barang atau jasa diserahkan kepada pembeli, penjual menerima uang muka (down payment) sebagai pembayaran pertama dan sisanya diangsur dengan beberapa kali angsuran. Karena penjualan harus menunggu beberapa periode untuk menagih seluruh piutang penjulannya, maka biasanya pihak penjual akan membebankan bunga atas saldo yang belum diterimanya.
Resiko atas tidak tertagihnya piutang usaha angsuran ini sangat tinggi, mungkin saat akan dilakukan penjualan angsuran telah dilakukan survai atas pembeli dan memperoleh hasil yang baik. Karena penagihan piutang usaha angsuran memakan waktu yang cukup lama (beberapa periode), hal tersebut kemungkinan dapat merubah hasil survai yang telah dilakukan semula terhadap pembeli. Untuk menghindari hal-hal demikian, penjual biasanya akan membuat kontrak jual beli (security agreement), yang memberikan hak kepada penjual untuk menarik kembali barang yang telah di jual dari pembeli.
Untuk mengurangi barang angsuran tersebut dari resiko terbakar atau hilang, pihak penjual dapat menetapkan syarat bagi pembeli agar barang angsuran tersebut diasuransikan untuk kepentingkan pihak penjual. Premi asuransi ditanggung oleh pembeli, jika barang angsuran hilang atau terbakar, pihak asuransi akan membayar ganti rugi kepada penjual dan bukan pembeli. Kadang kala mungkin jiwa dari pembeli diwajibkan oleh penjual untuk diasuransikan dengan premi auransi atas tanggungan si pembeli.
Jadi untuk melindungi kepentingan penjual dari kemungkinan tidak ditepatinya kewajiban-kewajiban oleh pihak pembeli, maka terdapat beberapa bentuk perjanjian atau kontrak penjualan angsuran, sebagai berikut :
Penjualan angsuran dengan bentuk-bentuk perjanjian tersebut di atas dilaksanakan untuk barang-barang tidak bergerak / barang yang bukan barang dagang, seperti : gedung, tanah, dan aktiva-aktiva tetap lainnya. Apabila terjadi tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban oleh pembeli, maka penjual tetap memiliki hak untuk memiliki kembali barang yang dijualnya, tetapi nilainya sisa barang itu mungkin akan lebih rendah dari nilai barang berdasarkan perhitungan yang sesuai dengan perjanjian yang ada sehingga pemilikan kembali tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Untuk mengurangi kemungkinan kerugian yang terjadi pemilikan kembali, maka faktor-faktor yang harus diperhatikan oleh penjual adalah sebagai berikut :
Untuk menghitung laba bersih pada penjualan angsuran adalah sangat kompleks, karena beban sehubungan dengan penjualan angsuran tersebut tidak hanya terjadi pada saat penjualan angsuran tersebut dilakukan, melainkan akan terjadi sepanjang penjualan angsuran tersebut belum dilunasi.
Sesuai dengan konsep akuntasni yaitu membandingkan antara beban dengan pendapatan (matching costs against revenue), maka pada saat penjualan angsuran dapat ditentukan nilai dari penjualan, harga pokok dan beban yang terjadi pada periode tersebut. Karena penagihan penjualan angsuran meliputi beberapa periode, timbul masalah bagaimana beban yang terjadi pada periode berikutnya (misalkan beban penagihan, administrasi, perbaikan dan pemilikan kembali) sehubungan penagihan piutang usaha angsuran tersebut.
Untuk menghitung laba kotor dalam penjualan angsuran pada prakteknya dapat dilakukan dengan
dua metode, yaitu :
Dalam metode ini seluruh laba kotor diakui pada saat terjadinya penjualan angsuran, atau dengan kata lain sama seperti penjualan pada umumnya yang ditandai oleh timbulnya piutang/tagihan kepada pelanggan. Apabila prosedur demikian diikuti maka sebagai konsekuensinya pengakuan terhadap biaya-biaya yang berhubungan dam dapat diidentifikasikan dengan pendapatan-pendapatan yang bersangkutan harus pula dilakukan.
Beban untuk pendapatan dalam periode yang bersangkutan harus meliputi biaya-biaya yang diperkirakan akan terjadi dalam hubungannya dengan pengumpulan piutang atas kontrak penjualan angsuran, kemungkinan tidak dapatnya piutang itu direalisasikan maupun kemungkinan rugi sebagai akibat pembatalan kontrak. Terhadap biaya yang ditaksir itu biasanya dibentuk suatu rekening Cadangan Kerugian Piutang.
Jika barang tidak bergerak dijual secara angsuran, perusahaan akan mendebit piutang usaha angsuran dan mengkredit perkiraan aktiva yang bersangkutan serta mengkredit pula laba atas penjualan aktiva tersebut.
Jurnalnya adalah:
Piutang usaha angsuran xxxxxx
Aktiva tak gerak xxxxxx
Laba atas penjualan aktiva tak gerak xxxxxx
Pada metode ini memakai asumsi bahwa seluruh beban sehubungan dengan penjualan angsuran terjadi pada periode yang sama dengan penjualannya. Mengenai beban pada periode berikutnya, yaitu misalnya beban tidak tertagihnya piutang dan lain sebagainya, harus diestimasi pada periode terjadinya penjualan nagsuran yaitu dengan mendebit perkiraan beban dan mengkredit perkiraan penilaian asset seperti penyisihan biaya penjualan angsuran dan penyisihan piutang angsuran.
Jurnalnya adalah:
Beban usaha xxxxxx
Penyisihan piutang angsuran xxxxxx
Jika pada periode berikutnya penjualan nagsuran tersebut terjadi, perkiraan penyisihan tersebut akan didebit, dan kas yang dikeluarkan serta saldo piutang usaha yang tidak tertagih akan dikredit.
Jurnalnya adalah:
Penyisihan piutang angsuran xxxxxx
Kas xxxxxx
Piutang usaha angsuran xxxxxx
Dalam metode ini laba kotor diakui sesuai dengan realisasi penerimaan kas dari penjualan
angsuran yang diterima pada periode akuntansi yang bersangkutan.
Prosedur yang menghubungkan tingkat keuntungan dengan realisasi penerimaan angsuran pada perjanjian penjualan angsuran adalah:
Metode ini memberikan kemungkinan untuk mengakui, keuntungan prosporsional dengan tingkat penerimaan pembayaran angsuran. Di dalam akuntansi prosedur demikian dikenal dengan metode angsuran atau dasar angsuran (installment method or installment basis).
Pada metode ini jika harta tak gerak (bukan barang dagang) dijual secara angsuran, perusahaan akan mendebit perkiraan piutang usaha angsuran dan mengkredit harta yang bersangkutan serta mengkredit laba kotor yang ditangguhkan (yang belum direalisasi).
Jurnalnya adalah:
Piutang usaha angsuran xxxxxx
Aktiva Tetap xxxxxx
Laba kotor yang ditangguhkan (yang belum direalisasi) xxxxxx
Mengenai penagihan piutang usaha angsuran tersebut akan dicatat dengan mendebit perkiraan kas dan mengkredit perkiraan piutang usaha
Jurnalnya adalah:
Kas xxxxxx
Piutang usaha angsuran xxxxxx
Selanjutnya pada akhir periode, saat dilakukan jurnal penyesuaian akan dicatat sbb:
Jurnalnya adalah:
Laba kotor yang belum direalisasi xxxxxx
Laba kotor yang direalisasi xxxxxx
Laba kotor yang belum direalisasi adalah selisih antara penjualan angsuran dengan harga
pokoknya. Laba kotor yang berlum direalisasi akan direalisasi pada saat penerimaan piutang usaha angsuran yaitu dengan mengalikan presentase laba kotor dengan kas yang diterima dari piutang usaha angsuran tersebut.
Untuk menghitung presentase laba kotor yaitu dengan membagi laba kotor yang belum dieralisasi dengan penjualan angsuran yang bersangkutan dan hasilnya dikalikan 100%.
Laba kotor ditangguhkan = Penjualan – HPP (Harga Pokok Penjualan)
% Laba kotor = (Laba kotor yang belum direalisasi : Penjualan angsuran) x 100%
Contoh soal:
Pada tanggal 1 mei 2000, PT Hadouken membeli tanah tersebut seharga Rp. 240.000.000,00. PT Hadouken membayar uang muka sebesar Rp. 40.000.000,00 dan sisanya akan dibayar angsuran sebanyak 10 kali setengah tahunan, setiap kali angsuran Rp. 20.000.000,00. PT Orascle mengenakan bunga 18% pertahun terhadap sisa angsuran. Komisi dan beban penjualan dibayar tunai sebesar 2% dari harga jual. Periode akuntansi perusahaan sama dengan tahun fiskal.
Diminta : Catatlah transaksi-transasksi tersebut ke dalam jurnal untuk tahun 2000 dan 2001, dengan menggunakan
Jawaban:
1 mei 2000
Piutang usaha angsuran Rp. 240.000.000,00
Tanah Rp. 180.000.000,00
Laba atas penjualan tanah Rp. 60.000.000,00
Kas Rp. 40.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 40.000.000,00
Beban komisi dan penjualan Rp. 4.800.000,00
Kas Rp. 4.800.000,00
1 november 2000
Kas Rp. 38.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 18.000.000,00
31 desember 2000
Piutang Bunga Rp. 5.400.000,00
Pendapatan bunga Rp. 5.400.000,00
Tidak ada jurnal
Laba atas penjualan tanah Rp. 60.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 23.400.000,00
Beban komisi dan penjualan Rp. 4.800.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 78.600.000,00
1 januari 2001
Pendapatan bunga Rp. 5.400.000,00
Piutang bunga Rp. 5.400.000,00
1 mei 2001
Kas Rp. 36.200.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 16.200.000,00
1 november 2001
Kas Rp. 34.400.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 14.400.000,00
31 desember 2001
Piutang bunga Rp. 4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
Tidak ada jurnal
Pendapatan bunga Rp. 29.400.000,00
Ikhtisar rugi laba Rp. 29.400.000,00
1 mei 2000
Piutang usaha angsuran Rp. 240.000.000,00
Tanah Rp. 180.000.000,00
Laba kotor yang belum direalisasi Rp. 60.000.000,00
Kas Rp. 40.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 40.000.000,00
Beban komisi dan penjualan Rp. 4.800.000,00
Kas Rp. 4.800.000,00
1 november 2000
Kas Rp. 38.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 18.000.000,00
31 desember 2000
Piutang bunga Rp. 5.400.000,00
Pendapatan bunga Rp. 5.400.000,00
Laba kotor yang belum direalisasi Rp. 15.000.000,00
Realisasi laba kotor Rp. 15.000.000,00
Realisasi laba kotor Rp. 15.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 23.400.000,00
Beban komisi dan penjualan Rp. 4.800.000,00
Ikhtisar rugi/laba Rp. 33.600.000,00
1 januari 2001
Pendapatan bunga Rp. 5.400.000,00
Piutang bunga Rp. 5.400.000,00
1 mei 2001
Kas Rp. 36.200.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 16.200.000,00
1 november 2001
Kas Rp. 34.400.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 14.400.000,00
31 desember 2001
Piutang bunga Rp. 4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
Laba kotor yang belum direalisasi Rp. 10.000.000,00
Realisasi laba kotor Rp. 10.000.000,00
Realisasi laba kotor Rp. 10.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 29.400.000,00
Iktisar rugi/laba Rp. 39.400.000,00
Pada penjualan angsuran dengan metode pengakuan laba kotor pada saat penjualan terjadi, akan diakui laba kotor sebesar Rp. 60.000.000,00 pada tahun 2000, yaitu pada saat penjualan terjadi (jurnal tanggal 1 mei 2000).
Sedangkan pada metode pengakuan laba kotor sejalan dengan penerimaan kas juga akan mengakui laba kotor sebesar Rp. 60.000.000,00 pula. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tahun Penerimaan angsuran Presentase laba kotor Pengakuan laba kotor
2000 Rp. 60.000.000,00 25% Rp. 15.000.000,00
2001 Rp. 40.000.000,00 25% Rp. 10.000.000,00
2002 Rp. 40.000.000,00 25% Rp. 10.000.000,00
2003 Rp. 40.000.000,00 25% Rp. 10.000.000,00
2004 Rp. 40.000.000,00 25% Rp. 10.000.000,00
2005 Rp. 20.000.000,00 25% Rp. 5.000.000,00
Rp. 240.000.000,00 Rp. 60.000.000,00
Apabila kewajiban tidak dapat dipenuhi oleh pihak pembeli, maka pihak penjual akan menarik kembali harta yang telah dijual. Pencatatan atas penarikan kembali harta tersebut tergantung dari metode pengakuan laba kotor yang digunakan. Jika laba kotor laba kotor diakui pada saat penjualan terjadi, maka harta yang dimiliki tersebut diakui sebesar harga pasar yang wajar, kemudian membatalkan saldo piutang usaha nagsuran dan menimbulkan laba atau rugi karena pemilikan kembali. Jika menggunakan metode pengakuan laba kotor sejalan dengan penerimaan kas, maka harta yang dimiliki tersebut diakui sebesar harga pasar yang wajar, kemudian membatalkan laba kotor yang belum direalisasi serta saldo piutang usaha angsuran dan menimbulkan laba atau rugi karena pemilikan kembali. Contoh kasus ketidakmampuan pelunasan piutang usaha angsuran adalah:
Diminta: Buatlah perhitungan rugi/laba dan jurnal pemilikan kembali untuk
Jawaban:
Jumlah piutang yang diterima Rp. 100.000.000,00
Jumlah yang dikembalikan kepada PT Hadouken (10%) Rp. 5.000.000,00
Rp. 95.000.000,00
Harga pokok tanah Rp. 180.000.000,00
Nilai pasar Rp. 150.000.000,00
Penurunan nilai tanah Rp. 30.000.000,00
Total laba pemilikan kembali Rp. 65.000.000,00
Laba kotor yang telah diakui Rp. 60.000.000,00
Laba (rugi) pemilikan kembali Rp. 5.000.000,00
Tanah Rp. 150.000.000,00
Kas Rp. 5.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 140.000.000,00
Laba atas pemilikan kembali Rp. 5.000.000,00
Jumlah piutang yang diterima Rp. 100.000.000,00
Jumlah yang dikembalikan (5%) Rp. 5.000.000,00
Rp. 95.000.000,00
Harga pokok tanah Rp. 180.000.000,00
Nilai pasar Rp. 150.000.000,00
Penurunan nilai tanah Rp. 30.000.000,00
Total laba pemilikan kembali Rp. 65.000.000,00
Laba kotor yang telah diakui Rp. 25.000.000,00
Laba (Rugi) karena pemilikan kembali Rp. 40.000.000,00
Tanah Rp. 150.000.000,00
Laba kotor yang belum direalisasi Rp. 35.000.000,00
Kas Rp. 5.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 140.000.000,00
Laba atas pemilikan kembali Rp. 40.000.000,00
Untuk kedua metode di atas masih diperlukan sebuah jurnal lagi, yaitu jurnal untuk menutup piutang bunga, pada akhir tahun 2001 sebesar Rp. 4.200.000,00 sebagai kerugian.
Ayat jurnal pembalik
1 januari 2000
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
Piutang bunga Rp. 4.200.000,00
Laba yang ditahan Rp. 4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
Penyusunan neraca pada perusahan yang melakukan penjualan nagsuran sama dengan penjualan biasa, hanya terdapat hal yang harus dieprhatikan adalah:
Cara yang paling umum adalah laba kotor yang belum direalisasi dicatat sebagai kelompok kewajiban.
Di dalam penyusunan perhitungan rugi/laba untuk penjualan angsuran, harus dipisahkan antara penjualan biasa dengan angsuran. Laba kotor penjualan angsuran periode tersebut dikurangi dengan saldo laba kotor yang belum direalisasi pada akhir periode, yang menghasilkan laba kotor periode tersebut yang telah direalisasi.
Menurut salah satu metode penjualan angsuran bahwa laba kotor diakui sejalan dengan tagihan uang kas yang diterima, sehingga laba kotor akan diakui untuk beberapa periode fiskal. Sedangkan menurut pajak penghasilan sesuai dengan undang-undang no.7 bahwa laba hasrus diakui pada saat penjualan dilakukan. Sehingga terdapat perbedaan persepsi antara laba menurut metode penjualan angsuran dengan undang-undang pajak penghasilan.
Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia pasal 9 tentang pajak penghasilan, yaitu:
Contoh soal:
Pajak pengahsilan menurut perusahaan Rp. 10.250.000,00
Pajak pengahsilan menurut UU pajak penghasilan Rp. 9.500.000,00
Selisih Rp. 750.000,00
Ikhtisar rugi/laba Rp. 10.250.000,00
Hutang pajak (PPh pasal 29) Rp. 9.500.000,00
Pajak penghasilan yang ditangguhkan Rp. 750.000,00
Jika perusahaan menggunakan metode pengakuan laba kotor pada saat penjualan angsuran, maka tidak terdapat perbedaan antara laba menurut perusahaan dengan laba menurut pajak.
penjualan atas barang mewah
Untuk perusahaan dagang umumnya dan perusahaan dagang angsuran harus ditetapkan apakah perusahaan tersebut adalah pengusaha kena pajak (PKP) atau non PKP.
Bila perusahaan tersebut adalah PKP, maka untuk seluruh penjualan barang dagangnya harus dikenakan PPN. Dan bila merupakan non PKP maka tidak boleh dipungut PPN. PPN yang dikenakan atas nilai jual ini disebut sebagai PPN keluaran. Sedangkan PPN atas barang yang dibeli merupakan PPN masukkan. PPN masukkan dapat dikreditkan dengan PPN keluaran.
Selain itu perusahaan juga membayar pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), bila barang yang dibeli merupakan kategori barang mewah. Tarif ini berkisar anatar 10% – 30%. PPnBM ini dikenakan hanya sekali pada pengusaha dan tidak daoat dikreditkan dengan PPN keluarannya sehingga harus dimasukkan sebagai harga pokok barang yang dibelinya.
Dalam penjualan angsuran pihak penjual biasanya juga memperhitungkan bunga atas saldo angsuran yang belum dibayar disamping memperhitungkan laba.
Bunga dalam penjualan angsuran harus dipisahkan dari pengakuan laba kotor dari hasil usaha bagi pihak penjual, sedangkan untuk pihak pembeli unsur bunga harus dipisahkan dari harga perolehan dari barang angsuran yang dimilikinya.
Dalam menghitung bunga, dapat dilakukan denagn beberapa cara, yaitu:
Contoh Soal:
PT Hadouken menjual peralatannya secara angsuran. Pada tanggal 1 februari 1998, dijual peralatan secara angsuran dengan harga jual sebesar Rp. 10.000.000,00. Pembeli membayar uang muka sebesar Rp. 1.000.000,00 dan sisanya dibayar secara angsuran sebanyak 10 kali bulanan dengan bunga sebesar 12% pertahun. Harga pokok perlatan adalah Rp. 8.000.000,00. Buat perhitungan bunga dan jurnal yang diperlukan untuk 3 bulan pertama !
Jawaban:
Pada cara ini bunga yang dibebankan pada setiap kali angsuran dihitung dari saldo pokok pinjaman awal periode tersebut. Bunga yang dibayar setiap periode akan makin lama makin kecil, sesuai dengan makin kecilnya saldo pinjaman penjualan angsuran tersebut.
Perhitungan bunga dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tanggal Saldo pokok Angsuran Bunga 1% Jumlah yang
Pinjaman per bulan harus dibayar
1’2’1998 10.000.000 — — —
1’2’1998 9.000.000 1.000.000 — 1.000.000
1’3’1998 8.100.000 900.000 90.000 990.000
1’4’1998 7.200.000 900.000 81.000 981.000
1’5’1998 6.300.000 900.000 72.000 972.000
1’6’1998 5.400.000 900.000 63.000 963.000
1’7’1998 4.500.000 900.000 54.000 954.000
1’8’1998 3.600.000 900.000 45.000 945.000
1’9’1998 2.700.000 900.000 36.000 936.000
1’10’1998 1.800.000 900.000 27.000 927.000
1’11’1998 900.000 900.000 18.000 918.000
1’12’1998 — 900.000 9.000 909.000
Jumlah — 10.000.000 495.000 —
Jurnal transaksi:
Tanggal Buku penjual Buku pembeli
1’2’1998 Kas 1.000.000 Peralatan 10.000.000
Piutang usaha angsuran 9.000.000 Kas 1.000.000
Penjualan angsuran 10.000.000 Hutang angsuran 9.000.000
1’3’1998 Kas 990.000 Hutang angsuran 900.000 Piutang usaha angsuran 900.000 Beban bunga 90.000 Pendapatan bunga 90.000 Kas 990.000
1’4’1998 Kas 981.000 Hutang angsuran 900.000
Piutang usaha angsuran 900.000 Beban bunga 81.000
Pendapatan bunga 81.000 Kas 981.000
termasuk uang muka)
Cara ini menghitung bunga dari akumulasi pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo. Dengan demikian bunga yang dibebankan makin lama makin besar, seiirng dengan makin membesarnya akumulasi pembayaran angsuran tiap periode.
Pembayaran bunga dengan metode ini tidak sesuai dengan system bunga accrual. Pada sitem tersebut, bunga dihitung dari saldo pinjaman yang belum dilunasi dan bukan dari akumualsi angsuran yang jatuh tempo. Oleh karena itu jika perusahaan membuat laporan keuangan tiap akhir periode, maka harus dilakukan penyesuaian atas bunga menurut system accrual.
Perhitungan bunga dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tanggal Saldo pokok Angsuran Bunga 1% Jumlah yang
Pinjaman per bulan harus dibayar
1’2’1998 10.000.000 — — —
1’2’1998 9.000.000 1.000.000 — 1.000.000
1’3’1998 8.100.000 900.000 9.000 909.000
1’4’1998 7.200.000 900.000 18.000 918.000
1’5’1998 6.300.000 900.000 27.000 927.000
1’6’1998 5.400.000 900.000 36.000 936.000
1’7’1998 4.500.000 900.000 45.000 945.000
1’8’1998 3.600.000 900.000 54.000 954.000
1’9’1998 2.700.000 900.000 63.000 963.000
1’10’1998 1.800.000 900.000 72.000 972.000
1’11’1998 900.000 900.000 81.000 981.000
1’12’1998 — 900.000 90.000 990.000
Jumlah — 10.000.000 495.000 —
Jurnal transaksi:
Tanggal Buku Penjual Buku Pembeli
1’2’1998 Kas 1.000.000 Peralatan 10.000.000 Piutang usaha angsuran 9.000.000 Kas 1.000.000
Penjualan angsuran 10.000.000 Hutang angsuran 9.000.000
1’3’1998 Piutang bunga 9.000 Beban bunga 9.000
Pendapatan bunga 9.000 Hutang bunga 9.000
Kas 909.000 Hutang angsuran 900.000
Piutang bunga 9.000 Hutang bunga 9.000
Piutang usaha angsuran 900.000 Kas 909.000
1’4’1998 Piutang bunga 18.000 Beban bunga 18.000
Pendapatan bunga 18.000 Hutang bunga 18.000
Kas 918.000 Hutang angsuran 900.000
Piutang bunga 18.000 Hutang bunga 18.000
Piutang usaha angsuran 9000.00 Kas 918.000
Pada cara ini pembayaran setiap periodenya sama besarnya, dan setiap pembayran tersebut meliputi pembayran pokok pinjaman dan pembayran bunga. Pembayaran dengan cara ini disebut sebagai pembayaran anuitet. Untuk mencari jumlah pembayran anuitet setiap periode digunakan rumus:
T = Jumlah angsuran yang belum lunas
T = Ann 1- 1/(1 + i )n Ann = Pembayaran angsuran setiap periode
i n = Jumlah periode angsuran; i = Bunga per periode
Dalam contoh diatas maka pembayaran anuitet dapat dicari sebagai berikut :
Rp. 9.000.000 = Ann 1- 1/(1+1%)10
1%
Rp. 9.000.000 = Ann x 9,4713045
Ann = 950.238, 692
Pada cara ini bunga untuk setiap periode dihitung dari saldo awal pokok pinjaman setelah dikurangi dengan uang muka. Sehingga dengan demikian buinga yang dibebankan untuk setiap periode sama besarnya dan jumlah angsuran ditambah bunga periode terebut akan menghasilkan jumlah yang sama besar pula.
Contoh terkait diatas:
Bunga untuk setiap periode = 1% x Rp. 9.000.000,00
= Rp. 90.000,00
Angsuran untuk setiap periode = Rp. 900.000 + Rp. 90.000,00
= Rp. 990.000,00
Tabel perhitungan bunga
Bunga dihitung Pembayaran Total Saldo
Tanggal dari saldo pokok pokok pinjaman pembayaran pokok
pinjaman pinjaman
1’2’1998 — — — 10.000.000
1’2’1998 — 1.000.000 1.000.000 9.000.000
1’3’1998 90.000 900.000 990.000 8.010.000 1’4’1998 90.000 900.000 990.000 7.020.000
1’5’1998 90.000 900.000 990.000 6.030.000
1’6’1998 90.000 900.000 990.000 5.040.000 1’7’1998 90.000 900.000 990.000 4.050.000 1’8’1998 90.000 900.000 990.000 3.060.000
1’9’1998 90.000 900.000 990.000 2.070.000
1’10’1998 90.000 900.000 990.000 1.080.000
1’11’1998 90.000 900.000 990.000 990.000
1’12’1998 90.000 900.000 990.000 —
Jumlah 900.000 10.000.000 10.900.000
Dari keempat cara di atas, bila dipandang dari sudut perusahaan yang melakukan penjualan angsuran, maka cara yang terakhir yang menghasilkan bunga lebih besar dari cara yang lainnya. Biasanya dalam dunia usaha penjualan angsuran digunakan cara pertama. ketiga dan keempat.
Dalam hubungannya dengan SAK, penjualaan angsuran dapat dikatakan berhubngan dengan:
Hal ini dikarenakan, kebanyakan penjualan angsuran adalah aktiva tetap sebuah perusahaan, seperti : gedung, tanah, peralatan. Dalam penjualan aktiva tetap ini akan muncul piutang dan bunga.
Hal ini dikarenakan, penjualan angsuran pada mulanya adalah penjualan real estat, ditambah lagi penjualan real estat sampai sekarang masih merupakan cicilan, jarang sekali yang membayar langsung karena begitu besar biaya yang harus dikeluarkan sehingga lebih baik di cicil.
Hal ini dikarenakan, dalam perhitungan pajak penghasilan dari sebuah perusahaan, kadang kala terdapat selisih pajak dan juga pengaturan atas selisih pajak ini harus disesuaikan sehingga tidak menimbulkan suatu kerancuan.
Hal ini dikarenakan, dalam prakteknya tanah adalah suatu aktiva yang banyak diperjual belikan dengan angsuran, karena mahalnya harga tanah terlebih lagi di kota besar.
Hal ini dikarenakan, dlam penjualan angsuran bila si pembeli tidak mampu membayar maka akan
terdapat pemilikan kembali akan aktiva tersebut dan biasanya harganya cendenrung menurun dari
harga sewaktu menjual aktiva tersebut secara angsuran.
Pertanyaan :
Buatlah seluruh jurnal yang mencatat transaksi penjualan tersebut untuk 2 tahun !
Jawaban :
1 April 1999
Piutang usaha angsuran Rp. 250.000.000,00
Tanah Rp. 200.000.000,00
Laba atas penjualan tanah Rp. 50.000.000,00
Kas Rp. 50.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 50.000.000,00
Beban penjualan Rp. 2.500.000,00
Kas Rp. 2.500.00,00
1 Oktober 1999
Kas Rp. 32.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 12.000.000,00
31 Desember 1999
Piutang Bunga Rp. 5.400.000,00
Pendapatan Bunga Rp. 5.400.000,00
Laba atas penjualan tanah Rp. 50.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 17.400.000,00
Beban penjualan Rp. 2.500.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 64.900.00,00
1 Januari 2000
Pendapatan bunga Rp. 5.400.000,00
Piutang bunga Rp. 5.400.000,00
1 April 2000
Kas Rp. 30.800.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 10.800.000,00
1 Oktober 2000
Kas Rp. 29.600.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 9.600.000,00
31 Desember 2000
Piutang bunga Rp. 4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 19.200.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 19.200.000,00
1 Januari 2001
Pendapatan bunga Rp. 4.200.000,00
Piutang bunga Rp. 4.200.000,00
1 April 2001
Kas Rp. 28.400.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 8.400.000,00
29 Februari 2000
Piutang usaha angsuran Rp. 200.000.000,00
Tanah Rp. 150.000.000,00 Laba kotor yang ditangguhkan Rp. 50.000.000,00
Kas Rp. 20.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Beban penjualan Rp. 4.000.000,00
Kas Rp. 4.000.000,00
1 September 2000
Kas Rp. 30.800.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 10.800.000,00
31 Desember 2000
Piutang bunga Rp. 6.400.000,00
Pendapatan bunga Rp. 6.400.000,00
% LK = (50.000.000:200.000.000) x 100% = 25%
LKBD = 25 % x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 12.500.000,00
Laba kotor yang ditangguhkan Rp.12.500.000,00
Laba kotor yang direalisasikan Rp. 12.500.000,00
Laba kotor yang direalisasikan Rp. 12.500.000,00
Pendapatan bunga Rp. 17.200.000,00
Beban penjualan Rp. 4.000.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 25.700.000,00
1 Januari 2001
Pendapatan bunga Rp. 6.400.000,00
Piutang bunga Rp. 6.400.000,00
29 Februari 2001
Kas Rp. 29.600.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 9.600.000,00
1 September 2001
Kas Rp. 28.400.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 8.400.000,00
31 Desember 2001
Piutang bunga Rp. 4.800.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.800.000,00
Laba kotor yang ditangguhkan Rp. 9.375.000,00
Laba kotor yang direalisasi Rp. 9.375.000,00
Pendapatan bunga Rp. 16.400.000,00
Laba kotor yang direalisasi Rp. 9.375.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 25.775.000,00
1 Januari 2002
Piutang Bunga Rp. 4.800.000,00
Pendapatan Bunga Rp. 4.800.000,00
29 Februari 2002
Kas Rp. 27.200.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 7.200.000,00
1 Maret 1998
Piutang usaha angsuran Rp. 400.000.000,00
Tanah Rp. 300.000.000,00
Laba atas penjualan tanah Rp. 100.000.000,00
Kas Rp. 100.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 100.000.000,00
Beban penjualan Rp. 10.000.000,00
Kas Rp. 10.000.000,00
1 September 1998
Kas Rp. 32.000.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 12.000.000,00
31 Desember 1998
Piutang bunga Rp. 7.200.000,00
Pendapatan bunga Rp. 7.200.000,00
Laba atas penjualan tanah Rp. 100.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 19.200.000,00
Beban penjualan Rp. 10.000.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 118.200.000,00
1 Januari 1999
Pendapatan bunga Rp. 7.200.000,00
Piutang bunga Rp. 7.200.000,00
1 Maret 1999
Kas Rp. 30.800.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00
Pendapatan bunga Rp. 10.800.000,00
1 September 1999
Kas Rp.29.600.000,00
Piutang usaha angsuran Rp. 20.000.000,00 Pendapatan bunga Rp. 9.600.000,00
31 Desember 1999
Piutang bunga Rp. 5.600.000
Pendapatan bunga Rp. 5.600.000,00
Pendapatan bunga Rp. 18.800.000,00
Ikhtisar Rugi/Laba Rp. 18.800.000,00
1 Januari 2000
Pendapatan bunga Rp. 5.600.000,00
Piutang bunga Rp. 5.600.000,00
Kemudian PT Gadifs tidak dapat memenuhi kewajibannya, sehingga
Jumlah piutang yang telah diterima Rp. 160.000.000,00
Jumlah yang dikemnbalikan (15%) Rp. 24.000.000,00
Rp. 136.000.000,00
Harga pokok tanah Rp 300.000.000,00
Nilai pasar Rp.250.000.000,00
Penurunan nilai tanah Rp. 50.000.000,00
Total laba pemilikan kembali Rp. 86.000.000,00
Laba kotor yang telah diakui Rp. 100.000.000,00
Rugi karena pemilikan kembali Rp (14.000.000,00)
Jurnal pemilikan kembali tanah:
Tanah Rp. 250.000.000,00
Rugi atas pemilikan kembali Rp. 14.000.000,00
Kas Rp. 24.000.000,00 Piutang usaha angsuran Rp. 240.000.000,00
Contoh soal dan penyelesaian : Penjualan angsuran barang tak bergerak dengan metode laba kotor diakui secara periodik (pada saat penjualan dilakukan)
Dijual mesin (aktiva tetap) kepada PT B dengan harga Rp. 500 juta yang nilai bukunya Rp. 400 juta
Piutang-PT B 500 juta
Mesin 400 juta
Keuntungan penjualan aktiva tetap 100 juta
Diterima uang muka (d/p) Rp. 100 juta dan sisanya dengan wesel hipotik yang dapat diangsur selama 4 kali angsuran semesteran @ Rp. 100 juta ditambah bunga 12% per tahun atas saldo yang belum dibayar. Angsuran dilakukan tiap 1/3 dan 1/9.
Kas 100 juta
Wesel Hipotik 400 juta
Piutang-PT B 500 juta
Dibayar biaya penjualan sebesar Rp. 2 juta
Biaya penjualan 2 juta
Kas 2 juta
Jurnal penyesuaian untuk bunga yang masih harus diterima selama 4 bulan yaitu sebesar 16 juta (4/12 * 12% * 400 juta)
Piutang Bunga 16 juta
Pendapatan bunga 16 juta
Jurnal penutup:
Keuntungan atas penjualan aktiva tetap 100 juta
Pendapatan bunga 16 juta
Biaya penjualan 2 juta
Ikt. R/L 114 juta
Jurnal Pembalik:
Pendapatan bunga 16 juta
Piutang bunga 16 juta
Diterima angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga
Kas 124 juta
Wesel hipotik 100 juta
Pendapatan bunga 24 juta
Diterima angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga
Kas 118 juta
Wesel hipotik 100 juta
Pendapatan bunga 18 juta
Jurnal penyesuaian untuk bunga yang masih harus diterima selama 4 bulan yaitu sebesar 8 juta (4/12 * 12% * 200 juta)
Piutang Bunga 8 juta
Pendapatan bunga 8 juta
Jurnal penutup:
Pendapatan bunga 34 juta
Ikt. R/L 34 juta
Jurnal Pembalik:
Pendapatan bunga 8 juta
Piutang bunga 8 juta
Diterima angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga
Kas 112 juta
Wesel hipotik 100 juta
Pendapatan bunga 12 juta
Diterima angsuran pertama sebesar 100 juta ditambah bunga
Kas 106 juta
Wesel hipotik 100 juta
Pendapatan bunga 6 juta
Jurnal penutup:
Pendapatan bunga 10 juta
Ikt. R/L 10 juta
Seandainya pada soal tersebut diatas, PT B (si pembeli) tidak mampu membayar angsuran pada tanggal 1 Maret 1992 dan pihak penjual (PT A) setuju untuk membatalkan penjualan angsuran dengan menyerahkan wesel hipotik dengan saldo Rp. 200 juta dan memiliki kembali mesin tersebut. Mesin tersebut menunjukkan nilai pasar wajar sebesar Rp. 190 juta.
Mesin 190 juta
Kerugian atas pemilikan kembali 10 juta
Wesel hipotik 200 juta
Jurnal untuk mencatat bunga yang tak tertagih adalah:
Kerugian atas bunga wesel hipotik yang tak tertagih 8 juta
Pendapatan bunga 8 juta
Masalah Bunga dalam Penjualan Angsuran :
Contoh: Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp. 500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999 diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali angsuran semesteran, ditambah bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo piutang (sisa harga kontrak berjalan) atau menggunakan metode “Long end interest”. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah sbb:
Cara ini disebut Short End Interest.
Contoh: Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp. 500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999 diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali angsuran semesteran, ditambah bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo angsuran pokok selama berjalannya jangka waktu angsuran atau menggunakan metode “Short end interest”. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah sbb:
Cara ini disebut Metode Anuitas.
Contoh: Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp. 500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999 diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali angsuran semesteran yang sama, dan sudah termasuk bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo berjalan sis harga kontrak atau menggunakan metode anuitas”. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah sbb:
Contoh: Sebuah mesin dengan nilai buku sebesar Rp. 400.000.000,- dijual seharga Rp. 500.000.000,- pada tanggal 1 September 1990. Pada tanggal 1 September 1999 diterima uang muka sebesar Rp. 35.900.000,- sisanya diangsur dengan 4 kali angsuran semesteran yang sama, belum termasuk bunga 20% pertahun yang dihitung dari saldo awal harga kontrak dengan jangka waktu antar periode pembayaran. Maka perhitungan besarnya bunga, angsuran pokok dan jumlah pembayaran adalah sbb: